Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Dunia dalam tv

Dalam layar tv, rekaman peristiwa kelaparan, rasialisme dan peperangan di negera miskin, disusul dengan kedatangan negara kaya sebagai penolong. kita hanya sebagai penonton, tak tahu fakta di balik kejadian itu.(kl)

27 Juli 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG muda," kata seorang teman memulai cerita, "dengan tekun mengumpulkan nama dan alamat semua orang yang bertitel profesor-doktor di seluruh negeri. Sesudah itu ia menuliskan nama serta alamat mereka pada sampul surat yang sudah dipersiapkan. Kemudian mengirimkannya serentak. Ketika surat itu sampai ke alamat, anak muda itu sudah pulang ke alam- baka. Ia bunuh diri karena risau dengan keadaan dunia. Ia berkemauan baik di akhir surat menulis: Kalian semua profesor-doktor apa yang bisa kalian perbuat?" Benar atau tidak cerita teman itu tak terlalu penting. "Apa kalian tahu," kata teman yang lain. "Dua atau tiga tahun yang lalu sudah ada seorang ahli memperingatkan bahaya kekeringan yang bakal terjadi di Etiopia - bila tidak segera ditangani akan bisa menimbulkan bencana besar. Tapi suara itu bagai tertelan padang pasir. "Setelah bencana terjadi, orang baru ribut ke sana kemari. Tampaknya, bukan karena negara-negara kaya tak mau membantu, tetapi lebih dari itu mereka mengharapkan efek. Efek bahwa mereka datang sebagai penolong, itulah yang merupakan pengalaman penebusan yang bukan main besarnya dalam kehidupan psikologis mereka. Ini semacam proses penyembuhan bagi bangsa-bangsa yang sadar bahwa mereka hidup makmur dengan harga yang dibayar oleh bangsa-bangsa yang miskin dan terkebelakang." Dunia berputar. Dan rol film dalam studio TV juga berputar. Mula-mula bencana kelaparan di Etiopia. Tanah berdebu. Barak-barak. Antrean. Orang-orang dengan jari-jari menyeruput cairan susu dari mangkuk. Tulang-tulang kaki, berjalan sempoyongan. Dan seorang anak matanya bengkak, merah dirubung lalat. Ia bahkan tak punya tenaga untuk mengangkat tangan mengusir binatang itu. Gambar-gambar inilah yang dijual ke Barat, untuk mengetuk hati orang-orang kaya. Lalu Afrika Selatan. Massa orang hitam berkumpul ratusan di sebuah perkampungan mereka. Tiba-tiba terdengar teriakan. Semakin ramai: orang mulai melempar-lempar. Lalu ada mobil putih lari kencang. Massa lari pontang-panting. Kerumunan bubar. Dari dalam mobil turun beberapa polisi, bawa senapan, bawa pentungan. Mengejar ratusan orang. Satu tertangkap karena tua dan kalah cepat. Tiga polisi berkulit putih memukul, memukul. Kamera mendekat lelaki itu terjatuh, dan ketiga polisi masih sibuk memukul. Gambar berhenti sebelum sebuah pukulan telak menyambar kepala lelaki tua yang malang itu. Wajah Asia yang tampil adalah rakyat Kamboja. Ribuan pengungsi bedol desa ke perbatasan. Barak-barak menunggu mereka. Parit dan air yang kotor. Anak, ibu, bapak kakek, dan nenek, semua ada dalam rombongan. Seorang anak menggigil sakit di pondok. Lelaki bercelana hitam komprang duduk di balai-balai bambu - kakinya buntung. Ibu dengan iga yang menonjol menyusui anaknya. Kakek-nenek termangu menunggui bungkusan harta benda mereka. Seorang perempuan menangis menahan sakit luka bakar. Dan lelaki setengah umur duduk tepekur dekat parit, seperti berpikir keras berusaha mengerti abc politik negerinya. Dari Amerika Latin adalah Nikaragua. Seorang tuan tampil di mimbar kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa. Membawa map besar berisi rekaman peristiwa yang terjadi. Ada laporan, di sana terjadi pembunuhan massal. Si tuan berbicara, dan menyimpulkan secara lugas bahwa peristiwa itu harus ditimbang secara adil dari berbagai segi. Lalu kamera menyusup ke belakang peristiwa, dengan si tuan sebagai pencari dan pengumpul fakta. Semua orang ditanyai. Petani, anak-anak, lelaki dan perempuan penyaksi mata, juga para pejabat sipil dan militer. Kesimpulannya, peristiwa sudah bisa diatasi dengan baik. Pemerintah setempat punya maksud baik. Sesudah itu muncul seorang pastor. Bicaranya tenang. Ia membawa gambar-gambar, dan bersedia menunjukkan bukti-bukti lain bahwa pembunuhan masal yang terjadi semata karena kekejaman penguasa. Ada penyaksi mata lain yang melihat tentara juga membunuh perempuan dan anak-anak. Laporan pejabat PBB jelas memihak dan berat sebelah. Pastor itu membuat kesimpulan: "Laporan itu hanya benar untuk pihak-pihak tertentu dengan siapa si pembuat laporan bisa sama-sama tertawa, tapi tidak benar bagi pihak lain dengan siapa ia tidak turut menangis!" Mana yang benar, diserahkan kepada penonton. Entah karena apa, salah seorang penonton TV bangkit dan bergerak mendekati pesawat. Beberapa detik penonton yang lain cemas. Apakah pesawat itu akan dipecahkannya? Alhamdulillah, tidak ia hanya berjalan lurus dan mengamati punggung TV. Tentu, hanya tonjolan plastik hitam dan kabel putih yang terjulur. "Aku pengin benar tahu, apa yang terjadi di belakang ini semua!" Bung, kita hanya penonton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus