Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Muda Pintar Cari Perkara

9 Juni 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI-hari belakangan ini tampaknya sedang tak bersahabat dengan Priyo Budi Santoso. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu akan dibidik Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus korupsi penggandaan kitab suci Al-Quran. Dasar komisi antirasuah adalah vonis terdakwa kasus itu, pasangan ayah-anak Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetia. Dalam pertimbangannya, hakim menyebutkan Priyo menerima fee dalam proses penggandaan Al-Quran dan proyek laboratorium komputer di Kementerian Agama pada tahun anggaran 2011.

Berkali-kali Ketua Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong itu membantah, tapi tak mudah menutup bau busuk. Fakta yang sedang dikumpulkan Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan Priyo mungkin terlibat kasus itu. Ia berada dalam pusaran sejumlah anak muda yang tergabung di MKGR dan Generasi Muda (Gema) MKGR. Priyo pasti sulit menghindar dari kasus ini karena korupsi itu dilakukan oleh kader-kader kedua organisasinya tersebut.

Zulkarnaen adalah wakil Priyo di MKGR, sedangkan Dendy Ketua Gema MKGR. Empat nama lain yang juga disebut komisi antikorupsi merupakan pengurus dua organisasi massa itu—salah satunya Fahd El Fouz, yang catatannya dipakai hakim dalam persidangan Zulkarnaen. Merekalah yang diduga merancang strategi korupsi penggandaan Al-Quran dan proyek laboratorium komputer, masing-masing senilai Rp 22 miliar dan Rp 31,5 miliar, termasuk pembagiannya. Uang hasil korupsi itu juga dipakai untuk kegiatan operasional kedua organisasi tersebut.

Memprihatinkan bahwa sebagian pelaku korupsi Al-Quran dan laboratorium ini adalah kaum muda. Usia mereka belum lagi mencapai 40 tahun. Sialnya, mereka bukan rombongan pertama koruptor muda. Sebelumnya sudah bertebaran nama top, seperti dua pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika. Yang lainnya tiga anggota DPR, yaitu Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan Wa Ode Nurhayati. Gayus dan Dhana divonis dalam kasus suap pajak dan pencucian uang, sedangkan tiga yang lain terbukti menggarong anggaran negara.

Sukarno pernah berkata, "Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang dunia." Presiden pertama Indonesia itu mungkin akan menangis melihat makin banyak anak muda yang terlibat kasus korupsi. Data Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan, pada 2004, tak satu pun anak muda dicokok lembaga antirasuah itu. Tapi, tahun lalu, satu dari lima tersangka korupsi berusia 20-40 tahun. Para koruptor juga makin "pintar": 52 persen lulus minimal pendidikan strata-2.

Kombinasi itu yang bisa jadi membuat korupsi belakangan ini lebih terencana, melibatkan banyak aktor, dan sulit diungkap. Kasus korupsi Nazaruddin di Wisma Atlet Palembang menyeret koleganya di Partai Demokrat, Angelina Sondakh, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, dan sejumlah petinggi PT Duta Graha Indah. Kasus Hambalang melibatkan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, pejabat pembuat komitmen Deddy Kusdinar, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, serta pejabat PT Adhi Karya, Teuku Bagus Muhammad Noor. Kasus korupsi Al-Quran mirip dengan dua perkara sebelumnya.

Muda dan pintar merupakan kombinasi yang positif karena energi mereka bisa mengubah apa saja menjadi sesuatu yang bermanfaat, seperti kata Sukarno. Sejarah sudah membuktikan hal itu. Kemerdekaan negara ini dipelopori oleh kaum muda terdidik. Sayangnya, pada masa sekarang, kombinasi ini justru menciptakan petaka. Sangat disesalkan, orang seperti Priyo, yang notabene merupakan salah satu pemimpin negeri ini, justru terkesan membiarkan kaum muda di sekitarnya menjadi tukang garong. Ia justru larut dalam situasi itu, bukannya menjadi penunjuk jalan yang benar.

Keberadaan para calo juga membuat para koruptor seperti mendapatkan pengatur (arranger) yang andal. Merekalah yang menghubungkan anggota DPR, pejabat kementerian, pengusaha, dan pejabat pemerintah daerah. Orang seperti Nazaruddin, Fahd, juga Ahmad Fathanah—dalam kasus daging sapi—"menciptakan" proyek di kementerian atau di daerah, membuat anggarannya, memuluskan pembahasan anggaran di kementerian dan DPR, serta mencari mitra pengusaha. Merekalah yang juga mengatur siapa menerima berapa.

Komisi antikorupsi harus membabat habis calo karena merekalah jantung dari berbagai korupsi di negeri ini. Celakanya, para calo ini bisa datang dari mana saja. Nazaruddin menjalankan fungsi sebagai anggota DPR, pengurus partai, pemilik usaha yang menjadi mitra pemerintah, juga calo anggaran. Fathanah dan Fahd adalah orang yang dikenal dekat dengan anggota DPR dan pejabat pemerintah. Tak mudah memberantas mereka, tapi harus dilakukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus