Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Aturan Pajak dan Konvensi Antikorupsi

Aturan perpajakan Indonesia belum sejalan dengan Konvensi Antikorupsi PBB. Dana suap tidak boleh mengurangi pajak penghasilan.

5 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aturan Pajak dan Konvensi Antikorupsi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa.

  • Aturan perpajakan dalam konvensi itu belum sesuai dengan aturan perpajakan nasional.

  • Dana dalam penyuapan tidak boleh menjadi pengurang dalam penghitungan pajak.

Grameyru Prabu Edward
Pegawai Kementerian Keuangan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC) adalah satu-satunya konvensi antikorupsi yang bersifat mengikat secara internasional. Indonesia telah meratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC. Pemerintah memandang partisipasi Indonesia dalam UNCAC sebagai bagian dari langkah pencegahan dan pemberantasan korupsi guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanah Pancasila dan konstitusi sekaligus bentuk partisipasi aktif Indonesia di kancah internasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasal 12.4 UNCAC secara eksplisit membahas aspek perpajakan dalam masalah korupsi. Pasal itu mengatur bahwa negara yang berpartisipasi dalam UNCAC tidak memperbolehkan pembebanan biaya-biaya yang merupakan suatu penyuapan (bribery) sebagai pengurang dalam penghitungan pajak. Hal ini berlaku untuk suap yang diberikan kepada pejabat publik domestik maupun pejabat publik negara asing dan organisasi internasional.

Bagaimana perspektif pembebanan suap sebagai pengurang penghitungan pajak dalam konteks legislasi pajak penghasilan (PPh) di Indonesia? Jenis-jenis biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap telah diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Saya memandang tidak terdapat larangan secara eksplisit dan tegas bagi subyek pajak untuk membebankan biaya-biaya yang merupakan suatu suap dalam perhitungan pajak terutang dalam kedua undang-undang itu. Dengan demikian, meskipun Indonesia telah meratifikasi UNCAC sejak 2006, amanah Pasal 12.4 UNCAC belum terealisasi secara eksplisit dalam regulasi nasional.

Contoh legislasi perpajakan yang secara tegas melarang pembebanan suap dalam perhitungan pajak adalah Undang-Undang Penilaian Pajak Penghasilan (ITAA) di Australia. ITAA menggariskan bahwa penyuapan kepada pejabat publik negara asing dan domestik tidak dapat diperlakukan sebagai pengurang dalam penghitungan pajak penghasilan.

Dengan demikian, terdapat inkonsistensi antara ketentuan UNCAC yang sudah diratifikasi dan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan di Indonesia. Celah tersebut tentunya merupakan suatu hal yang sangat esensial karena suap merupakan suatu modus korupsi yang sangat populer di Indonesia. Mengutip pemberitaan dari laman KPK tanggal 6 Juni 2022, sepanjang periode 2004-2021 saja sudah terdapat 802 kasus penyuapan yang dilakukan oleh pelaku dunia usaha. Tentunya terdapat risiko bahwa suap tersebut juga dibebankan oleh penyuap sebagai biaya untuk perhitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh. Patut diperhatikan juga bahwa skor Persepsi Indeks Korupsi di Indonesia juga mengalami tren penurunan sejak 2019 hingga 2022. Menariknya, publikasi OECD menyebutkan bahwa tiga negara dengan skor Persepsi Indeks Korupsi yang paling baik pada 2022, yaitu Denmark, Finlandia, dan Selandia Baru, telah memiliki skema legislasi yang secara tegas melarang pembebanan suap dalam perhitungan pajak di negaranya.

Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi larangan secara eksplisit dan tegas atas pembebanan suap sebagai pengurang dalam penghitungan pajak terutang pada legislasi perpajakan di Indonesia. Hal ini dapat mendukung upaya pencegahan korupsi domestik dan menunjukkan kiprah nyata Indonesia untuk pemberantasan korupsi dalam kancah global.

*) Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan institusi tempat penulis bekerja.


PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke email: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Grameyru Prabu Edward

Grameyru Prabu Edward

Analis di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus