TUBUH Abdul Rohim, 31 tahun, ditanam sebatas dada. Hari itu, Selasa, 27 Maret 2001, di Kampung Ahuru, Ambon, ratusan mata menjadi saksi eksekusi rajam pertama di negeri ini oleh kelompok Laskar Jihad Ahlussunah Wal Jamaah. Ayah tiga anak itu dipersalahkan menggauli paksa gadis 13 tahun. Anggota Laskar ini mengaku bersalah dan secara ikhlas menerima hukuman had (sebutan untuk rajam)?ia bisa tak menerima hukuman itu jika ia mau. Ia menolak mencabut pengakuan yang bisa membuatnya bebas dari maut. Abdul, di siang terik itu, di antara genangan air mata ratusan sahabat kelompoknya, cuma punya satu permintaan terakhir: mencium tangan Ustad Ja'far Umar Thalib, sang pemimpin. Ja'far mengulurkan tangannya, dan sebentar kemudian ratusan batu mendarat di kepala Abdul keras-keras. Ia wafat.
Peristiwa ini bahkan diekspos luas lewat situs kelompok itu di internet. Pihak Laskar mengaku mengacu pada praktek zaman Nabi Muhammad dan sejumlah khalifah. Mereka pun tahu bahwa yang berhak melakukan rajam adalah pemerintah, sedangkan pemerintah tak menerapkan hukum ini. Lagi pula, seorang pemimpin Laskar, Ayip Syafruddin, menganggap di Ambon terjadi "kekosongan hukum" dan masyarakat muslim sudah berikrar setuju menerapkan hukum itu.
Sampai akhir pekan ini, Ja'far Umar Thalib masih ditahan Kepolisian RI karena melanggar pasal hukum "penganiayaan yang menyebabkan kematian." Majelis Ulama Indonesia minta ia dibebaskan karena tak bersalah.
Bagaimana soal ini harus dilihat?
Jika negeri ini menerapkan Islam sebagai dasar negara sekalipun, rajam tidak serta-merta bisa dilakukan. Selain hal itu tidak tertulis secara eksplisit dalam Alquran, Nabi Muhammad sangat berhati-hati ketika harus menjalankanya. Seorang pemuda Ma'iz, yang mengaku berzina, sampai tiga kali mendatangi Nabi untuk minta "disucikan" dan baru pada kedatangannya yang ketiga Nabi mendengarnya?seperti dikisahkan Mun'im A. Sirry dari IAIN Jakarta. Intinya, ada begitu banyak aspek harus dipertimbangkan, ditelaah substansinya, sebelum dijalankan. Ada begitu banyak pendapat soal ini, misalnya yang mengatakan bahwa rajam itu tradisi masyarakat Timur Tengah, jadi bukan murni hukum Islam?seperti pendapat Luthfi Assyaukanie dari Paramadina.
Kalau setiap kelompok masyarakat boleh menjalankan hukumnya sendiri, itu artinya hukum sudah runtuh di negeri ini. Jika Laskar Jihad boleh menerapkan "hukum Islam" di Ambon, bukankah nanti suku Dayak juga harus diperbolehkan menerapkan ngayao, suku Bugis boleh menjalankan siri?tanpa hukum RI boleh menghukum si penyebab "korban" jatuh?
Justru jika Laskar Jihad, atau kelompok mana pun, ingin menegakkan "hukumnya", bisa saja mereka membantu polisi untuk menyeret si pelaku pemerkosaan?umpamanya dalam kasus Abdul Rohim?agar ia mendapat hukuman setimpal. Bantuan bisa diberikan dalam bentuk menyerahkan si tersangka ke polisi atau mencari saksi-saksi pemerkosaan gadis di bawah umur. Dengan cara begitu, apalagi tersangka mengaku, hukuman di pengadilan RI pasti akan berat, malah mungkin hukuman mati. Dan semua terakomodasi keinginannya. Tujuan Laskar yang ingin anggotanya tak meniru perbuatan bejat itu tercapai, dan hukum RI tetap ditaati.
Seandainya Ja'far Umar berdiri di depan dalam membantu polisi menegakkan hukum di antara anggotanya, ia layak mendapat medali, dan pasti mendapat banyak simpati, bukan malah mendapat bui.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini