Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Menyelamatkan Penerimaan Pajak Minyak

Tunggakan dan kurang pajak perusahaan minyak asing Rp 5,24 triliun. Berlindung di balik traktat pajak.

1 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Inilah akibatnya bila pemerintah tak konsisten menjalankan undang-undang. Kelalaian itu membuat pemerintah bisa kehilangan penerimaan pajak penghasilan dari 14 perusahaan minyak dan gas asing senilai Rp 5,24 triliun.

Banyak perusahaan asing yang meneken kontrak minyak dan gas sebelum 2004 membayar pajak tak sesuai dengan ketentuan lantaran berlindung di balik tax treaty (traktat pajak). Sejak 1980-an, Indonesia memang menyepakati perjanjian pajak dengan 60 negara, termasuk dengan negara asal perusahaan minyak dan gas. Menurut traktat itu, kontraktor minyak dan gas asing tidak dikenai pajak ganda.

Tarif pajak perusahaan-perusahaan asing itu bervariasi, mulai 10 hingga 12,5 persen. Persentase ini lebih rendah daripada tarif pajak menurut Undang-Undang Nomor 7/1983 tentang Pajak Penghasilan, sebesar 20 persen. Negara tekor lantaran penerimaan pajak dari kontrak bagi hasil dengan konsep 85 : 15 (85 persen untuk negara dan 15 persen untuk kontraktor asing) tak tercapai. Realisasi bagi hasil untuk pemerintah hanya 78,5 persen, bukan 85 persen.

Ketentuan royalti sami mawon. Menurut traktat, bila ada kontraktor asing mengambil alih ladang minyak dari kontraktor lain, perusahaan itu wajib membayar royalti ke kontraktor sebelumnya. Oleh kontraktor baru, pembayaran royalti ini dimasukkan ke faktor pengurang dalam perhitungan penghasilan kena pajak. Walhasil, penerimaan pajak pemerintah juga jadi lebih kecil.

Alasan pemerintah menyetujui kontraktor minyak dan gas asing "menghindari" pajak berganda dengan dalih traktat pajak sebenarnya janggal. Penghindaran pajak ganda itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Minyak dan Gas Nomor 22/2001, juga menubruk Undang-Undang Perpajakan. Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta Badan Pemeriksa Keuangan bahkan menunjukkan banyak perusahaan minyak dan gas asing tak konsisten menjalankan kontrak yang sudah diteken bersama pemerintah Indonesia.

Ada kalanya mereka membayar tarif pajak menurut kontrak —sesuai dengan aturan perpajakan di Indonesia. Tapi, pada waktu tertentu, kontraktor-kontraktor minyak dan gas asing itu justru memilih membayar pajak menurut tax treaty, dengan tarif lebih rendah daripada ketentuan pajak di Indonesia.

Pemerintah—Direktorat Jenderal Pajak—kini harus berani menagih tunggakan dan kekurangan pembayaran pajak dari kontraktor asing itu. Apalagi Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengimbau pemerintah segera menagih, karena sebagian isi traktat tak sesuai dengan hukum di Indonesia. Lembaga antikorupsi itu sudah memperingatkan ada kemungkinan kerugian negara di sana.

Sebelas kontraktor asing mau melunasi tunggakan. Kini tinggal tiga kontraktor dengan nilai tunggakan Rp 1,6 triliun yang masih menolak. Mereka memilih membawa kasusnya ke Pengadilan Pajak. Nyali pemerintah tak boleh surut, bahkan jika mereka mengadukan nasibnya ke arbitrase internasional. Tunjukkan saja bukti bahwa penghindaran pajak melanggar peraturan di Indonesia.

Agar potensi kerugian negara tak semakin besar, sebaiknya pemerintah merenegosiasi traktat pajak. Pemerintah punya alasan kuat: sebagian besar traktat pajak dibuat 15 bahkan 20 tahun lalu. Berbagai indikator ekonomi saat itu berbeda dengan sekarang.

Pemerintah tak usah khawatir dituding menciptakan ketidakpastian hukum bagi investor asing. Justru revisi traktat untuk memperkecil sengketa. Tanpa pengubahan, sampai sepuluh tahun ke depan potensi kehilangan pajak akan terus terjadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus