Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HASIL audit forensik Badan Pemeriksa Keuangan seharusnya menjadi tamparan keras bagi para anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Tudingan membabi-buta para politikus Senayan, yang terus mencurigai adanya patgulipat di balik kebijakan dana talangan Bank Century, lagi-lagi terbukti ibarat peluru kosong. Jika mau serius memberantas korupsi, lebih baik dukung aparat mengusut indikasi kejanggalan transaksi para koleganya di bank swasta itu.
Hasil penelisikan BPK menunjukkan—setidaknya sampai saat ini—belum ada secuil pun data yang bisa menguatkan indikasi kecurangan di balik lahirnya kebijakan pemerintah tiga tahun lalu itu. Padahal, sejak awal, para anggota Dewan hakulyakin pengucuran dana penyelamatan Century senilai Rp 6,8 triliun berbau korupsi-kolusi. Para politikus pun kian asyik "menggoreng" isu ini setelah muncul dugaan dana mengalir ke partai penguasa. Mereka lantas meminta BPK segera menggelar audit forensik.
Para auditor rupanya tak kunjung menemukan bukti yang sesuai dengan "selera" anggota Dewan. Puluhan juta transaksi telah ditelisik. "Kami pun sudah mengecek kabar adanya truk-truk pengangkut uang," kata Wakil Ketua BPK Hasan Bisri. Hasilnya tetap nol besar. Persoalannya, sejumlah anggota Dewan tetap tak mau percaya. Mereka kini malah menyiapkan jurus baru, akan menyewa kantor akuntan publik internasional untuk menggelar audit independen.
Polah ini jelas menunjukkan sikap plinplan anggota Dewan. Ketika pemerintah berniat menyewa auditor independen, mereka sendiri yang menolaknya dengan alasan konflik kepentingan. Dua tahun lalu, tim hak angket DPR pula yang ngotot menjadikan hasil audit investigasi BPK bak kitab suci, ketika membombardir pemerintah atas kebijakan bailout Century. Alasan mereka saat itu, hasil kerja BPK tak sepatutnya diragukan karena inilah lembaga auditor negara yang harus dihormati semua pihak.
Sikap arogan juga berkali-kali dipertontonkan anggota Dewan. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan serta Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai tak becus lantaran tak kunjung menemukan bukti korupsi di balik kebijakan bailout. Mereka bahkan mengancam bakal kembali membawa persoalan ini ke ranah politik. Pemaksaan kehendak seperti ini sungguh tak terpuji. Apalagi jika benar ada anggota Dewan yang berupaya "memaksa" BPK membuat kesimpulan audit forensik sesuai dengan skenario mereka.
Untunglah BPK tidak terintimidasi. Dalam laporan itu, lembaga ini memang menyebutkan ada sejumlah temuan penting soal Century. Salah satunya aliran dana sekitar Rp 100 miliar dari keluarga Budi Sampoerna, yang tercatat sebagai nasabah bank itu, ke perusahaan penerbit harian nasional yang terafiliasi dengan Partai Demokrat. Ada pula transaksi janggal valuta asing di rekening milik adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun BPK menyatakan belum menemukan kaitannya dengan kasus bailout Century.
Kesimpulan ini bisa dipahami, berhubung aliran dana dan transaksi itu dilakukan jauh sebelum Century diselamatkan. Yang menarik justru temuan BPK soal aliran dana ke rekening Emir Moeis. Sebagian dana valas yang digelapkan Dewi Tantular, salah seorang anggota keluarga pemilik Century, diketahui mengalir ke politikus PDI Perjuangan itu. Nilainya mencapai US$ 392 ribu dan terjadi pada 2008, sebelum bank itu disuntik modal.
Temuan ini memperkuat hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dua tahun lalu. Anehnya, DPR tak pernah tertarik menyuarakannya, termasuk ketika politikus Partai Keadilan Sejahtera, Misbakhun, ikut terseret kasus dugaan kredit ekspor fiktif Century. Yang terjadi justru sebaliknya: ramai-ramai melindungi koleganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo