Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pajak zakat: dualisme agama dan negara

Komentar tentang zakat itu roh, pajak badannya. argumen Ali Yafie, Azhar Basyir dan Hasan Basri agar membayar pajak disamping Zakat, dapat diartikan menyucikan segala perintah dari penguasa.

2 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya tertarik memberi komentar tentang tulisan "Zakat Itu Roh, Pajak Badannya" (TEMPO, 21 Maret 1992, Agama) sebagai berikut: Salut untuk Saudara Masdar F. Mas'udi atas keberanian dan terobosan pemikirannya untuk menguakkan misteri hubungan zakat dengan pajak yang selama ini tidak kita sadari. Bahwa masyarakat belum bisa menerima konsep itu, adalah hal biasa. Setiap gagasan baru, besar atau kecil, selalu harus melewati proses tawar-menawar yang panjang dan sering menjengkelkan. Sebagai seorang penggagas, Masdar telah berusaha banyak, di antaranya dengan menulis gagasan itu dalam buku Agama Keadilan dan tulisan lain di media massa. Meskipun saya masih harus mencerna ide Masdar, bahwa pajak yang kita bayarkan kepada negara seharusnya diberi spirit atau motivasi zakat, penolakan ulama seperti K.H. Ali Yafie, eks Wakil Rais Am NU Azhar Basyir, Ketua Umum Muhamadiyah dan K.H. Hasan Basri, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, bagi saya terasa tergesa-gesa. Bahkan banyak kelemahannya. Ketiga ulama tersebut berpendirian: bayarlah pajak di samping zakat, yang mencerminkan dualisme antara agama dan negara. Zakat sebagai kewajiban agama dan pajak sebagai kewajiban negara. Pemahaman seperti itu malah memperkuat tuduhan Masdar, bahwa selama ini diam-diam umat Islam telah terjebak pada paham sekularisme ide factor? Lebih dari itu, argumen ketiga ulama tersebut dalam menggarisbawahi keterikatan umat Islam untuk membayar pajak (di samping zakat) mengandung bahaya. Dikatakannya bahwa pajak pun harus dibayar karena perintah Allah sebagai tanda tunduk kepada ulil amri (penguasa). Jika demikian jalan pikirannya, apakah para ulama kita sepakat untuk menyucikan segala perintah dari penguasa? Apakah ini, dalam jangka panjang, tidak berarti dukungan tanpa syarat terhadap despotisme? A. SYAUKANI Pasar Jumat Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus