Saya tertarik membaca "Nasionalisme untuk Demokrasi" yang ditulis oleh Mochtar Pabottinggi (TEMPO, 25 Mei 1991, Kolom). Tapi, setelah berkali-kali berupaya memahaminya, saya juga tetap tak memahaminya. Mungkin karena daya pikir saya yang tak mampu menjangkau makna teori tentang demokrasi yang itulisnya. Rasanya, saya ingin cepat-cepat angkat tangan tinggi-tinggi sambil berucap: sudah, sudah, maaf tak sanggup otak saya mengartikannya. Coba simak alinea kelima dari atas, di situ tertulis: " Terlepas dari kenyataan bahwa lingkup pelaksanaan demokrasi selamanya memang lebih kecil daripada yang diklaim, suatu loncatan kuantum dari menyebarnya pelaksana itu benar-benar terjadi seiring dengan meluasnya lingkup kolektivitas politik." Pada alinea berikutnya, tertulis, "Maka, perlu disadari bahwa eksklusivisme dalam pelaksanaan kebangsaan atau demokrasi tidaklah membatalkan daya inklusif demokrasi itu. Dalam kehidupan politik, tarik-menarik antara eksklusivisme dan inklusivisme adalah hal yang lumrah." Memang, kemampuan seseorang dalam memberi tafsir sering ber- beda dengan orang lain. Tapi, tentunya, akan banyak orang lebih senang dan mudah memahami kalimat-kalimat pendek dengan kata-kata sederhana daripada kalimat muluk yang kelewat njelimet. H. SOEHARJONO 11 Dean Street London W 1V 5 AH Inggris
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini