KARYAWAN adalah modal utama setiap perusahaan. Tetapi, mengapa pada masa sulit seperti sekarang ini banyak perusahaan mulai melakukan program redundancy? Kalau semula sekelompok pekerjaan dilakukan oleh lima orang bersama-sama, tiba-tiba sekarang perusahaan beranggapan bahwa lima orang terlalu banyak untuk pekerjaan itu. Karena itu, dua orang harus dirumahkan. Atau, karena volume usaha mengempis berhubung kelesuan ekonomi, maka sejumlah karyawan harus minggir dan mencari pekerjaan lain. Kelesuan ekonomi juga mengakibatkan makin tajamnya situasi persaingan. Karena itu, terjadi pula seperangkat karyawan harus diganti dengan seperangkat karyawan baru yang dianggap lebih mampu menjawab tantangan persaingan. Jadi, masih benarkah pernyataan di atas, bahwa karyawan adalah modal utama? Tentu saja! Sebab, pada dasarnya modal adalah sesuatu yang progresif, bukan statis. Modal yang berupa harta pun senantiasa berubah. Seorang pemegang saham mundur, lalu diganti pemegang saham yang lain. Perusahaan perlu dana untuk perluasan usaha, lalu dimasukkan seorang atau sekelompok pemegang saham baru yang dapat memenuhi kebutuhan itu. Sebagai modal, karyawan pun perlu dikelola agar ia tetap merupakan modal yang produktif. Sulit mencari dasar pemikiran bagi perusahaan untuk terus merugi hanya karena karyawannya yang tidak produktif tidak dapat diberhentikan. Sering kali seorang pemimpin lupa ketika memasukkan seorang karyawan baru sebagai stafnya, ia telah memasukkan modal baru ke dalam perusahaannya. Seperti jenis modal lainnya, maka staf baru pun perlu dipertimbangkan matang-matang. Staf yang keliru ditempatkan bukan saja tidak produktif, tetapi juga bisa berdampak negatif terhadap perusahaan. Membentuk sebuah kelompok kerja merupakan sebuah proses desain yang memerlukan kecermatan. Seorang direktur bank yang dulunya kapten tim kriket di universitasnya mengatakan bahwa sebuah tim adalah sebuah mosaik. Karena itu, setiap bidang dalam mosaik harus diisi dengan bentukan yang tepat. "Dan inilah yang terpenting," katanya. "Pertama-tama, Anda harus tahu dulu bahwa Anda memerlukan orang yang tepat pada posisi yang lowong." Artinya, dalam mengisi jabatan lowong itu kita tak bisa menempatkan seorang yang serba bisa dan berharap bahwa orang itu bisa ditempatkan dimana saja. Edward de Bono menggambarkannya secara grafis dengan dua gambar di atas. Seorang all-rounder digambarkan sebagai segi empat yang bila saling disusun akan membentuk susunan seperti pada gambar kiri. Tetapi mosaik dalam tim bisnis sering kali tak bisa disusun sedemikian karena ia mempunyai sasaran yang spesifik. Lihatlah mosaik yang berbentuk segitiga. Bila fraksi sudut kanan lowong, maka lowongan itu hanya bisa diisi oleh bentukan yang sama. Kalau dimasukkan seorang all-rounder yang berbentuk segi empat, maka mosaik tim akan berubah dan menjadi tak sesuai lagi dengan sasaran. Tak heran kalau direktur bank itu kemudian juga berkata bahwa memecat seorang karyawan yang tidak produktif adalah kewajiban manajemen. "Anda tak punya pilihan lain," katanya. "Dalam tim kriket dulu saya mempunyai sasaran untuk menang. Bila ada anggota tim yang tidak sesuai untuk mencapai sasaran itu, maka saya pun harus memecatnya." Ia pun menambahkan, "Memang tidak enak memecat seseorang. Tetapi, adakah yang lebih baik daripada membiarkan seseorang yang sebetulnya tidak cocok berada pada posisi yang kita kehendaki?" Direktur bank itu memang bukan orang Indonesia. Di Indonesia, seorang kapten industri akan berpikir tujuh keliling sebelum memecat karyawannya. Beberapa peraturan memang tidak membolehkan urusan pecat-memecat dilakukan sembarangan. Justru karena inilah maka seorang pemimpin tidak boleh keliru dalam memilih orang yang tepat untuk didudukkan pada lowongan jabatan dan pekerjaan. Adanya peluang untuk melakukan masa percobaan haruslah merupakan kesempatan yang terbaik untuk menilai apakah orang yang dicalonkan mengisi lowongan itu adalah orang yang tepat. Justru pada masa percobaan yang pendek inilah seorang pemimpin harus benar-benar menilai, tanpa basa-basi, kesesuaian calon karyawannya. Selewat masa percobaan, akan sulit bagi seorang pemimpin usaha untuk melakukan perubahan terhadap status karyawannya. Karena itu, jangan sia-siakan masa percobaan untuk benar-benar menilai calon karyawan. Bondan Winarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini