Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Krisis kepemimpinan generasi muda

Dengan kudeta okt 1976, muangthai kembali lagi ke dalam situasi sebelum 1973. kekuasaan berpusat pada klik oligarki, birokrasi militer, birokrasi sipil. tokoh-tokoh muda jarang muncul dalam kegiatan politik.

17 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUANGTHAI adalah contoh paling menarik dalam pertarungan di kalangan elite politik pada waktu pergantian pemerintahan. Sejak terjadinya kudeta pada tahun 1932, negara tersebut sudah mengalami pergantian pemerintahan beberapa kali. Sebagian besar dari pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh militer, tapi pada beberapa saat di mana kaum sipil yang diserahi pimpinan negara, tentunya dengan dukungan pihak militer. Namun, pergantian-pergantian ini berlangsung tidak secara biasa. Aturan-aturan tentang pergantian kepala pemerintahan tidak pernah dituruti. Ada pemerintahan yang berumur setahun dua, ada yang bisa bertahan sampai tujuh atau delapan tahun. Pada umumnya, pergantian kekuasaan di Muangthai terjadi melalui kudeta militer. Tapi, ada juga yang melalui hasil pemilu dan partai yang unggul diserahi tugas membentuk kabinet, misalnya pada tahun-tahun 1944-1947 dan pada tahun-tahun 1973-1976. Selebihnya, pimpinan pemerintahan dipegang oleh penggerak kudeta. Walaupun kudeta datangnya dari pihak militer, tapi elite politik Muangthai pada dasarnya mencakup suatu basis yang mungkin lebih tepat disebut oligarki. Selain birokrasi militer oligarki ini terdiri dari birokrasi sipil dan klik-klik partai dan parlemen. Selain menguasai politik, pada dasarnya oligarki inilah yang menguasai ekonomi Muangthai. Dengan konsolidasi kekuatan yang telah dilakukannya sejak tahun 1932, oligarki ini boleh dikatakan tetap berhasil mempertahankan dominasinya sampai sekarang. Mereka menguasai bank, perdagangan, dan juga suratkabar-suratkabar negara tersebut. Bettahannya oligarki ini dalam banyak hal disebabkan oleh tidak adanya suatu politik atas dasar mobilisasi massa di Muangthai sejak tahun 1932. Semua soal politik didasarkan pada intrik dan pemecahan rahasia di kalangan oligarki, tanpa kemungkinan adanya partisipasi masyarakat di luar grup tersebut. Partai dan pemihl pada umumnya berpusat pada beberapa tokoh yang juga termasuk dalam grup oligarki. Penyelenggaraan pemilu lebih banyak ditujukan ulltuk maksud pensahan dari masyarakat daripada untuk partisipasi yang sebenamya. Atau, pemilu dipakai sebagai salah satu bahan untuk pertarungan di antara oligarki yang ingin menjadi pimpinan baru, khususnya dari kalangan militer. Salahsatu akibat parah dari sistitm politik semacam ini adalah sedikitnya angkatan muda sipil yang bergerak di bidang politik. Anak-anak muda lulusan universitas lebih senang masuk birokrasi pemerintahan. Karir sudah menunggu, gajipun baik. Atau bergerak di bidang kepengusahaan. Gaji lebih tinggi daripada di dalam pemerintahan, apalagi di masa kegiatan ekonomi yang meningkat pada tahun-tahun 1960-an. Jumlah universitas yang tidak terlalu banyak, mempersulit tersedianya tenaga-tenaga muda untuk diserap oleh kegiatan politik. Tambahan lagi, dalam partai-partai dan kelompok politik, kemungkinan untuk naik cepat jarang sekali, sebab sudah seakan-akan milik pribadi dari tokoh-tokoh tua. PARTISIPASI MASSA Kegagalan sistim politik semacam ini dapat dilihat pada periode 1973-1976. Waktu itu, banyak partai didirikan dan pemilu juga diselenggarakan. Dengan beberapa perkecualian (umumnya hanya pada partai-partai kecil), pemimpin-pemimpin sipil yang menonjol adalah dari angkatan tua juga. Tokoh seperti Seni Pramoj sudah menjadi Perdana Menteri pada tahun 1945. Tigapuluh tahun kemudian, dia masih tetap menonjol dalam kalangan partai, karena sistim oligarki memungkinkan demikian. Ini tidak berarti bahwa tokoh-tokoh muda jarang muncul. Banyak tokoh mahasiswa terjun ke politik, masih muda, ratarata sekitar 30 tahunan umurnya. Tapi partai mereka kekurangan dana, lemah dalam jaringan secara nasional. Sebaliknya, partai-partai yang dipimpin oleh mereka yang beMsal dari oligarki sudah punya jaringan puluhan tahun, sudah menciptakan sistim patrimonial yang kuat ke desa-desa dan dana yang terus mengalir dari bank-bank di Bangkok. Banyak pula anak-anak muda yang masuk ke dalam partai-partai yang dipimpin oleh politikus oligarki ini. Tapi, pimpinan politik di kalangan sipil tetap di tangan politikus tua, yang sudah kebal dengan berbagai kudeta sebelumnya. Ini berbeda dengan pihak militer, yang walaupun agak lambat, tapi toh berhasil mengadakan pergantian pimpinan. Kalau misalnya Seni Pramoj bisa bertahan 30 tahun, tokoh politik di kalangan militer segenerasinya, yakni Phibun, sudah sejak 1957 berakhir karirnya . Dengan kudeta Oktober 1976, situasi sebelum 1973 kembali lagi. Kekuasaan berpusat pada klik oligarki yakni birokrasi militer, birokrasi sipil dan elite politik lainnya, yang berpusat di Bangkok. Anak-anak muda yang tadinya bergabung dengan partainya politikus oligarki, akan dengan mudah mendapat pekerjaan di perusahaan-perusahaan di Bangkok. Pergantian pemerintahan akan lebih merupakan masalah intern dan intrik di kalangan oligarki saja. Paling-paling kalau tidak ada kesepakatan, kudeta lagi yang terjadi. Satu-satunya perbedaan dengan periode sebelum 1973 adalah meningkat dan meluasnya kesadaran politik. Berbeda dengan partai-partai sebelumnya, partai-partai selama periode 1973-1976 banyak mendasarkan programnya pada mobilisasi massa. Aktifis-aktifis partai banyak direkruit dari anak muda di luar oligarki dan partisipasi politik jauh lebih bermakna daripada sebelumnya. Mobilisasi tidak hanya dilakukan oleh partai, tapi juga oleh grup politik lainnya, misalnya buruh, petani kecil dan mahasiswa. Periode partisipasi yang singkat selama tiga tahun tersebut memperlihatkan kepada masyarakat bahwa ada alternatif selain dari sistim oligarki yang selama ini dikenal. Lebih penting lagi, banyak dari mereka yang aktif dalam periode tersebut menolak kembalinya oligarki dan memilih jalan kekerasan sebagai satu-satunya alternatif yang terbuka. Barangkali Muangthai dengan jelas menunjukkan bagaimana sulitnya menyumbat saluran partisipasi, apabila sekali saia sudah dibuka. Tanpa saluran semacam itu, masalah negara hanyalah ditentukan oleh sekelompok kecil oligarki dalam bentuk intrik-intrik dan kudeta di kalangan elite politik sendiri sambil menutup kemungkinan timbulnya kepemimpinan dan peranan politik dari generasi muda sipil. Dan ini terjadi di Muangthai di mana masyarakatnya sangat homogen dari sudut rasial dan agama serta memiliki simbol pemersatu yang kuat dalam diri Raja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus