Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pemerintah yang lebih bersih

Kecerobohan ekonomi terjadi, karena tidak berfungsinya anggota dpr. semuanya dilegalisir pemerintah. dpr hanya 20% saja mewakili rakyat. diharapkan yang akan datang pemerintahan yang lebih baik dan bersih.

17 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JELAS kiranya kita tidak boleh begitu saja menjiplak luarnegeri, karena situasi kita berlainan. Sebaliknya, rasanya takabur juga kalau kita berpendirian bahwa Indonesia paling sempurna di dunia. Pendirian demikian bisa meninibulkan sikap di mana tiap kelainan kita oleh kita sendiri dinyatakan sebagai keunggulan. Hal-hal yang di banyak bagian dnnia dianggap wajar, kita nyatakan tidak sesuai dengan situasi dan kondisi sosio-kulturil Indonesia. Akhirnya kita akan membudayakan dalih-dalih untuk menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, karena kurang keberanian moril untuk mengadakan koreksi terhadap diri sendiri. Di luar negeri menteri-menteri mengundurkan diri kalau ada kegagalan yang menyolok. Kalau kesalahan dilakukan oleh bawahan, menurut prinsip elementer managemen hal itu dianggap kesalahan sang menteri pula. Kalau kesalahan berasal dari atasan, maka sang menteri mengundurkan diri pula sebagai protes. Begitulah kalau ada kode etik atau tata krama politik supaya pemerintah bisa berwibawa. Tapi kalau pembesar-pembesar malahan ingin bercokol dengan tidak tahu diri, sungguhpun sudah banyak melakukan kesalahan, kekalutan akan timbul. Perbuatan tidak baik yang hanya di sana sini ditindaknya sedang sebagai keseluruhan kurang konsisten sanksinya. akan mengakibatkan kanker. Akhirnya semua akan hancur termasuk pimpinannya. Kita prihatin akhir-akhir ini banyak terjadi krisis manajemen ekonomi nasional, seperti krisis proyek Krakalau Steel. Pertamina, Bank Bumi Daya, Perusahaan Timah, Palapa, Bulog dan yang terakhir skandal bursa komoditi. Begitu pula dalam bidang non-ekonomi di mana pemerintah bertanggungjawab pula seperti krisis PSSI, penghancuran stadion utama, dsb. Di luar negeri minyak bumi membawa kemakmuran, di negara kita malahan merangsang pinjaman di luar batas (melebihi USS 10 milyar) sehingga kekayaan minyak kita tergadai sama sekali. Setelah tergadai, maka IMF, Bank Dunia dsb memberikan teguran dan membatasi kredit. Begitu pula kreditor bank Arab tidak bersedia memberi kredit. Tahun yang akan datang kewajiban pembayaran angsuran hutang dan bunga sudah melebihi satu milyar dolar AS. Semasa orde lama, pemasukan devisa selalu di bawah 1 milyar dolar AS, kecuali ketika perang Korea. Sekarang pemasukan devisa sudah melebihi 4 milyar dolar AS, tetapi pengangguran dan kemiskinan bertambah. Rasanya di masa Orde Lama kebijaksanaan devisa lebih baik dengan adanya LAAPLN (Lembaga Alat-Alat Pembayaran Luar Negeri) atau institut devisa. Sekarang terjadi pemborosan devisa, ditambah kegagalan peningkatan produksi beras sehingga masih memerlukan impor sejuta ton lebih setahun, yang menelan devisa luar biasa. Krisis Bank Bumi Daya menyangkut 350 milyar rupiah, tapi yang jelas sukar dapat kembali adalah lebih kurang 200 milyar. Sebagin besar dari kekalutan ini adalah kredit-kredit raksasa kepada non-pribumi yang terbukti tidak bankahle sama sekali. Uang tersebut adalah uang rakyat, bisa sampai meliputi kcrugian nasional lebih kurang 60 milyar rupiah (keterangan lain menyebut lebih 100 lnilyar rupiah). Yang harus bertanggungjawab. Jelas Menteri Perdagangan yang telah memberi izin, dan Menteri Keuangan yang harus menjaga kebobolan devisa. Kalau bursa seperti itu menyangkut tapi rakyat kecil pribumi sungguhpun bankable sukar mendapatkannya, karena kurang dapat mengikuti kebudayaan DP alias down-payment. Korupsi dengan down-payment merajalela dan banyak petualang yang ambil kredit dengan jaminan palsu, kemudian lari ke luar negeri dengan bermilyar rupiah setelah ditukar dengan dolar. Yang mengalami kerugian petualangan sebetulnya tidak hanya BBD tapi juga bank-bank pemerintah lain. Sekarang terjadi kehebohan bursa komoditi yang menurut taksiran ahli komoditi dalam negeri, masih baik. Karena memodali perdagangan produksi dalam negeri seperti halnya bursa kapas di Mesir, bursa gandum di Rotterdam dsb. Tetapi bursa komoditi Jakarta yang baru ditutup setelah operasi dua tahun itu untuk memodali operator Hongkong dan Jepang. Simpanan nasional kita disedot ke luar negeri berupa devisa, padahal kita sendiri kekurangan modal guna menghidupkan perekonomian rakyat dan pembangunan. Bursa komoditi hanya merupakan jual beli kertas berharga yang sudah menjadi jalan skandal dan penipuan kaliber besar. Karena itu bursa di Rotterdam, Amsterdam, London dsb, diawasi ketat oleh pemerintah dengan sanksi berat, dan makelar-makelarnya yang disumpah itu mutlak harus memiliki garansi bank. Apakah organisasi rayuan-rayuan yang ada di Jakarta tadi sungguh-sungguh diawasi Pemerintah, Bank, Polisi dsb, agar tidak timbul skandal internasional yang merugikan negara dan rakyat kita? Ada pula kabar bahwa yang diperdagangkan malahan bukan komoditi tetapi kertas lotere, yang menyedot bermilyar rupiah ke luar negeri. Kebanyakan rakyat kita memang miskin. Tetapi beberapa gelintir orang kaya dapat menguras kekayaan nasional karena mendapat kebebasan, atau karena pemerintah tidak waspada. Jika karena ikut bursa komoditi mereka ini bangkrut, itu salah sendiri. Tetapi pada dasarnya itu tindakan a-sosial, a-nasional dan merugikan rakyat. Hal ini rupanya semula tidak disadari Menteri Perdagangan. Maka tidak aneh. Jika ada usul, supaya orang-orang yang terlibat dalam bursa komoditi dikumpulkan di Nusakambangan untuk merenungkan perbuatan: apakah tidak menyalahi Pancasila dan UUD '45 antara lain pasal 33, 28 dsb. Tetapi dari segi lain, Menteri Perdagangan telah memberi izin dan Menteri Keuangan tidak berbuat apa-apa. Marilah kita waspada dan mengatur roda perekonomian lebih baik. Dalam hal ini jangan diharap sesuatu dari DPR. Karena, sesuai realitas, DPR sudah tidak berfungsi. Banyak kehebohan ekonomi terjadi dan tak pernah ada peringatan koreksi, kritik atau interpelasi dari DPR. Malahan tidak satu pun undang-unddng dalam tujuh tahun ini diprakarsai DPR. Semuanya hanya melegalisir keinginan pemerintah termasuk GBHN yang hanya didiskusikan beberapa hari. Memang menurut taksiran, DPR sekarang hanya 20, saja yang sungguh-sungguh mewakili rakyat. Semoga DPR yang akan datang akan lebih memiliki prakarsa, lebih mempunyai keberanian. Lebih penting lagi sesudah pemilu pemerintah (eksekutip) lebih bersih, lebih bermoral, untuk dapat mengatasi kehebohan-kehebohan dalam politik, ekonomi, sosial-budaya dsb. Syukur alhamdulillah masyarakat sudah mulai berani mendobrak sistim calon tunggal untuk pemilihan presiden. Sistim calon tunggal bertentangan dengan jiwa Pancasila dan UUD '45, karena dengan be gitu MPR tidak bisa memilih dan hanya boleh melegalisir. Maka timbulkanlah calon-calon hebat lain, dengan demikian MPR nanti tidak mengalami demokrasi giringan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi rakyat dan bangsa kita. Ir. H.M. SANUSI Jln. Patiunus 13 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus