Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bambang Sugeng*
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI kantor tempat saya dulu bekerja, rekan-rekan sejawat saya, di bagian pembelian, gagal menemukan nama profesi mereka sendiri. Walhasil, mereka terpaksa beringgris ria dengan menyandang predikat buyer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam organisasi pencari laba, buyer adalah profesi utama yang berfungsi mencegah pemborosan dan meraih keuntungan di sektor hulu dalam bentuk penghematan. Mereka bertanggung jawab menyelamatkan anggaran dari kebocoran.
Disebut “pembeli”, mereka tak sudi. Sebutan itu terlalu umum, tidak menyiratkan profesionalisme sama sekali. Apa bedanya dengan rombongan emak berdaster yang mengerumuni tukang sayur gerobak dorong? Padahal mereka membeli mobil mewah pretelan dengan cara mengimpornya dari Jerman.
Ketika saya sodori istilah baru, juru beli atau juru belanja, mereka cuek saja. “Terdengar aneh,” ujar mereka. Serba salah jadinya. Saya menduga, di tempat kerja lain yang sebidang, mungkin sama saja ceritanya.
Ada dua perilaku berbahasa sehubungan dengan upaya menemukan daya ungkap kata: eksploratif dan eksploitatif. Perilaku eksploratif berkaitan dengan upaya mendayagunakan kata yang sudah ada. Sebaliknya, perilaku eksploitatif berpautan dengan penggunaan kata yang tak jelas asal-usulnya dan cenderung mengada-ada serta berpotensi merusak tatanan bahasa. Sekadar contoh adalah munculnya kata sinergitas, yang banyak kita jumpai baik di media sosial maupun media konvensional. Kata tersebut jelas tak seturut Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Badan Bahasa, 2007).
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, banyak kata yang terdiam, tak termanfaatkan. Meski tak selengkap Oxford English Dictionary, misalnya, KBBI sebagai kamus ekabahasa sebetulnya cukup otoritatif dan bisa diandalkan. Kalau saja kita mau mengeksplorasi kekayaan di dalamnya, niscaya bakal tersua banyak hal tak terduga—betapa kayanya bahasa kita.
Dalam bahasa Indonesia sebenarnya banyak kata yang dapat digunakan untuk menyatakan profesi. Kata-kata itu dibentuk dengan prefiks pe-, seperti penari, penyanyi, peramal, dan penyihir. Masalahnya, kata-kata tersebut dapat pula digunakan untuk menyatakan orang yang sekadar bisa melakukan tindakan, bukan sebagai profesi. Meskipun begitu, bentukan kata dengan imbuhan pe- ini masih berpotensi digunakan untuk menyatakan profesi. Misalnya pelaut, penerbang, pedakwah, penyair, dan penyiar.
Di bidang olahraga khususnya, awalan pe- juga sudah lazim dipakai sebagai pembentuk nomina dengan makna “orang yang berprofesi sebagai pemain”. Dengan melekatkan pe- secara langsung pada nama cabang olahraga, jadilah kata profesi seperti pegolf, pecatur, pebulu tangkis, pesepak bola, petenis, dan pejudo.
Kata lain yang biasa digunakan untuk menyatakan profesi adalah tukang. Kata ini dapat dipasangkan dengan nomina atau verba. Cakupan pemakaiannya pun cukup luas. Hanya, tukang digunakan untuk menyatakan profesi orang kebanyakan berupa pekerjaan kasar di sektor informal, seperti tukang becak, tukang koran, tukang sampah, tukang cukur, tukang pijat, dan tukang urut.
Walau tak produktif, bentuk terikat pramu- dapat pula digunakan untuk menyatakan profesi di bidang jasa, seperti pramuwisata, pramuniaga, pramugari, pramusiwi, dan pramusaji.
Ada satu kata di dalam KBBI yang sangat produktif dan memiliki daya ungkap amat baik untuk membantu menyatakan profesi, yaitu juru. Kata ini ditempatkan sebagai lema utama dengan makna “orang yang pandai dalam suatu pekerjaan yang memerlukan pelatihan, kecakapan, dan keterampilan”. Juru amat luwes untuk dipasangkan dengan nomina atau verba tanpa batas strata. Misalnya juru bahasa, juru kamera, juru kunci, juru rawat, juru masak, dan juru parkir. Sejalan dengan ini pula analogi juru beli kala itu saya sematkan sebagai sebutan baru bagi kolega saya, para “juru tawar” alias negosiator, di bagian pembelian sebuah pabrik perakitan mobil mewah milik Jerman.
Dengan keluwesannya, juru dapat diperluas pemakaiannya untuk maksud lain yang berhubungan dengan profesi. Seperti halnya juru beli sebagai pengganti buyer, juru jual pun lebih sedap didengar ketimbang seller. Seyogianya begitu pula dengan kata-kata lain yang tak tertampung dalam KBBI. Jadi bolehlah dikatakan bahwa penggunaan kata juru adalah “juru selamat” bagi upaya memperkaya kosakata berdenotasi profesi.
*) PENERJEMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo