Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Menunggang angin

Iklan tidak sekadar tampilkan wajah cantik dari produknya, tapi iklan sudah makin responsif & antisipati terhadap hal yang sedang jadi topik. iklan adalah karya kreatif yang rumit & menuntut dedikasi tinggi.

19 Juli 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ELLYAS Pical menang. Kontroversi atau tidak kemenangan itu, tetapi esok harinya sudah muncul iklan ucapan selamat dari Bir Bintang atas kemenangan itu. Ini memang bukan yang pertama kali. Ketika Pical merebut sabuk juara dunia dari Judo Chun, Bir Bintang pun langsung keesokan harinya muncul dengan iklan ucapan selamat. Juga, ketika Pical kehilangan gelarnya di tangan Polanco beberapa bulan yang lalu, esok harinya sudah muncul iklan besar dari Bir Bintang untuk membesarkan semangat Pical dan bersiap lagi untuk merebut gelar itu kembali. Menjelang keberangkatan perahu layar tradisional Phinisi Nusantara ke Expo 1986 Vancouver, Aqua pun memasang iklan besar untuk menyampaikan ucapan selamat jalan. Tentu saja sambil mengatakan bahwa Aqua sudah dipunggah ke palka Phinisi Nusantara untuk menyegarkan awak kapal sepanjang pelayaran bersejarah itu. Ini iklan baru, memang. Kecenderungan dan arah seperti ini tampaknya akan menunggang angin yang baik dalam perkembangan periklanan Indonesia. Iklan tidak lagi sekadar menampilkan wajah cantik dan sosok produknya, tetapi iklan sudah makin responsif dan antisipatif terhadap hal-hal yang sedang menjadi topik dalam kehidupan masyarakat. Pernyataan bahwa iklan juga berita sudah makin menemukan pembuktiannya. Ketika orang mulai mengkhawatirkan iklan sebagai redundancy di bidang informasi, kehadiran iklan-iklan yang mengandung berita dan peg kekinian, merupakan angin segar yang di tunggu. Para pengiklan sekarang harus lebih jeli dan antisipatif terhadap peristiwa yang akan terjadi ini mirip dengan pekerjaan wartawan. Tetapi, bedanya jauh juga. Wartawan mempunyai deadline yang lebih dekat dengan waktu terbit. Wartawan tak perlu memesan tempat untuk berita besarnya. Dan wartawan hanya menyerahkan naskah yang diketiknya, dan -- bila perlu -- dengan foto. Iklan, sebaliknya, menempuh jalan yang lebih jauh. Pemesanan tempat merupakan hal yang mutlak. Untuk beberapa media terkemuka, pemesanan tempat bahkan sudah harus "dikunci" jauh-jauh hari. Ini merupakan kesulitan tersendiri karena banyak peristiwa yang tak dapat dipastikan kejadiannya hingga menit terakhir. Iklan pun tak dapat diserahkan hanya dalam bentuk naskah plus foto. Ia sudah harus diserahkan dalam bentuknya yang selesai, siap-kamera. Sialnya lagi, karena iklan tak dapat menunggu sampai peristiwanya terjadi, maka iklan harus sudah dipersiapkan dengan berbagai alternatifnya. Sedyana Pradjasantosa dari Bir Bintang menceritakan betapa iklannya untuk menyambut regu Thomas Cup dan Uber Cup merupakan drama tersendiri yang cukup mencekam. Pertama, tidak ada yang dapat memastikan apakah regu Indonesia akan menang atau kalah dalam pertandingan itu. Alhasil, harus dibuat dua bentuk iklan. Yang pertama untuk menyambut kemenangan regu Indonesia. Yang kedua adalah ucapan penghibur bagi regu Indonesia bila ternyata kalah dalam pertandingan itu. Membuat dua bentuk (versi menang dan versi kalah) itu sudah merupakan konsekuensi bagi pengiklan yang ingin mengucapkan sesuatu atas pertandingan yang selalu mempunyai lebih dari satu kemungkinan. Tetapi, masalah pemesanan tempat pada media terkemuka sering kali merupakan jalan buntu di luar kendali pengiklan. Ketika Bir Bintang memesan tempat setengah halaman untuk menggugah semangat regu Uber Cup yang kalah dan tetap menyemangati regu Thomas Cup yang akan mau ke final, pesanan tempat itu ditolak. Sebagai gantinya disediakan tempat di halaman satu yang tarifnya empat kali lipat dan ukurannya terbatas. Dilakukan lagi perubahan materi. Iklan itu muncul Minggu pagi, setelah regu Uber Cup kalah. Malam harinya ternyata regu Thomas Cup pun kalah. Senin pagi Bir Bintang muncul lagi menghibur. "Patah semangat karena kegagalan, tabu bagi atlet berkualitas Bintang," tulis iklan itu. Tetapi, drama baru muncul. Pesanan tempat untuk iklan setengah halaman yang belum dibatalkan ternyata dipenuhi untuk hari Selasa. Perusahaan periklanannya -- Matari -- pun jadi kalang kabut menyiapkan materi baru. Berdasarkan ukuran tertentu, dapatlah dimengerti bila pekerjaan mengiklankan ternyata lebih berat daripada pekerjaan wartawan. Tetapi, adakah pilihan lain? Dalam keadaan serba sulit seperti sekarang ini, hanya mereka yang punya kreativitas untuk meningkatkan daya saing sajalah yang akan bisa mempertahankan kepalanya di atas permukaan air. Iklan adalah karya kreatif yang rumit dan menuntut dedikasi tinggi. Sialnya, iklan juga paling sering disalahmengerti. Iklan lebih sering disangka sekadar tempel sana tempel sini. Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus