Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Gratis Ongkir

Ada tiga hal yang bersaing meminta perhatian kita setiap hari: perilaku pejabat negara, statistik Covid-19, dan promo belanja dari berbagai toko daring e-commerce--terutama gratis ongkir. 

7 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gratis Ongkir

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Peran bahasa di aplikasi belanja daring.

  • Frasa yang paling banyak ditampilkan di aplikasi belanja daring adalah gratis ongkir.

  • Peneliti Stanford University menemukan bahwa produk di Jepang terjual lebih baik jika iklan mereka menyertakan bahasa dan kata-kata sopan yang merujuk pada tradisi dan budaya lokal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA tiga hal yang bersaing meminta perhatian kita setiap hari: perilaku pejabat negara, statistik Covid-19, dan promo belanja dari berbagai toko daring. Dari ketiganya, satu yang paling tekun adalah promo belanja. Beberapa contoh penawaran: belanja sekarang, gratis ongkir atau ongkos kirim, extra voucher, klaim hadiahmu, belanja barang impian, ringan pakai cicilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari yang berbahasa Inggris campur ala anak Jakarta Selatan, seperti mantul sale, brandnya asli, dan glowingnya pasti; sampai yang berbahasa gaul, seperti murah lebay dan belanja nggak pakai ribet. Dari promo yang bisa jadi membuat (kita) terbawa perasaan, seperti ada yang kangen sama kamu!; sok tahu kapan kita gajian; sampai pada yang bernada intimidatif, seperti update fashionmu sekarang.

Para pengusaha toko daring itu tahu benar bagaimana memanfaatkan bahasa sejauh mungkin untuk menggugah emosi semaksimal mungkin.

Dari sekian bentuk persuasi, frasa yang paling banyak ditampilkan adalah gratis ongkir. Jika disigi lebih jauh, ada ketidakjujuran bersembunyi di balik frasa itu. Pada kenyataannya, kata gratis di sana tidak selalu berarti “tidak dipungut pembayaran” sebagaimana makna kata itu dalam kamus bahasa Indonesia.

Lihat saja kata gratis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V yang berkelas kata adjektiva, diberi arti “cuma-cuma (tidak dipungut bayaran)”, sementara dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta halaman 329 kata gratis berarti “dng cuma-cuma”; “tak usah membayar”.

Mari kita cek di laman tesaurus.kemdikbud.go.id, kata gratis dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu menyangkut: 1) pemberian, 2) harga, dan 3) penginapan. Dalam kategori pemberian termuat arti: “bebas”, “cuma-cuma”, “gratis”, dan “prodeo”; dalam kategori harga termuat: “cuma-cuma”, “gratis”, dan “bonus”; serta dalam kategori penginapan termuat: “mahal”, “murah”, dan “gratis”.

Jika tertera gratis ongkir, mengapa calon pelanggan/pembeli masih harus membayar sejumlah uang?

Ada toko daring yang sedikit lebih jujur, dengan menggunakan gratis ongkir sampai (mencantumkan sejumlah nominal uang) atau serentetan syarat dan ketentuan berlaku dengan ukuran huruf yang sangat kecil. Pertanyaan saya kemudian: mengapa tidak menggunakan potongan atau diskon ongkir saja? Apakah karena gratis lebih ampuh daripada diskon atau potongan harga?

Ada kata-kata yang lebih mempengaruhi otak sehingga menyugesti calon pembeli untuk berperilaku impulsif ketimbang kata-kata yang lain. Jurafsky, peneliti Stanford University, menemukan bahwa produk di Jepang terjual lebih baik jika iklan mereka menyertakan bahasa dan kata-kata sopan yang merujuk pada tradisi dan budaya lokal.

Sebuah penelitian lain bahkan membuktikan bahwa kata make a payment lebih ampuh daripada pay now. Kedua penelitian itu menunjukkan bagaimana bahasa difungsikan untuk mempengaruhi pembeli sekaligus meningkatkan penjualan.

Kenyataan mengenai fungsi bahasa tersebut dikuatkan pernyataan Thomas Holtgraves dalam bukunya, Language as Social Action: Social Psychology and Language Use, bahwa manusia berbahasa sebagai salah satu perilaku sosial untuk mencapai berbagai keinginan: berjanji, meminta maaf, memuji, mengkritik, dan sebagainya.

Dalam dunia pemasaran, terpampang bagaimana hubungan timbal balik antara bahasa dan konteks sosial, bagaimana penggunaan bahasa menjadi komponen yang sangat penting dari fenomena-fenomena psikologis sosial (seperti penggunaan bahasa Inggris campur ala anak Jaksel ataupun kata-kata yang sedang populer, seperti mantul, lebay, dan glowing).

Persepsi, manajemen kesan, atribusi, pengembangan hubungan, dan kepuasan berperan menentukan bahasa seperti apa yang dipilih untuk mewujudkan keinginan pihak penjual.

Dalam mempromosikan barang, bahasa selalu distrategikan agar lebih membujuk dan mempengaruhi masyarakat supaya tertarik dan membeli, barangkali juga memanipulasi secara elegan dengan menawarkan sesuatu yang seolah-olah besar padahal sebenarnya tak ada. Sama halnya kelakuan menaikkan harga dua kali lipat lebih dulu sebelum memberi potongan 50 persen.

Hal itu sepertinya bukan masalah besar. Kita memaklumi barangkali karena kita juga butuh, sehingga menganggapnya sebagai sesuatu yang sah-sah saja. Sah untuk menjebak, eh, membujuk calon pembeli agar memasukkan produk memukau itu ke keranjang belanja, lalu segera menyelesaikan pembayaran sebelum masa berlaku penawaran gratis ongkir habis.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Iyan Bastian

Iyan Bastian

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus