Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pajak Rendah Kaum Superkaya

Penyerahan SPT pajak pribadi berakhir bulan Maret. Benahi sistem dan mental aparat pajak, kejar para kakap.

2 April 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIDAKADILAN membayar pajak. Itu isu terpenting ketika masyarakat ramai-ramai menyerahkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak pribadi akhir bulan lalu. Kita tak berharap komedi konyol tahun lalu berulang kembali: 1.200 manusia terkaya Indonesia hanya membayar pajak pribadi Rp 1,2 triliun. Angka itu tak masuk akal. Konglomerasi yang mereka jalankan menguasai banyak perusahaan. Kemampuan mereka mencetak laba pun luar biasa.

Data perolehan pajak 2011 menambah kegalauan kita. Masyarakat berpenghasilan tinggi ternyata lebih tidak taat pajak dibandingkan dengan kelas menengah dan bawah. Dua puluh persen masyarakat berpenghasilan teratas hanya membayar Rp 3,6 triliun. Padahal sebagian mengantongi penghasilan Rp 100 miliar setahun. Sedangkan 80 persen masyarakat menengah ke bawah membayar pajak pribadi Rp 55,3 triliun alias 15 kali lipat lebih banyak!

Ketidakadilan ini bermacam ragam asal-muasalnya. Misalnya teknik akunting yang melanggar hukum. Sebagai pemilik perusahaan, sang pengusaha bisa mengatur agar dia tak mendapat gaji. Dalam pembukuan, gaji pemilik itu disamarkan menjadi biaya perusahaan. Dengan cara ini, mereka tidak terkena pajak penghasilan atas gaji. Sedangkan pegawai perusahaannya tak bisa mengelak dari kewajiban membayar pajak penghasilan pribadi.

Usaha Direktorat Pajak mendirikan kantor pelayanan pajak khusus wajib pajak kaya, sejak April 2009, boleh kita puji. Tapi membidik konglomerat superkaya sangat tidak mudah. Terbukti kinerja kantor khusus itu kurang menggigit. Undang-undang pajak ternyata tidak bisa menyentuh saham atau surat berharga. Padahal banyak pengusaha menjadi miliarder karena harga saham perusahaan mereka melambung tinggi.

Masih ada "bolong" lain. Undang-undang pajak ternyata sangat tidak efektif untuk menjaring pajak pengusaha tambang. Besar pajak pengusaha tambang sekarang ini ditentukan berdasarkan laporan pengusaha semata. Petugas pajak tidak memiliki kemampuan menghitung ulang kuantitas dan kualitas bahan tambang. Padahal harga bahan tambang bervariasi sesuai dengan kualitasnya.

Verifikasi merupakan kata kunci, mengingat sistem pajak kita memberikan kepercayaan penuh kepada setiap wajib pajak untuk menghitung sendiri besar pajaknya. Peran petugas pajak sebagai verifikator menjadi sangat penting. Direktorat Pajak mesti memastikan petugasnya tidak main mata dengan wajib pajak.

Kasus Gayus, Bahasyim, dan Dhana sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan perlunya perubahan radikal di dalam Direktorat Pajak. Sistem "tanggung renteng" yang diterapkan sekarang boleh saja dicoba. Tapi metode menghukum semua bila ada satu petugas pajak terbukti bersalah itu perlu dibuktikan ampuh membasmi praktek kongkalikong petugas dan wajib pajak. Masyarakat akan kehilangan insentif untuk membayar pajak bila uang pajaknya terus-menerus "dilahap" orang pajak.

Perbaikan di dalam Direktorat Pajak akan berbanding lurus dengan penerimaan pajak. Piutang pajak diharapkan akan jauh menurun dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 54 triliun. Diharapkan pula piutang pajak yang "hangus" tak tertagih juga susut. Rencana pengenaan tarif lebih tinggi pada obyek pajak kelas menengah—kelompok yang selama ini sangat taat pajak—agaknya tak relevan.

Demi keadilan, pajak kaum kaya raya memang harus digenjot. Ini termasuk pajak 14 orang Indonesia yang ditahbiskan majalah Forbes pada 2011 sebagai yang terkaya di dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus