Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Liburan Puasa: Pro Dan Kontra

Beberapa pendapat mengenai masalah liburan puasa pada bulan ramadhan untuk anak sekolah ada yang pro dan kontra atas keputusan Menteri P dan K Daoed Joesoef. (kom)

16 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANDANGAN Sdr. Muhammad Lutfi tentang liburan Ramadhan (TEMPO, 26 Mei). Perkenankan kami memberi tanggapan. Menurut renungan kami sementara ini, kebiasaan liburan adalah pengaruh ajaran Kristen dan Yahudi: menurut Alkitab mereka, Tuhan berlibur pada hari ketujuh (Kejadian 2:2). Sedang terhadap kaum Muslimin tidak ada perintah mengadakan bulan atau hiri khusus untuk liburan. Firman-Nya: "Dan katakan: Bekerjalah. Maka Allah akan melihat hasil karya kalian dan (begitupun) rasul-Nya serta kaum beriman" (Al-Bara'ah 185). Hari Jumat juga bukan hari libur, seperti firman-Nya: "Bila shalat (jama'ah Jumat) telah berakhir, bersebarlah di bumi ini mencari rezeki Allah dan carilah kemurahan Allah dan ingatlah akan Allah banyak-banyak, supaya kalian beruntung" (Al-Jum'ah 10). Selain bekerja, menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslimin dan muslimat (hadits Baihaqi, Mishcat 2) dan berlaku sejak buaian sampai liang lahad. Tentang kekhawatiran Sdr. Muhammad Lutfi bahwa anak-anak didik kita akan terlepas dari hidup keagamaan, hal mana juga telah disinyalir Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dalam Fathi Islam, kira-kira seabad lalu. Ini bisa kita atasi bila kita sama-sama menyadari bahwa semua ilmu itu dari dan milik Allah semata. Maka hendaknya ilmu yang kita peroleh makin mempertebal iman kita dan bisa kita abdikan untuk pendekatan diri kepada Tuhan, dengan manifestasi berupa pemanfaatan guna kemaslahatan/peningkatan martabat hidup manusia. IMAM MUSA PROJOSISWOYO Jl. Otto Iskandardinata II, Rt. 003/Rw. 09 No. 7, Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur. Saya kurang setuju bila pada bulan puasa sekolah tetap dibuka. Adik-adik kami yang masih kecil dan sudah sekolah toh ingin juga latihan puasa, walaupun hanya « atau 3/4 hari. Lha kalau di bulan puasa tetap sekolah, bagaimana mereka bisa latihan puasa jika di sekolah melihat teman-temannya -- yang tidak puasa -- pada jajan? Bapak Menteri P&K pernah juga kecil dan pernah punya anak kecil. Jadi saya rasa tahu betapa sulitnya latihan puasa tersebut. Bagaimana adik-adik kami dapat mengerjakan matematika sedang perut menyanyikan keroncong? Dan walaupun sekitar lebaran diliburkan selama 7 hari bagi pelajar atau mahasiswa yang merantau jauh dari orangtua, "keringanan" ini tetap tak ada faedahnya. Apalagi anak orang tak punya -- seperti saya -- bertahun-tahun sudah tak kumpul orang tua, famili maupun kawan-kawan. Bagi mereka yang telah punya pacar di kampung, tapi dengan adanya Keputusan Bapak Menteri buyar semua rencana. Soalnya mau pulang naik kapal laut, belum sampai ke kampung sudah habis masa liburnya. Supaya cepat naik pesawat, lha dapat duit dari mana? Nyopet? Korupsi duit kiriman orang tua? Bapak Menteri, sudilah meninjau kembali keputusan tersebut. EDDY SOESANTO S. Klandasan Ulu, Rt X Sk. 13 No. 23 Balikpapan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus