JENDERAL komunis itu tahu ada sesuatu yang longsor dalam hidupnya. "Sungguh menekan perasaan," katanya kepada seorang kenalannya setahun yang lalu, "untuk mendengar bahwa segala yang telah kita perjuangkan selama lebih 50 tahun ternyata salah." Lalu pada bulan Agustus 1991, jenderal komunis itu, Marsekal Fyodorovich Akhromeyev, membunuh diri. "He is a man of honor, integrity, and intelligence," tulis sebuah obituari yang mengenangnya di majalah Time 9 September. Yang menulis adalah temannya: bekas Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat, Admiral William J. Crowe Jr. Bahwa seorang pejabat militer AS bisa berteman dengan seorang pejabat militer Uni Soviet, itu bukti bahwa, jika mau, manusia dari dua kubu yang bermusuhan tetap bisa memilih untuk jadi manusia, bukan sekadar aparat benci dan petugas kecurigaan. Akhromeyev menceritakan kegalauan perasaannya kepada Crowe, dan Crowe menghargai keyakinan Akhromeyev, "seorang komunis, seorang patriot, seorang prajurit." Maka, Crowe mengerti gundah hati perwira tinggi Soviet yang sederhana itu. "Seluruh hidupnya ia habiskan untuk mengabdi tanah air dan partai," tulis Crowe. Namun Akhromeyev dalam pada itu juga tahu, "banyak hal tidak beres pada negerinya." Dan ketika ia tak bisa mempertautkan keyakinannya yang bertentangan itu, dalam menghadapi arus balik yang sedang melanda tanah airnya, Akhromeyev menembak pelipisnya sendiri. Beberapa hari setelah itu, Gorbachev, di depan TV, mengakui komunisme telah gagal. Ah, dia terlambat, mungkin kata orang. Ah, dia plintat-plintut, mungkin kata orang lain. Namun, kecaman seperti itu tampaknya tak melihat apa yang tragis pada gelombang tak terduga yang kini mengempas di Moskow. Tragis, seperti Akhromeyev: selama berpuluh tahun, hidup beribu-ribu manusia terasa berarti, karena berjuang untuk sebuah cita-cita yang begitu indah: sebuah masyarakat tanpa pengisapan. Untuk itu mereka bersedia melakukan apa saja: membunuh, dibunuh, menangkap, ditangkap. Mereka mau menahan hati dan perut yang remuk. Namun, kemudian ketahuan bahwa ide itu tak bisa memperbaiki apa-apa. Bahkan memperburuk kehidupan yang ada. Mikhail Sergeyevich Gorbachev lahir di tahun 1931 di wilayah orang Kossak di tenggara Rusia. Dalam sejarahnya, orang Kossak tak pernah jadi hamba. Namun, Desa Privolnoye kasar dan miskin. Harapan baru timbul ketika kaum Bolsyewik berkuasa, dan mencoba mengatasi kemiskinan dengan keras: Stalin membunuhi petani kaya lalu membuat tanah pertanian jadi milik kolektif. Kakek Gorbachev, Gopkolo, bukan saja pendukung kolektivisasi. Ia ketua pertama pertanian kolektif di desa itu. Namun, hidup Gopkolo tak hanya di situ. Pada suatu hari si kakek ditangkap oleh aparat Stalin. Pak tua itu selama 14 bulan diinterogasi hingga mengaku melakukan hal yang sebetulnya tak pernah dilakukannya. Ketika ia kembali dari tahanan, rumahnya di Privolnoye jadi "rumah wabah": karena Kakek Gopkolo adalah "musuh rakyat", tak lagi ada teman dan sanak keluarga yang berkunjung, takut kalau dituduh tak-bersih-lingkungan. Gorbachev dengan demikian tahu, bagaimana komunisme memang bisa mengubah nasib -- tak selamanya baik, tapi tak selamanya buruk. Ia sendiri memulai kariernya sebagai orang yang mengurusi organisasi pemuda komunis. Di jenjang kekuasaan puncak, ia dibantu Andropov, orang No.1 KGB. Namun, ia toh tahu ada sesuatu yang bisa mengerikan dalam kekuasaan yang tega menghabisi Kakek Gopkolo yang berjasa dan tanpa dosa. Gorbachev, dengan kata lain, adalah sosok yang mendua dalam memandang komunisme, seperti umumnya orang sezamannya. Pada akhir 1990 ia mengatakan ia tak bisa sepenuhnya menampik masa lalu. "Saya tak bisa menampik kakek saya dan apa yang telah ia lakukan," katanya. Ia akan tetap menghormati "kenangan tentang mereka yang telah memberikan segalanya ... untuk negeri dan tanah air." Namun, ia juga tahu bahwa masa lalu harus ditinggalkan, dalam "sebuah proses yang pedih". Itulah yang tragis di Uni Soviet kini. Bahwa tak semua orang bunuh diri, malah aktif mengubah apa yang salah dalam pikiran mereka sendiri, itu menunjukkan bahwa dalam tragedi selalu ada kisah kepahlawanan. Boris Yeltsin sendiri bicara tentang orang yang terkadang dikecamnya ini: Gorbachev sebenarnya bisa berlaku seperti pemimpin Uni Soviet sebelum dia: "Ia sebenarnya bisa merias dirinya dengan bintang dan medali rakyat akan menyanyikan lagu puja untuknya, yang memang selalu enak. Namun, Gorbachev memilih jalan yang lain. Ia mulai memanjat sebuah gunung yang bahkan pucuknya pun tak tampak." Goenawan Mohamad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini