Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Legislator Baru Juga Urusan Psikiater

1 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Irmansyah
  • Psikiater FKUI/RSCM

    Psikiater tidak hanya harus menangani calon anggota legislatif gagal yang frustrasi, tapi juga yang sukses terpilih sebagai wakil rakyat. Ahli jiwa wajib proaktif. Bukan memeriksa kesehatan jiwa anggota legislatif baru, para psikiater perlu menjadi partner strategis memperjuangkan perbaikan layanan kesehatan jiwa di Indonesia yang jauh tertinggal dan terabaikan.

    Di zaman modern ini, layanan kesehatan jiwa di Indonesia masih berpusat di rumah sakit jiwa, dengan model pengobatan bersifat kustodial. Pasien dikurung di dalam ruang rawat yang padat, diikat di tempat tidur bila gelisah, serta mengalami berbagai tindak kekerasan fisik dan emosional, juga berbagai pendekatan restriktif yang merendahkan martabat manusia. Di banyak negara, pendekatan restriktif kustodial seperti ini telah lama ditinggalkan, digantikan pendekatan yang komprehensif dan empatik, dengan proses penyembuhan sebisa mungkin dilakukan di tengah masyarakat (community based). Jenis pengobatannya juga beragam.

    Rumah sakit jiwa, yang umumnya berada di ibu kota provinsi, menyulitkan akses pengguna layanan kesehatan jiwa yang tinggal jauh di pelosok. Idealnya, layanan kesehatan jiwa juga tersedia di puskesmas dan rumah sakit kabupaten/kota. Perbaikan kondisi ini sulit dilakukan mengingat rendahnya alokasi anggaran kesehatan jiwa, yang kurang dari satu persen, jauh dari angka ideal 1015 persen dari anggaran kesehatan.

    Masalah besar lain adalah rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan jiwa. Banyak penderita yang tidak dibawa berobat, dibiarkan menggelandang, bahkan terpasung bertahuntahun. Penderita depresi akhirnya bunuh diri tanpa pernah tahu bahwa depresi­nya bisa diobati.

    Penderita yang telah pulih berhadapan dengan sikap diskriminatif masyarakat. Mereka misalnya diberhentikan atau ditolak bekerja karena pernah menderita gangguan jiwa. Mereka bahkan dilecehkan dan disingkirkan dalam kegiatan masyarakat.

    Orang dengan gangguan jiwa adalah salah satu kelompok yang paling rentan mengalami berbagai diskriminasi dan perlakuan salah. Hak dasar mereka sebagai manusia dan warga negara banyak yang diabaikan dan dilanggar. Untuk itu, perlu undangundang khusus buat melindungi dan menjamin terpenuhinya hak penderita untuk mendapatkan akses pengobatan yang terjangkau dan bermutu.

    Indonesia pernah sangat maju dalam upaya perlindungan penderita gangguan jiwa, dengan menjadi negara pertama di Asia yang memiliki UndangUndang Ke­sehatan Jiwa (1966). Sayangnya, undangundang ini dilebur dalam UU Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 dengan materi mengkerut menjadi hanya empat pasal, yang sangat tidak menjamin serta tidak memberikan perlin­dungan dan pengobatan yang bermutu bagi penderita.

    Kompleksitas masalah kesehatan jiwa harus dihadapi dengan melibatkan banyak pihak, termasuk anggota legislatif. Fungsi legislatif sebagai pembuat undangundang, pengawas jalannya pemerintahan, dan penentu anggaran sangat strategis untuk memajukan kesehatan jiwa. Anggota legislatif dapat memprakarsai lahirnya kembali UU Kesehatan Jiwa yang benarbenar memperhatikan masalah kesehatan jiwa.

    Advokasi pada anggota legislatif harus dilakukan terusmenerus dan dimulai sedini mungkin, agar tidak terjadi seperti pengalaman lalu: anggota Komisi IX baru menyadari kondisi buruk layanan kesehatan jiwa pada akhir periode keanggotaan mereka. Saat menerima Perhimpunan Jiwa Sehat—organisasi keluarga dan konsumen layanan kesehatan jiwa—para legislator tergugah dan segera merekomendasikan Menteri Kesehatan meningkatkan anggaran layanan kesehatan jiwa. Sayangnya, rekomendasi yang terjadi di akhir masa jabatan itu mungkin tidak berdampak optimal.

    Wahai psikiater, mendekatlah secara aktif pada para anggota legislatif baru. Bukan untuk memastikan kesehatan mental mereka, melainkan untuk menarik perhatian mereka sedini mungkin pada masalah kesehatan jiwa.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus