Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Konsultan domestik

Seorang konsultan pribumi pada perusahaan asing, menyesalkan counterpart indonesia hanya memikirkan keuntungan dalam arti sempit. accounting dan pemasaran di tangan mereka. suatu kesalahan kontrak.

27 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN safarinya yang biru muda dan sikapnya yang supel dan tegas, penampilannya sungguh meyakinkan. Kumisnya yang tipis rapi di atas bibirnya klop sekali menjadi pelengkap. Agaknya dia seorang pejabat masa kini yang sukses, tampan dan berwibawa. Sesudah pesawat Airbus 300 terbang mendatar, dan pengikat pinggang dilepas, dibukanya pembicaraan dengan pujian pada airbus yang molek dan mulus itu. Tetapi dia juga penggemar DC-IO rupanya, jenis sial yang pernah menghebohkan dunia penerbangan itu. Dia pun berkesimpulan: pelbagai kebrengsekan Garuda yang kerap disoroti itu bisa dimaafkan. Lumayanlah, kita Melayu yang terbelakang ini, sudah bisa begini. Bahwa dia ternyata seorang tokoh penting pada perusahaan asing, seorang konsultan pribumi, di luar perkiraan saya. Seorang konsultan yang tangguh rupanya, yang patut dibanggakan. Perlu menjadi suri tauladan generasi penerus. Dan, astagfirullah, sungguh tak tersangka dia bekas dosen bahasa Inggris di universitas. "Saya memuji mereka yang mengabdi sebagai pengajar," ujarnya, tanpa nada menyindir. "Bakat saya rupanya tidak di situ." Dia sudah mahir liku-liku kehidupan dosen, gaji yang relatif tak cukup. Kaya pengalaman memberi les Inggris di sana-sini, di rumah sendiri dan di rumah orang lain. Di mana saja. Pekerjaan menerjemhkan juga ditampungnya. Istrinya menerima anak indekos di rumahnya yang sempit. "Lumayan ketimbang jurusan lain yang lebih kering. Tapi saya menjadi jemu," tuturnya sambil tersenyum. "Aduh, betapa kerdilnya jurusan yang kebetulan kering itu, sukar dibayangkan. Ada yang berutang sana-sini berutang pada pedagang sayur yang miskin. Syukurlah, istri saya bebas dari pengalaman seperti itu." Ditinggalkannya profesi itu, berhenti jadi pegawai negeri, sesudah terbuka kesempatan bekerja pada perusahaan asing. Sejak itu dia bergelimang di bidang perkayuan dan kehutanan. Dia mengaku, modalnya cuma bahasa Inggris itu. Semuanya serba baru, harus dipelajari dari noi. Tapi ternyata bisa. Menurut dia, yang perlu ialah kemauan belajar, kemampuan berkomunikasi dan keuletan. Bukan ijazah. "Harus ulet tak banyak jalan datar dalam kehidupan ini," tuturnya berfalsafah. Dia menjadi bersemangat ketika membicarakan perilaku perusahaan asing itu. Ada yang oke, tapi banyak yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Mereka jelas bukan sinterklas. Kemari untuk mengeduk keuntungan sebesar-besarnya dari hutan kita. Dan mereka sudah banyak pengalaman di berbagai negara lain, di Asia dan Amerika Latin. Sebaliknya kita tidak punya pengalaman. Walhasil, sering tak terkontrol lagi. Maklumlah orang lihai berhadapan dengan orang yang mudah dikibuli. Siapa sih tak perlu untung? Namanya saja perusahaan. Tapi cara mereka mengeduk keuntungan itu kadang-kadang keterlaluan. Peremajaan dan kelestarian tak diperhatikan. Malah meninggalkan borok-borok raksasa, alam yang cacat yang sukar disembuhkan. Bukan meninggalkan jalan yang baik untuk dimanfaatkan rakyat setempat. Aspek ini memang kurang diperhatikan dalam kontrak. Dalam kritikan itu beberapa kali dia menyebut hit and run, hantam dan lari. Mungkin maksudnya, pengusaha asing tertentu membabat hutan secara semberono lalu pergi secara tak bertanggungjawab. Sambil mengeluh dia bilang: kapan sih hutan kita dibudidayakan sehingga betul-betul produktif? Di negeri-negeri yang sudah maju hutan dibudidayakan, bukan ditebangi secara semrawut. Dia menilai perusahaan tempatnya bekerja cukup baik. Kepentingan masyarakat setempat juga diperhatikan. Fasilitas dan gaji memuaskan. Bebas dari birokrasi yang berlikuliku. Kalau punya potensi, bisa cepat maju. "Kebetulan," katanya dengan sopan, "saya pernah naik goloigan dua kali setahun." Ketika saya tanya pengalamannya yang kurang enak, dia menguraikan sebuah kasus konflik dengan penuh semangat. Kasus bule yang krucuk di negerinya, yang-menjadi semacam pejabat kecil di perusahaan itu. Kasar. Tak tahu sopan santun. Kalau jengkel, mulutnya kotor, maki-maki. Kalau makanan tidak enak, piring serta-merta dilemparkan. Dan itu terjadi berulang-kali. "Selaku eksekutif waktu itu, saya pun bertindak tegas," demikian ujarnya. "Saya wajibkan dia berhenti, meninggalkan pekerjaan dalam 2 x 24 jam." artinya segera meninggalkan Indonesia. Heboh jadinya. "Walaupun beberapa bule, termasuk pimpinan, datang membujuk tapi saya konsekuen, tak mau mundur." Bule yang kasar itu dipulangkan. Ceritanya terakhir menyangkut persoalan kontrak perusahaan perkayuan itu. Disesalkannya counterpart Indonesia cuma memikirkan keuntungan dalam arti sempit. Perusahaan besar yang dipetiknya jadi contoh, terdiri dari 35% saham orang Indonesia dan 65% saham sebuah perusahaan asing. Memang partner Indonesia mengecap banyak keuntungan dari hutan itu, tapi accounting dan pemasaran di tangan mereka. Keuntungan mereka berlimpah-ruah. Kuncinya pada mereka. Dan kita tidak belajar memegang kunci itu. "Itu kesalahan kontrak namanya," komentarnya tegas. "Mudah-mudahan tidak terulang lagi." Kini, sebagai konsultan perusahaan, dia menikmati gaji US$ 36.000 alias Rp 22,6 juta setahun, atau Rp 1,8 juta sebulan. Perumahan, listrik dan pajak dibayar perusahaan. Kalau dia bertugas, uang hariannya aduhai, US$ 300 atau Rp 187.500 sehari. Ongkos hotel dipikul perusahaan. Airbus 300 mendarat dengan mulus. Jabatan tangannya erat dan hangat. Boleh diandalkan Melayu yang satu ini. Konsultan domestik yang mengesankan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus