Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
A. Ahsin Thohari
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Djoko Santoso, meminta negara lain ikut memantau pemilihan umum (pemilu) untuk menciptakan pemilu yang jujur dan adil. Mereka dianggap dapat memberikan penilaian yang obyektif (Tempo.co, 22 Maret 2019). Di dunia maya, tagar #IndonesiaCallsObserver, yang berisi pelbagai cuitan warganet ihwal permintaan pemantau pemilu internasional atau asing ikut mengawasi Pemilu 2019, sempat menjadi topik tren di jagat Twitter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama ini, pihak penantang memang sering bersikap kritis terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang dianggap cenderung berpihak kepada petahana, meskipun kemandirian dua lembaga itu dengan sendirinya menjauhkan jangkauan manuver pemerintah untuk mengintervensi.
KPU telah merespons permintaan tersebut dengan mempersilakan pemantau asing datang sepanjang memenuhi syarat. Bahkan KPU telah mengundang penyelenggara pemilu yang setingkat KPU dari 33 negara, 33 kedutaan besar, dan 11 lembaga pemantau pemilu internasional.
Sesungguhnya pemantauan pemilu di suatu negara oleh pihak asing adalah praktik yang menjadi fenomena umum sejak berakhirnya Perang Dunia II. Hal itu dilakukan sebagai aktualisasi atas keterbukaan yang menjadi keniscayaan bagi negara demokratis. Kehadiran pemantau asing semakin menjadi kebutuhan menyusul berakhirnya Perang Dingin. Ini terjadi seiring dengan berkembangnya standar internasional tentang pelaksanaan pemilu yang demokratis, juga proses pemantauan pemilu oleh organisasi pemantau internasional dan domestik.
Pada 1990-an, pemantau pemilu internasional berfokus pada pemilu di negara-negara yang masih lemah demokrasinya dan negara yang sedang bertransisi dari rezim otoriter ke demokratis. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara demokrasi kawakan, seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Swiss, juga menjadi tujuan pemantauan.
Muara dari pemantauan pemilu oleh pihak asing ini adalah demi menilai kepatuhan negara yang menyelenggarakan pemilu terhadap peraturan domestiknya dan kepatuhan terhadap standar pemilu internasional. Pasal 21 ayat 3 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengidealkan bahwa kehendak rakyat yang dinyatakan dalam pemilu berkala harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah suatu negara.
Maka standar pemilu internasional pun disepakati dengan ketentuan bahwa pemilu sebuah negara harus secara jelas memiliki sejumlah unsur. Unsur yang dimaksudkan adalah kerangka peraturan, sistem pemilu, penetapan daerah pemilihan, hak untuk memilih dan dipilih, penyelenggara pemilu, pendaftaran pemilih, akses kertas suara bagi partai politik dan kandidat, mekanisme kampanye, akses ke media, pembiayaan kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, peranan perwakilan partai politik, dan pemantau pemilu.
Pemantau pemilu asing tentu tidak memiliki kewenangan untuk mencegah dan menindak kecurangan pemilu. Ia sekadar merekam dan melaporkan pelbagai kejadian yang dianggap penting. Namun legitimasi pemilu suatu negara tidak jarang ditentukan oleh penilaian pemantau asing yang bereputasi dan berkredibilitas terpuji, seperti The National Democratic Institute dan The Carter Center.
Sebagai negara demokratis yang terbuka, peraturan perundang-undangan kita memungkinkan kehadiran pemantau pemilu asing. Pasal 439 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengakui keberadaannya. Ketentuan itu diperjelas dengan Pasal 1 Peraturan Bawaslu Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pemantauan Pemilu, yang menyatakan bahwa pihak yang dapat memantau pemilu adalah lembaga swadaya masyarakat, badan hukum, lembaga pemantau dari luar negeri, lembaga pemilihan luar negeri, dan perwakilan negara sahabat di Indonesia, serta perseorangan yang mendaftar kepada Bawaslu dan telah memperoleh akreditasi dari Bawaslu pula.
Aktivitas pemantauan pemilu yang diizinkan adalah mengamati dan mengumpulkan informasi proses penyelenggaraan pemilu; memantau proses pemungutan dan penghitungan suara dari luar tempat pemungutan suara; mendapatkan akses informasi yang tersedia dari Bawaslu; menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan pemilu; dan menyampaikan temuan kepada Bawaslu apabila pelaksanaan proses tahapan pemilu tidak sesuai dengan aturan.
Dengan demikian, usulan menghadirkan pemantau pemilu asing dibenarkan oleh aturan kita, bahkan KPU pun telah mengundangnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo