Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Memukul istri

Di indonesia jumlah istri dipukul suami belum jelas. tapi di amerika korban berkisar 10-50%. pendapat para ahli tentang tipe wanita yang cenderung dipukul suami tipe suami dan tipe istri yang tetap bertahan.

21 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KITA tidak mempunyai gambaran yang jelas berapa banyaknya istri di Indonesia yang pernah, kadang-kadang, atau sering dipukul atau dianiaya oleh suami mereka. Dan juga tidak diketahui bagaimana ciri-ciri dari para suami yang cenderung memukul istri. Apakah kebanyakan dari mereka penganggur peminum alkohol, penjudi, atau pencemburu, atau gabungan dari ciri-ciri itu? Barangkali, belum tentu juga. Tidak mustahil suami yang kelihatannya baik-baik, terpelajar, sopan, canggih, dan beriman juga punya bakat untuk memukul istri. Ketika saya obrolkan hal tersebut dengan salah seorang rekan dia nyeletuk bahwa pada zaman Oliver Cromwell (abad ke-17) di Inggris ada pengumuman yang bunyinya sebagai berikut: "Dilarang memukul istri sesudah pukul 10.00 malam." Soalnya, supaya tetangga tidak terganggu. Memang, sampai bagian kedua abad ke-19, seorang istri, sesuai dengan hukum pada zaman itu, harus tetap bersama suam walaupun dia diperlakukan secara keji. Kalau dia minggat, suami berhak untuk menariknya kembali, dan kalau perlu, menguncinya supaya tidak melarikan diri. Itu disebutkan dalam buku Jean Renvoice: Web of Violence: A Study of Female Violence, 1978. Walaupun kita tidak mempunyai angka-angka mengenai frekuensinya, yang jelas, pemukulan terhadap istri ditampilkan dengan baik sekali dalam sebuah lagu Indonesia yang ngetop pada 1988, yakni Hati Yang Luka. Lagu ciptaan Obbie Messakh ini dibawakan dengan cemerlang oleh Betharia Sonata, kemudian dibawakan pula oleh penyanyi-penyanyi tenar lainnya, termasuk Hetty Koes Endang. Lihatlah tanda merah di pipi bekas gambar tanganmu. Sering kau lakukan bila kau marah Walau kadang sakit Samakah aku bagai burung di sana yang dijual orang hingga sesukamu kau lakukan itu kau sakiti aku Lalu, istri yang hatinya terluka ini sudah rela untuk dipulangkan suami kepada ibunya atau ayahnya. Hatinya sudah tabah menahan duka. Seperti diketahui, lagu tersebut terperosok ke dalam kategori lagu cengeng (yang tidak jelas definisinya itu), yang perlu dienyahkan karena akan melumpuhkan semangat pendengarnya. Seorang asing, Philip Yampolsky, menganalisa riwayat lagu itu dengan jitu dalam majalah Indonesia (terbitan Cornell), nomor April 1989, dengan judul Hati Yang Luka, an Indonesian Hit. Dilagukan atau tidak, kisah-kisah pemukulan istri merupakan bagian dari bangsa kita dan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Duduk soalnya belum jelas dan kita juga tidak berbuat apa-apa untuk menguranginya. Ceramah dan seminar tentang peranan wanita menjamur, apalagi pada bulan April seperti saat ini, tetapi masih jarang yang mau menceramahkan persoalan istri yang dianiaya. Begitu juga penelitian mengenai peranan wanita menjamur tetapi, sampai demikian jauh, belum menonjol minat untuk meneliti istri yang dipukuli di Indonesia. Kita gemar mengutik-utik persoalan peran ganda wanita, persoalan wanita karier, citra diri wanita dan sejenisnya, tetapi persoalan istri yang dianiaya, yang menjadi objek kesewenangan suami, belum mendapat perhatian yang layak. Untunglah, berbagai penelitian sudah dilakukan di negeri lain. Di dalam buku R. Langley dan R.C. Levy berjudul Memukul Istri: Kejahatan yang Tidak Dihukum (Penerbit Cakrawala Cinta, 1987), antara lain disebutkan sebagai berikut: "Kejadian pemukulan terhadap istri sudah begitu mendasar dalam masyarakat Amerika, sehingga sering kali tidak lagi dirasakan. Ia sudah dianggap umum, sehingga tidak dianggap perlu untuk melaporkan kejadian ini untuk dikumpulkan data-datanya." Taksiran jumlah istri yang menjadi korban berkisar antara 10 dan 50 persen dengan tingkat kekejaman yang bervariasi. Keluarga menjadi tempat yang penting di mana terjadi serentetan kekerasan, mulai dari penamparan sampai penganiayaan dan pembunuhan. Menurut Langley dan Levy di dalam bukunya itu, terdapat suatu norma tak resmi yang menjadikan surat pernikahan sekaligus sebagai surat izin pemukulan. Di Amerika Serikat, kejadian ini malah sering mengakibatkan kematian polisi. Menurut FBI, lebih banyak petugas polisi meninggal ketika mereka bertugas menengahi insiden keluarga daripada meninggal karena tugas-tugas lain. Lalu, apakah ada tipe wanita tertentu yang cenderung mendapat pukulan dari suaminya? Konon, istri yang agresif, efisien, kelaki-lakian, dan bersifat masochist (puas menderita), cenderung menjadi sasaran kekerasan suami. Ada ahli yang berpendapat bahwa para pemukul istri tersebul dapat digolongkan ke dalam empat kategori, yakni (1) pemabuk, (2) kurang waras, (3) sakit jiwa dan labil, (4) pengacau, (5) ultra-jantan. Berdasarkan hasil penelitian, ada ahli lainnya yang mengategorikan suami pemukul istri atas tipe-tipe berikut, yakni (1) Kurang mandiri dan pasif, (2) Kurang mandiri dan curiga, (3) Keras dan pengacau, (4) Dominan, menguasai, (5) Stabil dan setia. Namun, diakui bahwa istri yang menjadi korban tersebut tidak terbatas pada istri-istri dengan status sosial ekonomi lemah. Malah para istri dokter, pengacara, profesor, bahkan istri pendeta juga menjadi korban kekejaman suami. Di dalam situasi yang demikian, mengapa istri tetap bertahan dan tidak meninggalkan suami? Ada ahli yang mengajukan tujuh faktor, yaitu (1) Citra diri yang rendah, (2) Percaya suatu saat suami akan berubah, (3) Kesulitan ekonomi, (4) Kebutuhan anak-anak akan dukungan ekonomi dari ayah mereka, (5) Ragu apakah mereka dapat hidup sendiri, (6) Merasa perceraian sangat memalukan, (7) Sulit mendapatkan pekerjaan bagi wanita yang sudah mempunyai anak. Mudah-mudahan situasi pemukulan dan penganiayaan terhadap istri di Indonesia tidak seredup yang dilukiskan di atas. Bukankah kita orang Timur berperasaan halus dan penuh dengan tepa slira? Namun, sayangnya, bangsa kita juga mempunyai warga negara yang terdidik, yang memotong-motong istrinya atas tujuh bagian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus