Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Penyakit mulut dan kuku hewan ternak menyerang sejumlah wilayah di Pulau Jawa.
Pemerintah harus memastikan hanya negara yang bebas penyakit mulut dan kuku yang boleh jadi pemasok.
Ketentuan importasi ternak dan produk ternak perlu dikaji kembali.
PEMERINTAH mesti bertindak cepat setelah ditemukan penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak menjelang hari raya kurban. Upaya ini mendesak, karena lebih dari 1.200 sapi di beberapa kabupaten di Jawa Timur terjangkit penyakit menular tersebut hanya dalam waktu kurang dari dua pekan setelah kasus pertama pada 28 April 2022.
Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah menutup pintu lalu lintas ternak di wilayah yang terdeteksi berjangkit virus PMK. Kebijakan lockdown itu harus dibarengi dengan pengawasan ekstraketat terhadap daerah-daerah yang biasa dilewati atau menjadi jalur perdagangan hewan ruminansia--seperti sapi, kerbau, kambing, domba, juga babi. Bahkan, bila perlu, pemerintah bisa mengisolasi provinsi terjangkit, mengingat area penyebaran yang semakin luas.
Virus PMK memiliki daya tular yang sangat cepat. Inilah yang membuat banyak negara penghasil hewan ternak sangat takut terhadap wabah ini. Meski para ahli kesehatan menyatakan penyakit ini tidak berbahaya bagi manusia, dampaknya terhadap kerugian ekonomi terbilang besar. Bukan cuma sektor peternakan yang bakal terguncang, tapi juga industri turunannya. Misalnya, makanan dan minuman yang berbahan baku produk ternak ruminansia akan dilarang masuk oleh negara-negara tujuan ekspor.
Terjadinya penularan PMK menjadi bukti kegagalan pemerintah dalam mengatur dan mengawasi komoditas hewan ternak impor. Sebab, sebenarnya tak ada lagi laporan kasus PMK sejak 1986-an di Tanah Air. Empat tahun kemudian, organisasi kesehatan hewan dunia (Office International des Pizooties/OIE) menyatakan Indonesia bebas PMK. Namun keberhasilan itu bubar jalan, seiring dengan terbitnya sejumlah kebijakan yang amburadul.
Misalnya, aturan importasi ternak belakangan dikendurkan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014, sebagai revisi atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Diikuti kemudian dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan.
Regulasi baru itu mengizinkan masuknya daging atau ternak dari zona tertentu yang tidak terjangkit PMK meski negara tersebut belum bebas PMK. Konsep ini dikenal dengan istilah zone based. Sebelumnya, pemerintah menerapkan ketentuan country based, yakni hanya negara yang bersih dari PMK yang bisa mengirim produknya ke Indonesia.
Aturan baru itu membuka ladang bisnis baru, walaupun mengabaikan potensi masalah besar yang bisa muncul. Terbukti, tak lama setelah aturan itu terbit, mendadak ada daging kerbau impor asal India dan daging sapi dari Brasil. Inilah awal kecerobohan itu, karena diversifikasi impor dari dua negara tersebut sejatinya langkah manipulatif.
Alasan pemerintah, bahwa pembukaan keran impor untuk mendapatkan produk ternak yang murah, sungguh tidak masuk akal. Justru tata niaga yang ketat melalui kuota impor menyuburkan praktik rente ekonomi oleh pejabat yang mengatur impor dan pengusaha yang mendapat kuota impor.
Kebijakan proteksionisme lewat tata niaga ketat dan kuota impor dengan alasan melindungi peternak hanyalah kamuflase. Sebab, yang sejatinya mendapat perlindungan adalah para pemain besar, pengusaha alias peternak penggemuk yang mengimpor sapi bakalan.
Kini, apa yang dikhawatirkan kalangan dokter hewan, saat Indonesia membuka keran impor daging dan ternak dari negara yang belum bebas PMK, akhirnya terbukti. Bukan hanya wabah yang meluas. Yang lebih penting lagi, wabah ini akan membuat harga daging sapi di pasar lokal, yang belakangan mahal, akan semakin melambung. Dampaknya tentu mengerek inflasi yang trennya meninggi. Hal ini tentu akan semakin menekan daya beli konsumen yang masih rendah akibat pandemi berkepanjangan.
Walhasil, pemerintah harus segera mencabut regulasi impor ternak dan produk ternak yang membuka pintu bagi masuknya penyakit menular ke Indonesia. Kembalikan aturan sebelumnya, jika tidak ingin sektor peternakan kita berikut produk turunannya hancur lebur karena wabah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo