Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Peluncuran R1 dari DeepSeek memicu gejolak di pasar teknologi global.
DeepSeek mengadopsi pendekatan open-weight. Seperti apa modelnya?
Keberadaan AI dengan pendekatan open-weight membuka peluang akses teknologi lebih luas bagi Indonesia.
PELUNCURAN salah satu model kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI) terbaru dari DeepSeek—startup kecil asal Hangzhou, Cina—menggemparkan dunia teknologi. Kehadiran DeepSeek seolah-olah mengguncang dominasi Amerika Serikat.
Dengan model AI yang murah, tapi tetap kompetitif, DeepSeek juga memantik pertanyaan lebih luas tentang dampaknya terhadap ekonomi, geopolitik, dan kebijakan teknologi dunia. Keberhasilan ini makin menyoroti lemahnya pengaruh Eropa dalam persaingan AI, yang ada kemungkinan dipengaruhi oleh regulasi ketat, seperti EU AI Act.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DeepSeek sebelumnya bukan nama besar dalam industri kecerdasan buatan. Namun, dalam waktu singkat, perusahaan rintisan ini berhasil mengubah persepsi tentang bagaimana inovasi AI dapat dicapai. Model terbaru mereka, R1, dikembangkan dengan biaya hanya US$ 6 juta, angka yang jauh lebih kecil dibanding miliaran dolar yang digelontorkan OpenAI atau Google.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
R1 diluncurkan pada Januari 2025 dan langsung menarik perhatian karena kemampuannya dalam penalaran kompleks, meski tetap tersedia secara gratis untuk penggunaan pribadi. Menariknya, DeepSeek mengandalkan cip Nvidia H800, yang bukan termasuk kategori cip AI tercanggih karena pembatasan ekspor AS terhadap Cina. Namun efisiensi teknis yang mereka tunjukkan berhasil melampaui ekspektasi banyak pihak.
Peluncuran R1 memicu gejolak di pasar teknologi global. Saham perusahaan raksasa seperti Nvidia, Microsoft, dan Meta anjlok menjelang pekan terakhir Januari 2025. Kejadian ini boleh jadi mencerminkan ketakutan investor terhadap potensi pergeseran dominasi teknologi AS.
Indeks Nasdaq, yang didominasi perusahaan teknologi, mencatat penurunan hampir 4 persen dalam sehari, sedangkan nilai pasar perusahaan-perusahaan besar AS mengalami kerugian triliunan dolar. Investor mulai mempertanyakan keberlanjutan model bisnis berbasis modal masif yang selama ini menjadi andalan Silicon Valley.
Dari perspektif geopolitik, keberhasilan DeepSeek memperlihatkan bahwa Cina makin mampu menantang dominasi teknologi AS. Teknologi canggih, termasuk kecerdasan artifisial, selama ini menjadi salah satu pilar utama pengaruh global AS. Namun DeepSeek menandai pergeseran dalam lanskap ini. Pemerintah Cina ada kemungkinan akan memanfaatkan keberhasilan ini sebagai alat diplomasi. Hal ini juga membuktikan bahwa mereka mampu bertahan dari sanksi teknologi yang diberlakukan AS.
Strategi DeepSeek bertolak belakang dengan pendekatan perusahaan teknologi AS. Jika OpenAI dan Google memilih model eksklusif, DeepSeek justru mengadopsi pendekatan open-weight. Dengan model open-weight, pengguna bisa menjalankan model, tapi tidak bisa melatih ulang atau mengubahnya secara penuh. Artinya, meskipun model dapat digunakan secara bebas, ada batasan dalam memodifikasi dan mengontrol teknologi tersebut.
Jika open-source, yang berarti semua kode dan model tersedia untuk umum sehingga siapa pun bisa melihat, mengubah, serta mengembangkan teknologi tersebut, open-weight hanya membagikan bobot model tanpa menyertakan kode pelatihan atau arsitektur lengkap.
Filosofi keterbukaan ini berpotensi menggeser dinamika inovasi global sekaligus menjadi tantangan bagi perusahaan yang selama ini bergantung pada proteksi teknologi sebagai strategi mempertahankan dominasi mereka.
Di tengah persaingan antara AS dan Cina, Eropa terlihat makin terpinggirkan. Kebijakan ketat seperti EU AI Act, yang bertujuan melindungi privasi dan keamanan, justru membatasi ruang gerak inovasi di sektor AI. Perusahaan-perusahaan teknologi di Eropa mengalami kesulitan bersaing dengan AS dan Cina, yang memiliki pendekatan lebih fleksibel terhadap regulasi teknologi. Akibatnya, meskipun memiliki potensi besar dalam riset AI, Eropa tertinggal dalam kompetisi global.
Regulasi ketat memang memiliki niat baik: memastikan pengembangan AI yang etis dan bertanggung jawab. Namun, dalam persaingan global, pendekatan terlalu kaku dapat menjadi penghalang. Sementara Cina mendorong inovasi dengan strategi agresif dan AS mengandalkan sumber daya besar, Eropa justru terjerat birokrasi yang menghambat pertumbuhan mereka sendiri. Akibatnya, Eropa makin kehilangan peran sebagai pemain utama dalam perkembangan AI global.
Dampak Kehadiran DeepSeek terhadap Indonesia
Sebagai negara berkembang dengan ambisi besar di sektor digital, Indonesia tak luput dari dampak perkembangan ini. Dengan pendekatan open-weight yang diadopsi DeepSeek, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengakses teknologi AI yang lebih terbuka dibanding model tertutup seperti yang dikembangkan oleh raksasa teknologi AS.
Model open-weight memungkinkan perusahaan dan peneliti di Indonesia menjalankan model AI tanpa harus membangun dari nol sehingga dapat mengurangi hambatan awal dalam mengadopsi teknologi ini. Namun, karena model ini hanya menyediakan bobot model tanpa kode pelatihan atau arsitektur lengkapnya, fleksibilitasnya tetap terbatas, dan pengembang di Indonesia masih bergantung pada ekosistem teknologi DeepSeek.
Meski demikian, akses ke model AI yang dapat digunakan secara langsung ini bisa mempercepat adopsi AI di Indonesia, terutama bagi perusahaan rintisan dan bisnis kecil yang ingin menerapkan AI tanpa investasi besar. Dengan berkurangnya kebutuhan untuk mengembangkan model dari awal, perusahaan dapat lebih berfokus pada integrasi dan pemanfaatan AI dalam operasi mereka.
Meski begitu, tantangan tetap ada: karena pengguna tidak memiliki kontrol penuh atas model, mereka tak bisa sepenuhnya menyesuaikan atau melatih ulang model sesuai dengan kebutuhan spesifik. Artinya, Indonesia masih perlu mencari solusi jangka panjang agar tidak hanya menjadi pengguna teknologi luar, tapi juga mampu berinovasi dalam pengembangannya.
Selain itu, kehadiran DeepSeek membuka peluang diversifikasi ekosistem teknologi Indonesia yang selama ini didominasi produk-produk AS, seperti Microsoft, Google, dan OpenAI. Dengan adanya alternatif dari Cina, Indonesia memiliki kesempatan mengurangi ketergantungan terhadap teknologi Barat dan mencari solusi yang lebih sesuai dengan kebutuhan domestik.
Namun hal ini juga menghadirkan risiko baru: penggunaan AI dari Cina kerap mendapat sorotan perihal bias algoritma dan kontrol pemerintah yang ketat. Karena itu, pemerintah Indonesia perlu menyiapkan regulasi yang memastikan pemanfaatan AI dari DeepSeek tetap aman dan selaras dengan standar privasi serta keamanan nasional.
Dampak akses lebih luas terhadap AI ini juga perlu diperhitungkan dalam ekosistem tenaga kerja di Indonesia. Jika perusahaan memilih menggunakan model AI dari luar alih-alih mengembangkan talenta AI lokal, pertumbuhan ekosistem inovasi dalam negeri dapat terhambat.
Jika disikapi dengan strategi yang tepat, keterbukaan akses terhadap model AI ini justru bisa menjadi katalis bagi pengembangan AI lokal, dengan memanfaatkan model open-weight sebagai batu loncatan untuk inovasi yang lebih mandiri.
Peluncuran DeepSeek R1 menandai babak baru dalam persaingan teknologi AI global. AS menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan dominasinya, sedangkan Cina membuktikan mampu berinovasi meski berada di bawah tekanan sanksi teknologi. Di sisi lain, Eropa makin tertinggal akibat kebijakan yang terlalu ketat dan birokratis.
Bagi Indonesia, ini merupakan momen yang penuh peluang sekaligus tantangan. Jika dimanfaatkan dengan baik, AI berbasis open-weight dari DeepSeek bisa menjadi pemicu berkembangnya ekosistem AI lokal, meningkatkan daya saing industri digital, dan mengurangi ketergantungan terhadap teknologi AS.
Pemerintah dan industri harus berhati-hati dalam memastikan adopsi AI ini tidak menimbulkan risiko terhadap keamanan data dan kedaulatan digital. Dengan strategi yang tepat, Indonesia bisa menjadi pemain penting dalam revolusi AI global yang sedang berlangsung. ●
Redaksi menerima artikel opini dengan ketentuan panjang sekitar 7.500 karakter (termasuk spasi) dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo