Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Menuju Disrupsi di Sektor Perikanan

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan yang juga sangat besar.

16 Mei 2019 | 07.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pedagang menata ikan-ikan yang akan dijual di Pasar Ikan Modern Muara Baru, Jakarta, Rabu, 13 Maret 2019. PIM merupakan proyek milik Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dibangun dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar Rp 150 miliar. TEMPO/Hilman Fathurahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Andre Notohamijoyo
Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan yang juga sangat besar. Dukungan infrastruktur di wilayah terpencil yang masih sangat terbatas membuat pembangunan semua aspek belum memenuhi harapan. Keterbatasan tersebut belum kunjung dapat diperbaiki meskipun sistem otonomi daerah telah bergulir selama lebih dari 20 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal tersebut terjadi akibat cara pandang pengelola pemerintahan di pusat dan daerah masih konservatif serta cenderung bergantung pada kapasitas anggaran. Pemikiran seperti itu pula yang menyebabkan masih maraknya praktik korupsi dan kolusi di pemerintahan, baik pusat maupun daerah.

Contoh terakhir adalah kasus operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap Bupati Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Kabupaten itu merupakan wilayah kepulauan dengan potensi perikanan yang luar biasa. Korupsi dalam pengelolaan anggaran di kabupaten itu mengesampingkan pengembangannya, yang sebagian besar merupakan wilayah terpencil. Tanpa terobosan yang tepat, pembangunan wilayah kepulauan, khususnya di wilayah terpencil seperti Kepulauan Talaud, akan tersendat dan semakin menjauh dari tujuan awal otonomi daerah.

Distribusi menjadi tantangan utama yang perlu diselesaikan. Tanpa adanya penyelesaian terhadap tantangan ini, sulit bagi sektor perikanan memanfaatkan disrupsi dalam bisnis pada era perkembangan teknologi informasi seperti saat ini. Perkembangan teknologi informasi akan sulit dimanfaatkan oleh para pelaku usaha perikanan kecil dan menengah.

Banyak sekali wilayah kepulauan yang belum terbangun saluran distribusinya dengan baik sehingga sulit untuk memasarkan produk perikanannya ke luar wilayahnya. Di sisi lain, nilai jual produk perikanan di berbagai daerah tersebut sangat tinggi di pasar nasional dan internasional, seperti tuna, kepiting rajungan, kerapu, dan lobster.

Saya melihat kehadiran badan usaha milik negara (BUMN) di wilayah-wilayah terpencil tersebut sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ketertinggalan informasi perihal distribusi dan pemasaran produk perikanan. Kehadiran BUMN diperlukan karena masih rendahnya ketertarikan pihak swasta untuk berinvestasi di kawasan wilayah terpencil.

BUMN yang memiliki akses ke daerah terpencil, seperti PT Pos Indonesia, perlu didorong lebih aktif lagi. Kehadiran PT Pos diharapkan dapat mendukung pemasaran produk-produk perikanan dari kawasan terpencil. PT Pos perlu diperkuat mengingat gelombang pasang yang dihadapi oleh BUMN tersebut dalam industri logistik akibat liberalisasi jasa pengiriman dan bisnis digital.

Perkembangan inovasi usaha yang berkaitan dengan teknologi informasi tersebut dikenal sebagai disrupsi (disruption). Secara singkat, disrupsi adalah perkembangan teknologi digital yang melahirkan inovasi menggantikan sistem lama dengan cara-cara baru yang lebih efisien dan lebih bermanfaat. Saat ini, perkembangan bisnis rintisan (start-up) berbasis teknologi informasi, baik yang menginisiasi aplikasi informasi penangkapan maupun pemasaran produk perikanan, menjamur di Indonesia. Namun perkembangan bisnis berbasis teknologi informasi tersebut belum sejalan dengan perkembangan sektor perikanan sendiri.

Keterlambatan dalam mengantisipasi disrupsi inilah yang mengakibatkan BUMN seperti PT Pos menghadapi gelombang pasang tersebut. Kekeliruan itu perlu segera ditanggapi dengan kecepatan dan ketepatan penyesuaian dalam bisnis digital. Hal tersebut ditambah dengan perkembangan media sosial, seperti Facebook dan Instagram, yang turut menurunkan kemampuan PT Pos dalam jasa pengiriman surat dan barang.

Kondisi tersebut merupakan tantangan riil bagi PT Pos. Perusahaan itu harus segera bermetamorfosis dan perlu bersinergi dengan BUMN lain. BUMN perikanan, yaitu PT Perikanan Indonesia dan PT Perikanan Nusantara, harus didorong untuk menampung produk perikanan yang dibawa oleh PT Pos ke wilayah-wilayah yang dijadikan penghubung (hub).

Wilayah penghubung itulah yang menjadi tempat pengolahan produk perikanan dan mendistribusikannya ke berbagai wilayah di Indonesia. Wilayah itu harus didukung oleh BUMN yang berkaitan dengan jasa distribusi, seperti PT Pelindo, PT Pelni, PT Djakarta Lloyd, PT Angkasa Pura, dan PT Garuda Indonesia. Dukungan PT Telkom sebagai pemimpin pasar dalam industri layanan telekomunikasi di Indonesia juga sangat diperlukan.

Sistem logistik perikanan inilah yang merupakan tulang punggung usaha di sektor tersebut. Tanpa penguatan sistem logistik perikanan, manfaat dari teknologi informasi tidak dapat dirasakan dengan optimal. Hal ini bertujuan menjaga mutu, keamanan, dan kualitas produk tersebut hingga sampai di tangan konsumen. Di sinilah peluang bagi BUMN untuk menyempurnakan sistem logistik di sektor perikanan sekaligus mendorong pemanfaatan teknologi informasi. Keberhasilan integrasi antara sistem logistik dan teknologi informasi akan menghasilkan disrupsi di sektor perikanan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus