Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Cengkih bank dan ijon

P. simeulue, aceh barat penghasil cengkeh cukup besar. bupati aceh barat syamsunan mengarahkan petani cengkeh agar memanfaatkan buud/kud utk menghindari pengijon & mendesak bank buka cabang disana.

17 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULAU Simeulue di pesisir barat Aceh menghasilkan cengkeh cukup besar. Meskipun dalam musim baru lalu belum dibuat angka resmi, tapi Bupati Aceh Barat drs. Syamsunan berani memastikan angka 2.000 ton. Jika harga per-kilogram Rp 3.500, berarti penduduk pulau ini mampu mengantongi uang dari cengkah saja tak kurang dari Rp 7 milyar. Karena itu tak heran bila para pejabat daerah ini mulai memikirkan bagaimana cara mengarahkan uang petani itu agar tak terhambur begitu saja. Berdasarkan pengalalnan tahun-tahun sebelumnya, hasil keringat petani itu ternyata lebih banyak dinikmati para pengijon. "Para pengijon di Simeulue belum seluruhnya berhasil kita tendang" Bupati Syamsunan mengakui. Penyebabnya tak sulit dicari. BUUD/KUD yang ada di sana selalu kalah bersaing dengan para pengijon dalam soal kemampuan menyediakan modal. Soal kesulitan modal ini disebut Gubernur Muzakkir Walad karena faktor perhubungan yang belum beres. Kepada TEMPO dikemukakannya bagaimana sulitnya membawa uang kontan (dalam jumlah banyak tentunya) dengan kondisi pelayaran lokal seperti sekarang. Karena ihl ia belum berani mendesak bank-bank yang ada di Banda Aceh untuk buru-buru membuka cabang di Simeulue. Menurut gubernur ini yang perlu didahulukan adalah menyiapkan lapangan terbang perintis di pulau itu tahun ini. Uang Kontan Sebaliknya bagi Bupati Syamsunan yang mendesak justru adanya bank tadi "Berikan modal kerja sekian milyar kepada BUUD/KUD, segalanya akan beres diatur," ucap Syamsunan. Sebab tambahnya, kita hanya akan berpangku tangan saja jika melihat para pengijon mampu memboyong sekian banyak cengkeh karena modal mereka cukup besar Padahal bagi Kabupaten Aceh Barat, cengkeh pulau ini justru menjadi andalan satu-satunya. Yaitu setelah kayu, kopra dan rotan sudah lama ditinggalkan petani. Sebagai sarjana ekonomi, Syamsunan rupanya enggan berbincang tentang bagaimana mengarahkan penggunaan uang petani dari hasil cengkeh mereka sebelum ada bank. Melalui pembayaran di bank, ucap bupati itu lagi, kita tidak akan memberikan uang kontan sekaligus kepada para petani, cukup diberikan cek di luar keperluan mereka sehari-hari. Sebab bila petani memegang uang kontan dalarn jumlah banyak, dalam waktu cepat uang itu akan habis untuk hal-hal yang tak bermanfaat benar. Tapi sementara itu agaknya tubuh BUUD/KUD di sana masih perlu dibenahi lagi. Dalam musim cengkeh baru lalu misalnya masih terlihat keinginan badan itu untuk mencari untung, bukan sebagai stabilisator harga. Misalnya, seperti diungkapkan beberapa orang pen duduk, pernah terjadi harga cengkeh ditarik ke bawah hingga mencapai hanya Rp 3.200 per-kg -- sementara harga ditetapkan paling rendah Rp 3.500 perkg.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus