Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa resep sukses menangkap seorang mantan kepala negara? Gampang. Pertama, siapkan seorang hakim yang ambisius dan suka publisitas, sebutlah namanya Hakim A. Dia adalah warga negara X di Eropa, dan bekerja sebagai hakim di negara itu. Lalu harus dicari seorang warga negara X yang punya kerabat yang menjadi korban tindak kekerasan pemerintah negara Y. Beberapa LSM kemudian menuntun warga negara itu dalam cara-cara menggugat di pengadilan negara X, tempat hakim tadi bertugas.
Ramuan ini kemudian ”digongseng” pelan-pelan. Apinya kecil saja, toh bisa menyala lama sekali karena dikipasi kehausan menagih keadilan. Hakim A kemudian menghadang para pemimpin militer atau pejabat tinggi negara Y dengan meminta bantuan rahasia dari Interpol. Begitu pejabat tinggi atau seorang jenderal datang ke negara tetangga, Interpol langsung mengeluarkan borgol dan menahannya.
Resep ini bisa digunakan oleh siapa pun, dari negeri mana pun, kapan pun. Nama-nama dalam resep setiap saat bisa diubah. Hakim A dari negara X dapat menjabat sebagai hakim di pengadilan negeri Lisabon, Portugal. Yang mengajukan perkara bisa orang Timor Timur yang berkewarganegaraan Portugal, bisa juga warga negara Portugal asal Tim-Tim. Kemudian warga Portugal itu punya keluarga yang menjadi korban kekerasan militer atau kekerasan ”milisi prointegrasi” di Tim-Tim selama pendudukan Indonesia.
Semua tuntutan akan didasarkan atas kesaksian atau testimoni. Para saksi akan menyebut nama jenderal ini dan jenderal itu. Hakim pengadilan Lisabon lalu minta tolong kepada Interpol agar menahan para perwira militer yang tertera dalam daftar si hakim, kalau mereka berkunjung ke suatu negara yang punya perjanjian ekstradisi dengan negara Uni Eropa.
Akhirnya, negara yang diminta mengekstradisi perwira militer atau pejabat tinggi pemerintah harus lebih dulu meneliti apakah tuduhan dapat dikategorikan sebagai ”kejahatan ekstradisi”, yaitu kejahatan yang menurut ketentuan undang-undang merupakan alasan untuk dimulainya proses ekstradisi. Dalam kasus Augusto Pinochet, proses dihentikan sebelum klimaks. Kesehatan sang serdadu tua memburuk, dan itulah yang menyelamatkannya.
’Superhakim’ Garzon
Baltasar Garzon disebut oleh BBC News Online Network sebagai ”superhakim” yang matanya jeli mengejar headline. Hakim Spanyol itu dikenal pekerja keras, berintegritas tinggi, dan tahan suap. Dia anggota Partai Sosialis, tapi pernah menjebloskan menteri dalam negeri asal partainya ke penjara. Dia menindak anggota pasukan pembunuh yang memburu gerilyawan di daerah Basque pada awal 1980-an.
BBC News melaporkan bahwa hakim berusia 42 itu dinilai terlalu haus publisitas. Itu dilakukannya dengan melempar jaring perkaranya jauh melampaui batas negerinya. Puluhan anggota rezim militer Argentina dikirimi panggilan untuk menghadap pengadilannya guna diperiksa atas tuduhan pembunuhan pada 1970-an dan 1980-an. Puncak publisitasnya tercapai ketika ia hampir berhasil mengejar Jenderal Augusto Pinochet, mantan kepala negara yang dalam hukum internasional dianggap memiliki kekebalan yang sekarang pun masih dinikmatinya sebagai anggota senat seumur hidup.
Hukum Spanyol
Baltasar Garzon menghadapi kesulitan memerkarakan militer Argentina dan Cile atas tuduhan melakukan kejahatan yang antara lain mengakibatkan hilangnya sejumlah warga negara Spanyol. Pemerintah kedua negara Amerika Latin itu menolak kerja sama dengan pengadilan Hakim Garzon, dengan alasan para tertuduh sudah diadili, kemudian dimaafkan dan diberi amnesti, dan karena itu tidak bisa diadili lagi. Para jaksa Spanyol menyetujui pendapat ini.
Hambatan itu hanya bisa didobrak bila para pelaku dan mereka yang bertanggung jawab dapat dituntut atas tuduhan genosida dan terorisme. Kejahatan semacam ini tidak akan kedaluwarsa dan pelakunya bisa diburu lintas-batas negara di seluruh dunia. Maka, Garzon mengubah definisi hukum internasional tentang genosida dan memperluas alasan pertimbangan pembasmian dengan menambahkan satu dasar lagi.
Pada 10 Oktober 1997, Superhakim Garzon mengeluarkan dekrit yang mengubah bukan hanya undang-undang pidana Spanyol, tapi juga Konvensi 1948 tentang Genosida. Sementara undang-undang Spanyol dan konvensi itu mendefinisikan genosida sebagai ”tindakan yang bertujuan menghancurkan sebagian atau seluruh golongan nasional, etnis, rasial, atau agama. . .”, Garzon menambahkan satu lagi kategori, yaitu ”golongan politik”. Lebih dari 3.000 orang mati atau hilang selama rezim militer Pinochet berkuasa, 1973-1990.
Hukum Inggris
Augusto Pinochet berumur 82. Punggungnya selalu nyeri. Sudah beberapa kali ia ke Inggris untuk berobat. Pada September 1998 ia kembali ke Inggris untuk operasi kecil di bagian bawah tulang punggungnya. Pada pertengahan Oktober 1998, ketika ia sedang berbaring di rumah sakit seusai pembedahan, polisi berkunjung dan berbisik: Tuan Pinochet sekarang berstatus tahanan atas permintaan pengadilan di Spanyol. Bisikan ini mengejutkan dunia. Bagaimana seorang mantan kepala negara, yang notabene senator seumur hidup dan karenanya menikmati kekebalan diplomatik, bisa ditahan di negara lain?
Sejarah belum pernah mencatat hal seperti ini. Itu sebabnya pada akhir Oktober 1998 Ketua Majelis Tinggi Inggris, Lord Chief Justice Bingham, dan dua hakim tinggi pendampingnya meradang. ”Seorang mantan kepala negara,” kata mereka, ”jelas berhak atas imunitas sehubungan dengan tindak kejahatan yang dilakukan dalam rangka peran kenegaraannya”.
Sebulan kemudian para hakim tinggi, dengan mayoritas tipis 3:2, berbalik dan menyatakan bahwa fungsi kenegaraan tidak mencakup kejahatan terhadap kemanusiaan seperti genosida, penyiksaan, atau penculikan. Salah seorang hakim tinggi, Lord Steyn, bahkan menertawakan putusan Lord Bingham. ”Kalau memang sulit ditarik garis pemisah, tentunya menyiksa orang termasuk dalam fungsi resmi seorang kepala negara,” ujarnya. ”Implikasinya, ’solusi terakhir’ Hitler, yaitu rencana membasmi orang Yahudi dari permukaan bumi, adalah sah belaka.” Lord Hoffman dan Lord Nicholls mendukung pendapat Lord Steyn.
’Affair Hoffman’
Para wartawan yang meliput sidang-sidang dramatis itu agak heran mengapa Lord Hoffman sekadar mendukung Lord Steyn, dan tidak menyatakan pendapatnya secara tertulis seperti para hakim tinggi lainnya. Teka-teki ini terjawab beberapa hari kemudian.
Tim pengacara Jenderal Pinochet bekerja siang-malam dan akhirnya menemukan hal yang dirahasiakan. Lord Hoffman terbukti adalah ketua dan direktur Amnesty International Charity Limited, suatu badan pengumpul dana yang terkait erat dengan organisasi hak asasi Amnesty International. Pada keadaan normal kaitan semacam ini sah saja, tapi dalam kasus ini ada aspek yang abnormal: Amnesty International telah diizinkan untuk turut dalam dengar-pendapat di depan Lord Hoffman dan empat hakim tinggi lainnya.
BBC News menganggap bahwa tidak biasanya para advokat organisasi hak asasi itu diizinkan memberi pandangan mereka di depan House of Lords. Memang tak ada pendapat bahwa Lord Hoffman secara nyata anti-Jenderal Pinochet, tapi Lord Goff berkata bahwa Lord Hoffman berkepentingan dalam hasil akhir proses Pinochet. Lord Hope bahkan mengecam lebih keras. ”Pada dasarnya dia bertindak sebagai hakim untuk kepentingannya sendiri!” katanya.
Lord Hutton mengeluarkan pernyataan. ”Kepercayaan umum pada integritas pelaksanaan pengadilan akan guncang kalau putusan ini dibiarkan berlaku terus,” katanya. Putusan Steyn, Hoffman, dan Nicholls pun dibatalkan, dan sidang Pinochet dibuka kembali. BBC News menilai, affair Hoffman tentu sangat merugikan reputasi internasional pengadilan Inggris. Lagipula, Lord Hoffman tidak pernah memberi penjelasan dan tak pernah minta maaf.
Preseden Baru
Pada ronde ketiga para pengacara Pinochet yang cemerlang itu berhasil mencetak sukses gemilang. Para hakim tinggi memutuskan bahwa Jenderal Augusto Pinochet hanya dapat diekstradisi berdasar tuduhan penyiksaan setelah 8 Desember 1988. Mengapa? Karena baru pada tanggal itulah Inggris meratifikasi Perjanjian Internasional Antipenyiksaan, dan sejak tanggal itu pula perbuatan penyiksaan, dilakukan di mana pun di dunia, merupakan tindak kejahatan di Inggris.
Karena Pinochet menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintahan sipil Cile pada 1990, tidak banyaklah dosanya di muka hukum Inggris. Namun, ditinjau dari praktek hukum internasional, telah tercetak suatu preseden baru yang amat penting: Seorang mantan kepala negara, seorang pejabat yang masih menjabat pun, tak lagi dapat menikmati imunitas secara absolut. Kali ini para hakim tinggi memutus, dengan mayoritas mutlak 6:1, bahwa seorang bekas kepala negara tidak bisa lolos dari tanggung jawab atas suatu perbuatan kejahatan internasional; dan ”penyiksaan” adalah suatu kejahatan internasional, di mana pun ini dilakukan.
Akhirnya Pinochet lolos juga, tapi bukan berdasar pertimbangan hukum House of Lords, melainkan alasan kemanusiaan. Jenderal itu sudah tua, sakit-sakitan, dan baru saja terserang dua stroke. Ia dibolehkan pulang. Di Madrid, seorang hakim yang dianggap kalah dalam kasus ini tersenyum lebar. Ia telah mencetak sejarah. Dengan putusan para lord hukum ini, para mantan diktator, bekas perwira penyiksa, dan penculik tak bisa lagi tenang-tenang berkunjung ke luar negeri.
Mereka boleh dibisiki, ”Hati-hati, lo, ada seribu ’Hakim Garzon’ mengintai….”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo