Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi harus mengusut tuntas skandal pengaturan laga di Liga Indonesia. Ini penyakit akut dan kronis sepak bola kita. Selama hasil pertandingan bisa diatur, sulit berharap sepak bola Indonesia maju.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejauh ini, Satuan Tugas Anti-Mafia Sepak Bola Kepolisian RI telah menahan empat tersangka, yang menjanjikan klub di Liga 3 bisa dipromosikan ke Liga 2. Kita mengapresiasi gerak polisi. Tapi Satuan Tugas baru mengungkap satu keping puzzle praktik pengaturan laga yang terjadi di kompetisi terbawah Liga Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemaparan blak-blakan sejumlah pengurus klub-di antaranya Manajer Persekam Metro FC, Bambang Suryo-bahwa praktik tersebut juga terjadi di kompetisi Liga 1 dan Liga 2 harus menjadi pintu masuk untuk membongkar skandal memalukan ini lebih jauh. Sepak bola harus dibersihkan dari "mafia" yang mengatur laga untuk mencegah sebuah tim terdegradasi atau dipromosikan ke liga di atasnya, hingga meraup untung dari bursa taruhan.
Borok ini sebenarnya sudah lama diketahui. Pada 2015, sejumlah pelatih dan manajer kesebelasan lokal memberi kesaksian bagaimana sebuah laga diatur. Bambang Suryo, yang mengaku sebagai salah seorang pelaku tersebut, bahkan mengatakan pengaturan skor berlangsung sejak 19 tahun silam. Tak hanya hasil pertandingan liga yang dipermainkan, tapi juga tim nasional Indonesia.
Momentum bersih-bersih itu lewat begitu saja. Tak ada upaya lebih lanjut dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan penegak hukum untuk membongkarnya. Walhasil, praktik lancung tersebut merajalela hingga sekarang. Pembiaran dari PSSI bisa menimbulkan kesan bahwa pengurusnya diduga terlibat-sebagaimana Johar Lin Eng, anggota Komite Eksekutif PSSI, satu dari empat tersangka yang ditangkap Satgas Mafia Bola.
Kini saatnya PSSI bersungguh-sungguh menyelenggarakan pertandingan yang sportif. Selain bersih-bersih ke dalam dengan memecat pengurus bermasalah, termasuk para wasit kotor di bawah Komite Wasit PSSI, badan sepak bola ini harus mau membuka boroknya sendiri. PSSI harus proaktif bekerja sama dengan polisi untuk membongkar nama-nama besar, yang mungkin pernah menjadi pengurus lembaga itu.
Perlu terobosan dalam penegakan hukum untuk mencegah pengaturan laga terus berulang. Polisi jangan hanya mengandalkan pasal penipuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, seperti yang digunakan untuk menjerat empat tersangka yang sudah ditahan. Pasal ini hanya berlaku untuk penipuan dengan modus mengiming-imingi hasil pertandingan.
Penyidik bisa menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Suap, yang jarang dipakai penegak hukum untuk mengungkap suap dari pihak swasta ke swasta. Pengurus PSSI, ofisial tim, pemain, wasit, atau siapa pun, bisa diringkus dengan undang-undang ini jika mereka menerima sogokan untuk mengatur hasil pertandingan.
Demi sportivitas dan kemajuan sepak bola Indonesia, pemberantasan mafia bola tak boleh pandang bulu.