Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

KLB PSSI yang Tertunda

Pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) telah menetapkan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI akan dilaksanakan pada 27 Juli mendatang, mundur dari tanggal sebelumnya, 13 Juni 2019.

28 Juni 2019 | 07.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah Seporter Persija melakukan unjuk rasa di depan kantor PSSI di Gelora Bung Karno di Jakarta, Kamis (29/4). TEMPO/Dwi Narwoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Eddi Elison
Pengamat Sepak Bola Nasional

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) telah menetapkan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI akan dilaksanakan pada 27 Juli mendatang, mundur dari tanggal sebelumnya, 13 Juni 2019. Keputusan lain, KLB tersebut bukan untuk memilih ketua umum, yang kursinya kosong setelah Edy Rahmayadi mundur pada Januari lalu karena terpilih sebagai Gubernur Sumatera Utara. Pemilihan ketua umum baru akan dilakukan dalam kongres biasa, yang rutin diselenggarakan pada Januari setiap tahun, yang berfungsi sebagai evaluasi hasil kerja tahun sebelumnya dan menyusun program berikutnya, selain pertanggungjawaban keuangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejauh ini, pelaksana tugas Ketua Umum PSSI sudah berganti tiga kali hanya dalam waktu tidak sampai tiga bulan. Pada mulanya, Edy Rahmayadi menunjuk Joko Driyono, saat itu wakil ketua umum, sebagai pelaksana tugas ketua umum. Karena ditahan polisi akibat kasus mafia suap, Joko menunjuk Gusti Randa, anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, lalu pindah ke Iwan Budianto, wakil ketua umum.

PSSI memutuskan penundaan KLB dengan alasan memenuhi saran utusan Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA), Luca Nicola dan Rolf Tannur. Keduanya datang ke Jakarta pada awal April lalu untuk menyampaikan perubahan statuta FIFA, sehingga PSSI juga harus mengamendemen statutanya agar sesuai dengan statuta baru FIFA.

Dengan alasan itu, KLB nanti hanya membahas perubahan statuta, revisi kode pemilih, serta pembentukan komisi pemilihan dan komisi banding. Barulah kemudian dalam kongres biasa pada Januari 2020 digelar pemilihan ketua umum berdasarkan statuta PSSI yang baru.

Penundaan KLB ini ditolak oleh 56 pemilik suara (voter) PSSI, yang tergabung dalam Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN), saat bersidang pada 2 Mei lalu. Ketua KPSN, Suhendra Hadikuntoro, telah menemui Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Bambang Soesatyo, yang mendukung percepatan KLB. Pihak lain yang juga menolak penundaan adalah Ketua Presidium Police Watch, Neta S. Pane, yang juga aktif sebagai pimpinan Football Watch.

KPSN bahkan telah menyiapkan calon ketua umum baru, yakni Komisaris Jenderal Mochamad Iriawan, mantan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya. Alasan KLB diundur karena mengikuti saran FIFA, seperti dinyatakan Sekretaris Jenderal PSSI, Ratu Tisha, sebenarnya bisa dimentahkan. Mengapa mesti "membebek" pada FIFA, padahal FIFA sendiri bertoleransi terhadap semua asosiasi sepak bola nasional negara anggotanya asal tidak bertentangan dengan statuta FIFA. Ingatlah, PSSI adalah organisasi dari sebuah negara berdaulat.

Belakangan tersiar berita bahwa penyebab pengunduran KLB adalah PSSI tidak punya dana. Menanggapi kabar tersebut, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot Sulistiantoro Dewa Broto, menyatakan hal itu terjadi karena pengurus PSSI tidak pernah transparan melaporkan masalah keuangannya. Undang-Undang Keterbukaan Informasi menentukan dana dari APBN dan APBD harus dijelaskan kepada masyarakat. Dana yang dilaporkan PSSI dan sudah disetujui Kementerian hanya berkaitan dengan persiapan menuju SEA Games pada Desember 2019 di Manila, Filipina.

Sebenarnya PSSI tak perlu menunda KLB. Gunakan saja statuta lama, dan menjelang pemilihan ketua umum dilakukan, amendemen statuta yang diperlukan. Pasal 33 Statuta PSSI menyatakan, "Keputusan yang dikeluarkan oleh Kongres berlaku selektif bagi anggota pada waktu 60 hari setelah ditutupnya Kongres, kecuali Kongres memutuskan tanggal lain yang pasti untuk berlakunya suatu keputusan Kongres." Artinya, setelah statuta diubah serta komite pemilihan (KP) dan komite banding pemilihan (KBP) dibentuk, KLB ditutup untuk memberi kesempatan kepada KP dan KBP menyiapkan kongres. Lalu esoknya kongres dibuka untuk memilih ketua umum.

Sebelum KLB, FIFA dan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) diberi tahu, bukan minta izin, sambil mengundang wakilnya. Masalah dana, rasanya bisa dikompromikan dengan KPSN dan pihak sponsor, termasuk stasiun televisi (untuk hak siar), bahkan sebenarnya bisa dibantu AFC atau FIFA. "Silaturahmi" dengan KPSN juga perlu dilakukan agar pengurus PSSI sekarang tampak kompromistis, berbeda dengan PSSI dulu yang menentang Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) pada era Nurdin Halid sehingga ricuh terus-menerus.

Selain itu, saat mengamendemen statuta, "Mukadimah" harus dikembalikan ke tempatnya semula karena "Mukadimah" merupakan khitah PSSI, yakni sikap konsekuen sebagai "organisasi perjuangan". Dalam buku Statuta PSSI Edisi 2014, "Mukadimah" sudah dihilangkan, yang berarti PSSI telah mengkhianati perjuangan PSSI menentang penjajahan sejak l930.

Jika PSSI bertahan terus dengan menunda KLB, bukan mustahil akan terjadi turbulensi lagi seperti dua tahun lalu. Kita yakin KPSN akan terus bergerak. Jika mereka minta izin Menteri Pemuda dan kepolisian untuk mempercepat KLB, bukankah PSSI kembali ricuh? Apalagi saat ini prestasi tim nasional tidak pantas dibanggakan, hanya menempati peringkat ke-160 di bawah Vietnam, Thailand, Myanmar, dan Malaysia akibat dibantai Yordania 1-4.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus