Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Koalisi: Bukan Keharusan, Tapi Kebutuhan

Buat pertama kalinya, Indonesia akan ditantang menciptakan pemerintahan koalisi, dalam sistem yang presidensial. Sulit, tapi mesti.

8 Maret 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jangan salah, dari dulu pemerintahan di Indonesia selalu membutuhkan gabungan berbagai kekuatan. Ini wajar dalam masyarakat yang sangat majemuk.. Pada zaman demokrasi parlementer, kabinet yang relatif stabil dan berhasil (antara lain mempersiapkan undang-undang pemilihan umum 1955 yang masyhur itu) ialah Kabinet Wil1opo, yang tersusun dari koalisi besar PNI, Masyumi, dan PSI. Dalam Demokrasi Terpimpin, Bung Karno menyatukan kekuatan partai-partai Nasakom, yang pada hakikatnya sebuah koalisi juga walau tak disebut demikian. Pada masa Orde Baru, bukankah gabungan berbagai unsur politik dalam Golongan Karya tempaan Soeharto itu semacam koalisi pula sebenarnya? Golkar adalah mayoritas yang ''ditunggalkan". Tentu saja ada bedanya antara persekutuan yang dipaksakan dari atas oleh kekuasaan resmi dan yang atas insiatif masing-masing pihak. Dalam koalisi, setiap unsur tetap mempertahankan identitasnya; yang disatukan adalah tujuannya, bukan wadahnya yang dilebur. Tapi yang sama, dan yang ingin ditekankan, ialah perlunya dukungan mayoritas supaya bisa efektif memimpin dalam masyarakat majemuk. Memang ada orang-orang pintar yang berkata bahwa sistem presidensial tidak memerlukan bentuk koalisi. Dasarnya ialah bahwa sekali presiden telah terpilih, ia berhak menetapkan sendiri susunan kabinetnya, termasuk mengubahnya, sepanjang masa jabatannya. Pikiran seperti ini lebih berat pada sisi hukum tata negara saja. Sisi kenyataan politiknya belum dipertimbangkan. Sebab, nyatanya, koalisi itu dibutuhkan justru untuk memilih presiden, bukan sesudahnya, mengingat terpecahnya suara dalam banyak partai yang ada. Baru sekali ini Indonesia mencoba menyelenggarakan pemilihan (yang secara tidak langsung ujungnya adalah pemilihan presiden) yang diharapkan bebas sifatnya, dalam naungan UUD 1945 yang bersistem presidensial. Bahwa bentuk pemerintah koalisi lebih lazim dalam sistem kabinet parlementer, semua orang pun tahu. Tetapi berkoalisi juga tidak dilarang oleh konstitusi. Apakah sistemnya parlementer atau presidensial, berkoalisi itu baru dibutuhkan kalau tak ada partai yang mencapai mayoritas tunggal, atau diperhitungkan akan demikian jadinya. Keadaan inilah yang dihadapi sekarang. Gagasan koalisi sebenarnya sudah mulai berembus di udara politik sekarang. Namun terasa ada keraguan dan kurang sigap bereaksi, terutama di antara partai-partai unggulan. Sebabnya bermacam-macam: enggan mengakui bahwa partainya tak mungkin menang mutlak, sukar untuk saling memilih sekutu yang rela berbagi kekuasaan, belum terbiasa bermufakat dan menghargai kesepakatan. Sementara itu waktu sudah mendesak, karena kampanye resmi pemilu akan dimulai kurang dari dua bulan lagi. Rencana berkoalisi sebaiknya tak dilakukan secara diam-diam, karena rakyat pemilih berhak ikut mengetahui. Kalau harus memilih partai, rakyat ingin diyakinkan dulu, siapa calon presiden dan wakil presiden yang akan diajukan partai itu dalam sidang MPR nanti. Memang, apa pun tak akan mudah dilakukan untuk kali yang pertama. Tapi membuat persekutuan karena kebutuhan, bukan karena paksaan, adalah semacam bukti kematangan dalam berpolitik. Apalagi jika yang jadi pertimbangan adalah perlunya pemerintahan yang punya dukungan seluas mungkin. Bukan sekedar kecocokan pribadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus