Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NIAT pemerintah menuntut pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ke pengadilan semestinya tak perlu menimbulkan pro dan kontra berkepanjangan. Dalam negara demokrasi, membungkam aliran pemikiran berbeda memang seharusnya dihindari. Meski demikian, ketika pemikiran itu berupa upaya mengganti dasar negara, langkah strategis harus diambil.
Bahkan sesungguhnya langkah pembubaran saja tidak cukup. Basis massa HTI telanjur mengakar. Pola rekrutmen berbasis ideologi dan sistematis membuat kelompok ini menarik banyak pengikut. Mereka tak hanya mampu mempesona kalangan arus bawah, tapi juga menarik kelompok menengah dan atas.
Simpati kepada HTI semakin subur saat isu antikomunis menguat, terutama sejak pemilihan kepala daerah berlangsung di berbagai daerah. Isu komunis untuk menghantam lawan politik di pilkada ini berkembang menjadi isu nasional. HTI mendulang dukungan karena dianggap sebagai paham utama pembendung komunisme. Di beberapa daerah, aparat keamanan bahkan menggandeng HTI untuk melawan apa yang didengung-dengungkan sebagai "bangkitnya komunisme".
Tak aneh bila HTI dapat menyusup cepat ke berbagai kalangan, termasuk perguruan tinggi, basis utama anggotanya. Tak hanya di kampus, simpatisan HTI juga tersebar di berbagai lembaga pemerintahan.Beredarnya video seorang bekas menteri sekaligus komisaris bank BUMN yang terang-terangan mendukung HTI dan negara khilafah merupakan salah satu bukti kuatnya pengaruh organisasi ini.
Gagasan bangkitnya kepemimpinan Islam sejagat yang dipimpin seorang khalifah merupakan dagangan utama HTI. Dalam berbagai kesempatan, mereka menyatakan sistem khilafah bisa menyelesaikan segala masalah: dekadensi moral, kemiskinan, kredit macet perbankan, buruknya transportasi kota, dan lain-lain. Satu resep untuk segala penyakit: ilusi yang sayangnya dipercaya banyak orang. Demokrasi tidak mereka butuhkan meski untuk mencapai negara khilafah mereka menggunakan mekanisme demokrasi: berserikat dan berkumpul serta berdemonstrasi untuk menyampaikan pesan kepada publik.
Meski demikian, rencana pemerintah membubarkan HTI hendaknya dilakukan dengan cara demokratis. Jika kelak pengadilan mengabulkan pembubaran itu, langkah lanjutan harus segera diambil. Salah satunya mengajak organisasi Islam besar-seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah-kembali menegaskan kepada konstituennya bahwa dasar negara Pancasila merupakan pilihan terbaik bagi negara bineka seperti Indonesia.Wacana tentang Pancasila sebagai dasar negara harus terus disuarakan.
Negara wajib menjaga hak publik untuk merdeka dalam berserikat dan berkumpul. Tapi, manakala hak itu digunakan oleh suatu organisasi untuk memberangus kebebasan, langkah tegas harus diambil. Kebebasan, bagaimanapun, tetap memiliki batas, yakni komitmen semua pihak untuk menjaga demokrasi dan kebebasan itu sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo