Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jejak ini terlalu mencurigakan untuk diabaikan. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009 terdeteksi mencairkan cek pelawat dari pejabat Kota Batam. Padahal tak ada hubungan bisnis di antara mereka. Kejaksaan Agung semestinya bisa mengusut aliran cek yang aneh itu, bukan membiarkannya "mengendap" lebih dari setahun.
Kesan terjadinya pembiaran atas transaksi pada 2007 itu sulit dihindari. Aliran cek dari Batam sudah mencuat tak lama setelah Dhana Widyatmika ditahan Kejaksaan, Maret tahun lalu, karena kasus suap dan pencucian uang. Di antara miliaran rupiah harta pegawai pajak ini, terdapat puluhan lembar cek senilai Rp 750 juta yang berasal dari Erwinta Marius, pejabat Bagian Keuangan Kota Batam.
Cek yang dipegang Dhana itulah yang dicurigai sebagai paket kiriman buat sejumlah politikus. Aliran ini dibiarkan "remang-remang" sampai Dhana divonis tujuh tahun penjara dan kemudian diperberat menjadi sepuluh tahun di tingkat banding, April lalu. Di persidangan sudah pula muncul indikasi kuat bahwa cek itu memang bukan untuk Dhana.
Dalam dokumen pemeriksaan, Dhana juga menegaskan bahwa 30 lembar cek itu—masing-masing senilai Rp 25 juta—diperoleh dari Yanuar Arif Wibowo, kader Partai Keadilan Sejahtera. Dhana mengaku hanya menukar cek itu dengan uang tunai miliknya.
Kejaksaan semestinya menelusuri aliran cek itu sejak awal dan memisahkannya dengan kasus Dhana. Sinyal sudah terang-benderang. Dhana mengaku mengenal Yanuar lewat Rama Pratama, anggota Dewan periode 2004-2009 dari PKS. Yanuar juga dikenal sebagai Wakil Ketua Umum Gerakan Persaudaraan Pemuda Keadilan, organisasi sayap PKS.
Tak hanya bermuara ke Dhana, cek serupa diduga mengalir ke beberapa politikus. Istri Rama Pratama, misalnya, terdeteksi mencairkan empat lembar cek. Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring—saat itu masih anggota Dewan—juga menguangkan selembar cek. Paket cek pelawat dari Kota Batam mengalir pula ke politikus Partai Demokrat, Golkar, dan PDI Perjuangan. Nomor seri semua cek yang bertebaran itu berurutan dengan cek yang dipegang Dhana.
Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya segera mengambil oper kasus itu lantaran tak ada tanda-tanda Kejaksaan "bergerak". Pelacakan bisa bermula dari Erwinta Marius, yang telah membeberkan kesaksiannya dalam perkara Dhana. Ia mengaku disuruh atasannya, Sekretaris Pemerintah Kota Batam, membeli cek pelawat Bank Mandiri setempat. Terungkap pula, cek yang terlacak di Jakarta itu hanyalah sebagian dari 70 lembar cek pelawat dengan total nilai Rp 1,75 miliar yang dikeluarkan pejabat Kota Batam pada Juli-September 2007.
Dengan indikasi terang itu, tidaklah sulit menjerat pejabat Kota Batam yang memerintahkan pembelian cek pelawat untuk transaksi tak jelas. Bukankah ia menggunakan anggaran Pemerintah Kota Batam. Kalaupun cek itu dibeli dengan uang "saweran" para pengusaha, seperti yang pernah dituturkan seorang pejabat Batam, tindakan ini juga melawan hukum.
Pengusutan diharapkan pula bisa membongkar motif pemberian cek itu. Politikus Senayan ditengarai kerap mendapat upeti dari pemerintah daerah. Ini semacam balas jasa atas "jerih payah" anggota Dewan memuluskan kepentingan daerah, mulai urusan anggaran hingga pembuatan atau revisi suatu aturan. Suap model begini bertujuan "mematikan" fungsi kontrol anggaran DPR. Jebolnya "saringan" DPR mengakibatkan penggunaan anggaran negara untuk proyek daerah bisa "dimainkan" sekehendak pemberi rasuah. Uang suap yang tergolong "kecil" itu sudah mendatangkan mudarat begitu besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo