Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

PDI dan demokrasi kita

Kehadiran PDI di pecaturan politik nasional mendukung demokrasi pancasila. sebagai infrastruktur politik, ia harus menjadi landasan kuat bagi suprastruktur politik.

4 Desember 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PDI adalah partai dengan prospek yang cerah, walaupun ia masih relatif kecil dan masih belum mencapai kemapanan. Berbeda dengan Golkar yang sudah mapan, PDI masih meniti perjalanannya dalam bentuk kurva yang semakin menanjak, karena itu PDI memperoleh predikat sebagai partai masa depan, partai yang diminati generasi muda yang percaya akan perubahan dan menentang status quo. Bahkan harapan kepada PDI, ia akan tumbuh menjadi partai alternatif yang mampu meningkatkan kehidupan demokrasi Pancasila yang lebih berorientasi pada kepentingan rakyat, didasarkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong-royongan. Kemajuan PDI dalam perolehan suara semenjak Pemilu 1987 sampai Pemilu 1992, yang sempat mengejutkan itu, merupakan hal yang baik bagi kehidupan demokrasi kita. Kemajuan partai politik (yang telah terlalu jauh ketinggalan dari Golkar) ini memberikan prospek baru bagi kehidupan politik kita ke arah yang lebih seimbang dan serasi, sesuai dengan ajaran Pancasila. Memang, secara subjektif penurunan suara Golkar yang menguntungkan partai politik akan dikaitkan dengan kalah- menangnya pihak-pihak yang bertanding. Namun, secara objektif nasional, perolehan suara tiap kontestan, yang memperkecil kesenjangan, sangat menunjang kehidupan nasional yang lebih demokratis. Terutama, untuk menghambat kecenderungan terciptanya baik sistem partai tunggal maupun dominasi partai mayoritas tunggal yang bertentangan dengan asas kekeluargaan. GBHN mengamanatkan untuk secara terus-menerus mengembangkan moral dan etik politik yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila untuk mendukung tatanan politik demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi semangat kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan yang bertanggung jawab. Untuk itu diperlukan kemampuan, kualitas, dan kemandirian organisasi sosial politik yang terus meningkat. Dalam kerangka pemikiran yang idealistis di atas, peranan PDI (dan PPP) menjadi penting. Sebagai infrastuktur politik, ia harus menjadi landasan yang kuat bagi suprastruktur politik (penyelenggara pemerintahan negara), termasuk menjadi landasan yang kuat bagi terselenggaranya kehidupan demokratis pada tingkat suprastruktur. Infrastuktur yang lemah menyebabkan kehidupan politik hanya bertumpu pada suprastruktur. Kejadian yang tidak dikehendaki itu menyebabkan adanya dominasi kehidupan politik oleh pemerintah, yang menyebabkan pula semakin tergantungnya partai-partai politik pada pemerintah. Maka, yang diharapkan dari parpol adalah mewujudkan amanat GBHN, terutama yang berkaitan dengan kemandirian. Itu berarti melaksanakan fungsi parpol dan Golkar sebagai infrastuktur politik sehingga tidak terjadi lagi di kemudian hari, meletakkan kesalahan dan kegagalan hanya pada pemerintah, tapi lebih pada organisasi sosial politik sendiri yang belum mampu mengembangkan kehidupan demokrasi. Konstatasi tersebut sangat mudah dikenali dalam setiap konflik yang terjadi dalam tubuh PDI. PDI yang berpredikat partai demokrasi dan semakin diharapkan rakyat banyak untuk lebih berkiprah dalam sistem politik nasional justru dikenal sebagai partai yang dirundung oleh konflik yang berdimensi kepentingan pribadi, yang seharusnya lebih berwawasan pada kepentingan rakyat. Hal tersebut jelas terlihat pada kongres ke-3 (April 1986), konflik antara kubu Hardjanto dan kubu Sunawar, yang tidak bisa diselesaikan sendiri, yang kemudian mengundang pemerintah untuk campur tangan dan membidani lahirnya kepemimpinan Soerjadi. Sekali proses yang tidak demokratis itu dijalani, cara-cara yang sifatnya menjebak itu tidak lepas dari perjalanan PDI. Konflik-konflik pribadi dan warisan terus berlaku, terutama sejak Pemilu 1987 sampai setelah Pemilu 1992, seperti masalah kepentingan pribadi di DPR yang dibatasi dengan SK PDI Tahun 1986, kasus kelompok 17 (tahun 1987), yang dilanjutkan dengan kudeta Cisarua (tahun 1988) untuk menggulingkan Soerjadi, dan mencapai puncaknya pada Kongres PDI tahun ini di Medan, yang diwarnai oleh tindak kekerasan yang jauh dari kehidupan demokrasi. Kongres di Medan itu hanya menghasilkan rencana penyelenggaraan kongres luar biasa (KLB) pada bulan Desember ini di Jawa Timur. Namun, pertanyaan yang ada pada pikiran masyarakat sekarang ini, bisakah KLB mengatasi konflik-konflik warisan yang sebagian besar berdimensi pribadi. Pertanyaan itu patut dikemukakan di depan para pemimpin atau yang menamakan dirinya sebagai para pemimpin PDI, yang paling bertanggung jawab atas keberhasilan dan ketidakberhasilan KLB pekan ini. Hasil KLB itu akan sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam mengatasi berbagai macam konflik serta keberhasilan dalam menciptakan suasana rekonsiliasi di antara pihak-pihak yang bertikai, tanpa intervensi kekuatan-kekuatan eksternal. Organisasi dengan pemimpin yang mandiri dengan sendirinya mempunyai kemampuan untuk menolak intervensi, dan kualitas kepemimpinan demikian itu pula barangkali yang harus ditemukan dalam KLB tersebut. PDI harus segera membersihkan diri dari fragmentasi yang melanda partai ini selama bertahun-tahun dan telah menjadi sumber konflik yang tidak kunjung padam. PDI, sesuai dengan UU Nomor 3 dan Nomor 8 Tahun 1985, harus menjadi partai dengan keanggotaan yang sifatnya perorangan dan terbuka. PDI harus sudah mampu menghapus orientasi beragam yang berasal dari orientasi ideologi dan aspirasi masa lalu, sehingga identitas partai harus terwujud dalam bentuk program kerja yang kongkret serta dalam kerangka Pancasila sebagai satu-satunya asas. Penulis adalah Ketua Umum Lembaga Pengkajian Strategis Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus