Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
BUMN wajib meningkatkan penerapan tata kelola (good corporate governance/GCG).
GCG tersebut harus diterjemahkan dalam setiap langkah bisnis, termasuk dalam pemilihan komisaris.
Komisaris dan direksi BUMN sudah semestinya bukan dari partai politik.
BADAN usaha milik negara menjadi buah bibir ketika pos-pos direksi dan komisarisnya diduduki mereka yang dianggap berjasa kepada Prabowo Subianto untuk menjadi presiden terpilih. Kinerja perusahaan pelat merah pun disorot.
Pemerintah mengklaim kinerja BUMN melejit. Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan BUMN berhasil merampungkan 92 persen proyek strategis nasional. Penerimaan BUMN melonjak dari Rp 1.930 triliun pada 2020 menjadi Rp 2.933 triliun pada 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laba bersih pun naik 2.415 persen dari Rp 13 triliun pada 2020 menjadi Rp 327 triliun pada 2023. Asetnya meningkat dari Rp 8.312 triliun pada 2020 menjadi Rp 10.402 triliun pada 2023. Namun tantangan BUMN bakal lebih tinggi mengingat penebalan ketidakstabilan ekonomi global. Lantas, apa saja faktor kunci keberhasilan bagi BUMN dalam menghadapi tantangan itu?
Pertama, BUMN wajib meningkatkan penerapan tata kelola (good corporate governance). Tata kelola ini meliputi transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, kemandirian, dan kewajaran. Penerapan tata kelola yang baik bertujuan agar BUMN memperoleh kepercayaan dari pemangku kepentingan, mempunyai kinerja unggul, memperoleh keuntungan, dan tumbuh secara berkesinambungan (sustainable growth).
Pertumbuhan merupakan indikator bahwa BUMN memiliki spirit untuk terus berkembang dan berbuah berupa dividen. Bagaimana setoran dividen BUMN kepada kas negara? Sepanjang 2023, BUMN menyetor dividen Rp 82,06 triliun atau mencapai 100,64 persen dari target sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023 sebesar Rp 81,45 triliun. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di level 5 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdapat sepuluh BUMN besar yang mampu menyetor dividen kepada negara pada 2023. BRI menduduki peringkat teratas dengan menyetor dividen terbesar Rp 23,23 triliun. Lalu MIND ID menyusul Rp 18,6 triliun, Pertamina Rp 14,03 triliun, Bank Mandiri Rp 12,85 triliun, dan Telkom Rp 8,65 triliun.
Posisi 6-10 ditempati Pupuk Indonesia dengan dividen sebesar Rp 5,05 triliun, BNI Rp 4,39 triliun, PLN Rp 2,19 triliun, Pelindo Rp 1,38 triliun, dan Semen Indonesia Rp 0,85 triliun (CNBC Indonesia, 16 Juli 2024).
Tapi harap dicatat bahwa BUMN juga sering menerima kucuran penyertaan modal negara (PMN). Total dividen yang disetor BUMN ke kas negara mencapai Rp 300 triliun pada periode 2019-2023. Sedangkan nilai total PMN yang disuntik dari kas negara kepada BUMN mencapai Rp 225,3 triliun pada periode yang sama.
Melihat data di atas, terdapat surplus antara jumlah dividen yang disetor BUMN ke kas negara dan PMN yang diterima selama lima tahun terakhir. Fakta yang menggembirakan.
Meski begitu, perlu diingat juga bahwa good corporate governance tersebut harus diterjemahkan dalam setiap langkah bisnis. Salah satu contoh konkretnya adalah menetapkan kriteria direksi dan komisaris BUMN dengan jelas dan tegas, bukan abu-abu.
Selama ini masyarakat tidak mengetahui kriteria penetapan komisaris dan direksi BUMN. Menurut publikasi Kepemilikan dan Tata Kelola BUMN: Ringkasan Praktek Nasional (Ownership and Governance of State-Owned Enterprises: Compendium of National Practices, OECD, 2018), sekitar separuh dari 23 negara yang ikut dalam penelitian melaporkan bahwa mereka memiliki kriteria kualifikasi minimum untuk menetapkan anggota komisaris dan direksi.
Mengenai hal itu, kriteria direksi dan komisaris BUMN hendaknya terdiri atas orang yang profesional dan memiliki integritas tinggi, kompetensi tinggi, serta pengalaman dalam bidangnya. Posisi itu bukan diberikan kepada orang-orang yang dianggap berjasa kepada politikus.
Bukan hanya itu. Direksi dan komisaris BUMN sudah semestinya bukan dari partai politik. Mengapa? Lantaran BUMN berperan penting dalam menyelenggarakan perekonomian untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya partai politik tertentu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 mengenai BUMN, maksud dan tujuan BUMN adalah (1) memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya, (2) mengejar keuntungan, (3) menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyedia barang dan jasa yang bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
Selain itu, BUMN memiliki tujuan (4) menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan sektor swasta dan koperasi serta (5) turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Merujuk pada tujuan kelima, hal itu berarti BUMN wajib pula mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal ini merupakan tugas penting karena UMKM mampu menyerap 119,56 juta tenaga kerja (96,92 persen) pada 2019. Usaha mikro mampu menyerap 109,84 juta tenaga kerja (89,04 persen), usaha kecil 5,93 juta tenaga kerja (4,81 persen), dan usaha menengah 3,79 juta tenaga kerja (3,07 persen). Usaha besar “hanya” menyerap 3,81 juta tenaga kerja (3,08 persen).
Melalui Bank Mandiri, BRI, BNI dan BTN, Kementerian BUMN dapat mendorong UMKM untuk go digital dan go international. Walhasil, UMKM dapat naik kelas dan menjadi eksportir ulung. Untuk itu, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen per 2025 hendaknya ditiadakan bagi UMKM.
Untuk mewujudkan tujuan kelima itu, Kementerian BUMN dapat membantu Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dalam mengembangkan koperasi. Misalnya, meningkatkan modal dan kinerja koperasi.
Hal ini diharapkan dapat mencegah kasus koperasi, seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Cipaganti (kerugian Rp 3,2 triliun, 2014), KSP Pandawa Mandiri Group (kerugian Rp 2 triliun, 2017), dan KSP Indosurya (kerugian Rp 16 triliun, 2023). Anggota koperasi bukan untung, justru buntung!
BUMN wajib pula mencegah rangkap jabatan komisaris. Apakah komisaris sejenis itu mampu bekerja profesional? Sebab, komisaris juga berfungsi sebagai pengawas bagi direksi. Berbekal aneka faktor kunci keberhasilan seperti itu, BUMN bakal kian sehat dan gemerincing!
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.