Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Kok, Tiba-Tiba Gus Dur Mengalah

Presiden Abdurrahman Wahid akhirnya mengalah dan bersedia melantik 45 anggota KPKPN. Kenapa tak diulang dari awal?

15 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU urusan jalan-jalan ke luar negeri, Presiden Abdurrahman Wahid mungkin tergolong keras kepala. Ia mengabaikan banyak nasihat agar menghentikan pemborosan itu, karena krisis di dalam negeri belum reda. Namun, dalam hal mempertahankan pendiriannya untuk hanya melantik 25 anggota Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Presiden Abdurrahman ternyata mau mengalah. Agak aneh, padahal untuk menuruti kemauan DPR yang menetapkan 45 anggota KPKPN itu, pemerintah harus mengeluarkan anggaran jauh lebih banyak. Lagi pula, penetapan 45 anggota KPKPN oleh DPR itu dilakukan dengan mengabaikan transparansi, tak jelas kriterianya, dan penyaringan dari masyarakat tidak melibatkan sebanyak mungkin komponen masyarakat. Bahkan, penetapan 45 anggota KPKPN oleh sidang pleno DPR itu hanya dihadiri 58 anggota DPR, jauh dari kuorum. Waktu yang diperlukan pun hanya 10 menit, tanpa perdebatan. Kesan kuat muncul, ini hanya membagi-bagi jatah di antara fraksi DPR. (Baca lagi Opini majalah ini terbitan 23 Juli 2000.) Ketika Gus Dur memangkas 45 anggota KPKPN itu menjadi 25 orang, sebenarnya ia tidak menyalahi ketentuan. Pasal 15 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme—mensyaratkan adanya lembaga KPKPN—memberi kesempatan kepada Presiden untuk memilih minimum 20 anggota KPKPN, ditambah unsur pimpinan merangkap anggota sebanyak 5 orang. Keppres pengangkatan 25 anggota ini pun sudah dibuat, yaitu Keppres No. 242/M Tahun 2000. Gencarnya serangan DPR membuat keppres itu tak berfungsi. Berkali-kali anggota KPKPN itu akan dilantik, tetapi selalu datang intervensi dari DPR. Amir Muin, Sekjen KPKPN yang ditunjuk langsung Presiden, sampai perlu menjelaskan bahwa 20 calon anggota KPKPN yang tidak dimasukkan dalam keppres itu bukanlah "orang buangan". Mereka sewaktu-waktu bisa dilantik menggantikan anggota yang mau mundur atau yang dimundurkan. Toh, DPR tetap ngotot, no way. Akhirnya, benteng pertahanan Presiden Gus Dur jebol ketika berlangsung rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan Presiden, awal pekan lalu. Ke-45 anggota KPKPN itu dijanjikan akan segera dilantik. Mumpung belum terbit keppres baru dan belum ada pelantikan, bagaimana kalau pemilihan anggota KPKPN itu diulang saja dari awal? Dengan demikian, akan jelas kriterianya, apakah mereka mewakili organisasi kemasyarakatan atau mewakili pribadi-pribadi. Kalau mewakili ormas, tentunya harus ditetapkan dulu ormas macam apa yang layak mendapatkan nominasi mendudukkan anggotanya. Ini supaya ada keadilan. Sekarang ini, ormas yang baru berdiri tanpa jelas kegiatannya ternyata bisa mengirimkan wakilnya, sementara yang selama ini sudah nyata pengabdiannya tidak dilibatkan. Jika itu mewakili individu, track record-nya harus jelas. Ini komisi yang penting, bukan komisi-komisian untuk mendapatkan komisi dari seorang pejabat yang akan diperiksa kekayaannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus