PANDANGAN Sdr. Muhammad Lutfi tentang liburan Ramadhan (TEMPO,
26 Mei). Perkenankan kami memberi tanggapan.
Menurut renungan kami sementara ini, kebiasaan liburan adalah
pengaruh ajaran Kristen dan Yahudi: menurut Alkitab mereka,
Tuhan berlibur pada hari ketujuh (Kejadian 2:2). Sedang terhadap
kaum Muslimin tidak ada perintah mengadakan bulan atau hiri
khusus untuk liburan. Firman-Nya: "Dan katakan: Bekerjalah. Maka
Allah akan melihat hasil karya kalian dan (begitupun) rasul-Nya
serta kaum beriman" (Al-Bara'ah 185).
Hari Jumat juga bukan hari libur, seperti firman-Nya: "Bila
shalat (jama'ah Jumat) telah berakhir, bersebarlah di bumi ini
mencari rezeki Allah dan carilah kemurahan Allah dan ingatlah
akan Allah banyak-banyak, supaya kalian beruntung" (Al-Jum'ah
10).
Selain bekerja, menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslimin dan muslimat (hadits Baihaqi, Mishcat 2) dan berlaku
sejak buaian sampai liang lahad.
Tentang kekhawatiran Sdr. Muhammad Lutfi bahwa anak-anak didik
kita akan terlepas dari hidup keagamaan, hal mana juga telah
disinyalir Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dalam Fathi Islam,
kira-kira seabad lalu. Ini bisa kita atasi bila kita sama-sama
menyadari bahwa semua ilmu itu dari dan milik Allah semata. Maka
hendaknya ilmu yang kita peroleh makin mempertebal iman kita
dan bisa kita abdikan untuk pendekatan diri kepada Tuhan, dengan
manifestasi berupa pemanfaatan guna kemaslahatan/peningkatan
martabat hidup manusia.
IMAM MUSA PROJOSISWOYO
Jl. Otto Iskandardinata II,
Rt. 003/Rw. 09 No. 7, Bidaracina,
Jatinegara, Jakarta Timur.
Saya kurang setuju bila pada bulan puasa sekolah tetap dibuka.
Adik-adik kami yang masih kecil dan sudah sekolah toh ingin juga
latihan puasa, walaupun hanya « atau 3/4 hari. Lha kalau di
bulan puasa tetap sekolah, bagaimana mereka bisa latihan puasa
jika di sekolah melihat teman-temannya -- yang tidak puasa --
pada jajan?
Bapak Menteri P&K pernah juga kecil dan pernah punya anak kecil.
Jadi saya rasa tahu betapa sulitnya latihan puasa tersebut.
Bagaimana adik-adik kami dapat mengerjakan matematika sedang
perut menyanyikan keroncong?
Dan walaupun sekitar lebaran diliburkan selama 7 hari bagi
pelajar atau mahasiswa yang merantau jauh dari orangtua,
"keringanan" ini tetap tak ada faedahnya. Apalagi anak orang tak
punya -- seperti saya -- bertahun-tahun sudah tak kumpul orang
tua, famili maupun kawan-kawan. Bagi mereka yang telah punya
pacar di kampung, tapi dengan adanya Keputusan Bapak Menteri
buyar semua rencana. Soalnya mau pulang naik kapal laut, belum
sampai ke kampung sudah habis masa liburnya. Supaya cepat naik
pesawat, lha dapat duit dari mana? Nyopet? Korupsi duit kiriman
orang tua?
Bapak Menteri, sudilah meninjau kembali keputusan tersebut.
EDDY SOESANTO S.
Klandasan Ulu, Rt X Sk. 13 No. 23
Balikpapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini