SEORANG penulis di Kompas mencatat pengalamannya di Amerika
Serikat. "AS adalah negara bebas-freedom country,"tulisnya.
"Tetapi teman saya diderlda US$ 16 karena menyeberang Jalan
sembarangan."
Lucu. Namun ini contoh yang begitu sederhana dan tepat untuk
menjelaskan logika yang rumit bahwa kebebasan pun berarti
tanggung jawab. Kita sering menggalaukan kedua pengertian ini.
Anda pemain tenis? Nah, Anda bebas untuk bermain atau tidak
bermain. Anda pun bebas untuk memukul bola atau membiarkannya
lewat. Tetapi jelas Anda terikat pada garis-garis yang menujuri
lapangan. Ada kesepakatan yang membatasi: bola yang jatuh di
luar garis disebut out, dan menentukan biji. Anda toh tidak bisa
bermain di lapangan yang tidak ada garisnya? Pun tidak bisa
bermain tenis di lapangan bulu tangkis.
Beberapa minggu yang lalu, di Wall Street Journal tampak sebuah
iklan sehalaman dari Dr. Edward Teller. Doktor Teller ini bukan
penemu formula es teler yang alpukat, kelapa muda, dan nangka
itu. Iklan itu memang tidak untuk mengiklankan es teler.
Siapakah dia?
"I was not the only victim of the New York Times," begitulah
pernyataannya, yang menjadi tajuk iklan itu. "Saya bukan korban
satu-satunya koran New York Times." Lho?
"Tanggal 28 April 1983, saya menyatakan di depan Komisi Angkatan
Bersenjata tentang langkah-langkah pertahanan efektif sebagai
tindakan balasan untuk mengimbangi laju pertambahan senjata
nuklir Rusia. Dalam pernyataan itu, saya kemukakan bahwa usul
Presiden Reagan mempunyai dasar yang kuat, baik alasannya maupun
segi-segi teknisnya." Doktor Teller memang penasihat Gedung
Putih untuk masalah-masalah teknologi dan ilmu
pengetahuan."Setelah menyampaikan pernyataan itu, para awak
televisi segera mengerumuni saya. Tetapi tidak seorang pun
mengajukan pertanyaan tentang pernyataan yang menurut saya
merupakan topik paling mustahak bagi setiap warga Amerika. Semua
yang mengerumuni saya hanya menanyakan berita utama yang menjadi
tajuk New York Times pagi itu."
Pagi itu, New York Times memang membuat berita tentang Dr.
Teller. "Penasihat Reagan Mendapat Saham di Perusahaan Laser,"
begitu bunyi tajuk berita. Koran itu melaporkan adanya kegiatan
saham Helionetics yang luar biasa sejak pidato Reagan tentang
masalah pertahanan dan persenjataan. Helionetics adalah
perusahaan yang bergerak di bidang hi-tech - teknologi tinggi.
Perusahaan itu sendiri sebenarnya sudah hampir bangkrut pada
masa Carter. Pada saat itulah, ketika nilai sahamnya rendah, Dr.
Teller yang baru saja pensiun sebasai ahli fisika membeli cukup
banyak saham. "Sejak saat itu, saya tidak pernah membeli lagi
atau menjual saham-saham saya di Helionetics," katanya.
Koran Los Angeles Times -- tanpa bantuan Dr. Teller - menyambut
berita New York Times itu dengan mengirim investigative
reporters untuk menyusuri riwayat saham Teller. Ternyata
penemuan Los Angeles Times berbantahan dengan berita New York
Times.
New York Times pun salah menyebut: 70% bisnis Helionetics
merupakan order pemerintah melalui Departemen Pertahanan dan
Energi (perhatikan: di AS masalah energi dimasukkan bidang
pertahanan, bukan pertambangan). Padahal, bisnis Helionetics
hanya 23% tergantung pada order Pemerintah: 13% dari
pegembangan energi dan 10% dari pengembangan sinar laser.
Produk utama Helionetics adalah alat mengubah tenaga DC menjadi
tenaga AC yang terkendali dengan presisi tinggi. Produk inilah
yang menyelamatkan Helionetics dari kebangkrutan. Sedangkan
sinar laser yang dikembangkan Helionetics sama sekali tidak ada
hubungannya dengan senjata nuklir, hal yang dituduhkan New York
Times sebagai unsur yang membuat naiknya nilai saham
Helionetics.
Berita itu tentu saja membuat Teller gusar. Apalagi ia sempat
diinterogasi Gedung Putih. Tetapi, sanggahan yang dikirimnya
ternyata tidak digubris New York Times.
Dr. Teller segera menghadap Accuracy in Media, sebuah biro yang
menangani dampak negatif yang ditimbulkan oleh kekeliruan
pemberitaan. Setelah menyelidiki kebenarannya, juga setelah
mendapat pernyataan resmi Gedung Putih bahwa pidato Reagan tidak
ada hubungannya sama sekali dengan naiknya nilai saham
Helionetics, Accuracy in Media pun meminta New York Times
mengoreksi pemberitaannya. Itu pun tidak diacuhkan.
Akhirnya, Accuracy in Media terpaksa menyediakan anggaran
sebesar US$ 72.531 (lebih dari Rp 70 juta) untuk memasang iklan
di Wall Street Journal. Iklan itu menjelaskan kebenaran kasus
Dr. Teller. Selain menuding New York Times yang tidak cermat
membuat laporan, dan terlalu tinggi hati untuk mengakui
kesalahan, iklan yang ditandatangani Dr. Teler itu juga
mempertanyakan: mengapa New York Times menyiarkan kabar bohong
tentang dirinya justru pada saat rakyat AS sebenarnya lebih
memerlukan berita tentang kebijaksanaan pertahanan dan
persenjataan AS untuk mengimbangi Rusia.
Bahkan Radio Moskow mengutip berita itu dan menyiarkannya
berulang-ulang. "Jelas, saya bukan korban satu-satunya berita
New York Times itu. Tetapi seluruh rakyat Amerika," kata Dr.
Teller.
Benarkah New York Times telah mempergunakan kebebasan persnya
secara tidak bertanggung jawab? Sulit agaknya bagi warga Dunia
Ketiga untuk ikut menghakimi. Terutama karena kebebasan pers di
sana punya unsur berbeda. Di AS tidak diperlukan izin apa pun
dari siapa pun untuk menerbitkan koran.
Benar juga apa yang ditulis Aleksandr Solzhenitsyn: the press
has become the greatest power within Western countries, more
powerful than the legislature, the executive and the judiciary.
One would then like to ask: By what law has it been elected and
to whom is it responsible ?
Di Barat pun sudah diakui, daya pengaruh surat kabar sudah
bergeser dari halaman editorial ke kolom berita. Berita tidak
lagi sekadar berita, tapi telah mengandung opini, bahkan
keberpihakan wartawannya. Adagium news columns belong to the
reader the editorial columns belong to the editor kini sudah
tidak berlaku karena nyatanya everything belongs to the editor.
Redaktur memilih berita yang pantas disajikannya. Berita yang
kurang berkenan di hati redaktur tidak akan lulus.
Yang jelas harus digarisbawahi, kalau kita bicara soal kebebasan
pers, adalah kenyataan bahwa pers adalah human instruments.
Berita tidak merupakan keluaran komputer, tapi ditulis oleh para
wartawan. Sebaik-baiknya niat wartawan, ia tetaplah seorang
manusia yang tidak luput dari bias, distorsi, prasangka, dan . .
. mungkin juga ambisi.
Kebebasan pers haruslah dimulai dari setiap wartawan untuk
membebaskan dirinya dari bias, distorsi, prasangka, dan ambisi.
Kebebasan pers harus diartikan setiap wartawan sebagai tanggung
jawabnya kepada masyarakat. Kebebasan pers tanpa tanggung jawab
sama artinya dengan bemain tenis tanpa garis. Anda boleh memukul
dan terus memukul bola, tidak seorang pun akan menganggap Anda
sedang bermain tenis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini