Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saya mengamati perilaku Wakil Gubernur Ahok sejak kampanye pilkada DKI beberapa tahun lalu hingga kini. Saya menilai kebiasaan-kebiasaan Ahok yang berkomentar tanpa tedeng aling-aling tapi tidak didasari pemahaman benar, terutama berkaitan dengan soal agama, berpotensi merusak kehidupan bangsa ini yang penduduknya mayoritas beragama.
Saat kampanye dulu, ia bak pejuang 1945 yang pernah mengajak orang taat pada ayat-ayat konstitusi dengan alasan yang teramat sederhana, yaitu: "justru ayat-ayat konstitusi menjadi mulia karena dibuat dan disepakati berdasarkan ayat-ayat suci kita masing-masing," kata Ahok. Baiklah, jika kita mengikuti cara berpikir Ahok ini, maka semestinya Ahok taat juga kepada konstitusi.
Tapi dalam lontarannya tentang kolom agama pada KTP malah mencerminkan sikap sebaliknya. Ahok bilang bahwa kolom agama di KTP tidak perlu dicantumkan. Ia semestinya sadar bahwa DPR telah mengesahkan RUU Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 yang memuat ketentuan bahwa setiap warga negara harus memilih satu di antara enam agama yang diakui pemerintah (Pasal 64 ayat 1). Jika mengikuti jalan pikir Ahok, KTP yang tanpa kolom agama dapat membuat persoalan, karena itu berarti negara membolehkan orang Indonesia tidak beragama dan ini tentu melanggar UU tersebut di atas. Dengan pernyataan Ahok di atas malah mengindikasikan beliau itu tidak taat asas dan bertentangan dengan "ayat-ayat konstitusi" yang pernah dan acap digembar-gemborkan ke publik.
Aries Musnandar
[email protected]
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo