Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Pemilu Kamboja 2018: Refleksi dari Demokrasi yang Penuh Semangat

Ancaman boikot untuk Pemilu Kamboja adalah suatu tindakan pengecut yang diperalat oleh kepentingan asing.

1 Agustus 2018 | 12.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jutaan warga Kamboja telah memilih anggota Majelis Rendah dari Majelis Nasional (Parlemen) ke-6 pada hari Minggu, 29 Juli 2018. Sekitar 8,4 juta warga Kamboja, kira-kira 85 persen dari total pemilih, telah terdaftar untuk memilih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut data terbaru dari Komite Pemilihan Umum (NEC), sekitar 530 ribu pemilih baru telah mendaftar dari total 1,6 juta pemilih yang sebelumnya tidak terdaftar. Selain itu, NEC telah mengkonfirmasi secara resmi bahwa 20 partai politik telah terdaftar dan berpartisipasi dalam pemilihan umum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sistem politik Kerajaan Kamboja telah didefinisikan dengan sangat jelas oleh Konstitusinya, sebagaimana diartikulasikan dalam Bab IV, Pasal 51 hingga 55, dengan mengadopsi demokrasi multi-partai yang liberal. Dengan begitu, warga Khmer adalah tuan dari negara mereka sendiri di mana semua kekuatan adalah milik mereka.

Mungkin, pada titik ini alangkah lebih baik untuk mengingat kembali definisi dari Prof. Joseph Schumpeter, seorang profesor Ilmu Politik Austria-Amerika di Universitas Harvard, mengenai demokrasi dasar, yakni: "Kewenangan pemerintah berasal dari persetujuan masyarakatnya atau partisipasi pemilihan umum melalui pemilihan yang bebas, terbuka dan bersaing.”

Dengan demikian, dalam konteks ini, dapat diposisikan bahwa semangat proses demokrasi Kamboja melalui pemilihan umum dapat ditanamkan tidak dalam pemikiran semu para oposisi yang didukung oleh tentakel asing, tetapi pada kerangka "quid pro quo", yang berarti sesuatu yang diberikan atau diterima secara signifikan oleh masyarakat dalam peningkatan kualitas hidup mereka sebagai ganti dari sesuatu yang lain, khususnya masyarakat demokratis yang berkembang serta pembangunan ekonomi.

Pemilu ini adalah sebuah festival demokrasi besar bagi Kamboja karena satu sistem partai multi-politik telah berkomitmen untuk berpartisipasi secara bebas meskipun ada seruan untuk memboikot pemilu oleh partai politik yang dibubarkan oleh Mahkamah Agung pada November 2017. Partai itu dibubarkan akibat percobaan secara sembunyi-sembunyi untuk menggulingkan pemerintah melalui cara-cara ekstra-konstitusional dengan pemimpinnya yang diasingkan, yang mengoperasikan kegiatan politiknya di Paris, Perancis, dan yang juga sedang menghadapi beberapa proses pengadilan di Kamboja.

Perlu diingat bahwa demokrasi tidaklah mungkin tanpa suara dari para pemilih. Untuk itu, partisipasi dari para pemilih sangatlah penting. Dengan demikian, pada dasarnya, memboikot pemilu bukanlah solusi untuk situasi politik dan persamaan saat ini. Itu adalah suatu tindakan pengecut untuk melukis skenario suram terhadap sebuah usaha demokratis yang dinamis di mana kekuatan rakyat harus muncul, karena kedaulatan ada pada para pemilih.

Terbukti, hanya dalam beberapa dekade belakangan ini, Kamboja menikmati kedamaian, stabilitas, dan kemakmuran berkat kerja keras Partai Rakyat Kamboja (CPP) dan pemimpinnya, Perdana Menteri Hun Sen. CPP memiliki sejarah gemilang selama perjuangan pembebasan dan berperan pro-aktif dalam pembangunan ekonomi Kamboja baru-baru ini.

Perekonomian negara ini telah tumbuh pada tingkat rata-rata tahunan lebih dari 8 persen antara tahun 2000 dan 2010, dan sekitar 7 persen sejak tahun 2017. Bank Dunia menganggap Kamboja sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia dengant terciptanya ratusan ribu pekerjaan di bidang industri dan pariwisata. Pada tahun 2017, Kamboja mendapatkan investasi asing senilai US$2,5 miliar dan diperkirakan mencapai sekitar US$3 miliar di tahun 2018 ini, dibandingkan dengan US$536 juta di tahun 2006.

Yang terpenting, tingkat kemiskinan menurun tajam dari 53,5 persen pada tahun 2004 menjadi 13,5 persen pada tahun 2014, dan terus menurun menjadi kurang dari 10 persen pada tahun 2017.

Sebagai konsekuensi dari perdamaian dan stabilitas politik di bawah pemerintahan demokratis yang kuat yang bertanggung jawab kepada rakyat, ekonomi Kamboja sekarang berada di antara negara-negara berkembang, tak tertandingi oleh masyarakat pasca-konflik lainnya selama dua dekade terakhir. Berdasarkan klasifikasi, Kamboja telah maju dari negara dengan ekonomi berpenghasilan di bawah standar Bank Dunia pada tahun 2015 menjadi negara dengan ekonomi menengah bawah.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Kamboja telah berhasil menyelenggarakan pemilihan yang bebas, adil dan bersaing beberapa kali di masa lalu. Semua dengan sistem multi partai. Karena itu, tidak benar dugaan para oposisi yang menuding di bawah pemerintahan CPP, Kamboja telah bermutasi menjadi sistem satu partai. Itu hanyalah suatu khayalan sehingga mereka bisa membongkar semua keuntungan positif dan produktif yang telah didapatkan oleh CPP selama ini.

Memang, tingkat demokrasi berbeda di setiap negara. Semua didasarkan pada geografi, budaya, sejarah dan ekonomi. Atas kemauannya sendiri, Kamboja telah mencoba untuk menerapkan demokrasi sesuai dengan kebutuhan negara yang kongruen. Demokrasi di Kamboja sangat bersemangat, hidup dan berkembang.

Tentu ada catatan yang menyedihkan dan mengkhawatirkan, misalnya adanya kekuatan asing menggunakan partai lokal untuk mendiskreditkan Pemerintah Kerajaan Kamboja dengan dalih pelanggaran hak asasi manusia. Namun, faktanya, tidak boleh dilupakan bahwa Kamboja menyusun Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN di tahun 2012 dengan bantuan dari negara anggota ASEAN lainnya ketika memimpin KTT ASEAN.

Inti dari masalah saat ini adalah bahwa orang miskin Kamboja lebih membutuhkan hak atas pendidikan, makanan, layanan perawatan kesehatan, perumahan yang layak dan pekerjaan daripada hak-hak politik, seperti yang ditemukan di negara-negara demokrasi maju.

Semua hak politik tersebut dapat diatasi dan diberikan kemudian jika orang Kamboja melakukan latihan, menegaskan hak pilih mereka dan tidak terlibat dalam boikot yang kejam terhadap pemilihan umum.

Di bawah kepemimpinan CPP, Pemerintah Kerajaan Kamboja telah mewujudkan pembangunan ekonomi inklusif dan adil, yang terus tumbuh 7 persen setahun. Hal ini merupakan suatu kejadian penting dalam sejarah, karena pertumbuhan tersebut telah memindahkan Kamboja dari negara berpendapatan rendah ke negara berpendapatan menengah bawah secara resmi pada tahun 2015. Kini Kamboja telah dianggap sebagai 'macan ekonomi baru di Asia'.

Secara riil, kondisi kehidupan masyarakat meningkat melalui indikator sosial, terutama pertumbuhan PDB sebesar US$1.042 per orang pada tahun 2013 menjadi US$1.435 pada tahun 2017, dan akan menjadi US$1,563 pada tahun 2018. Selisih penghasilan orang-orang juga telah menyempit.

Pemerintah Kerajaan Kamboja telah meningkatkan pendapatan bagi pegawai negeri sipil dan angkatan bersenjata dari tahun ke tahun sesuai dengan tujuannya untuk mencapai satu juta Riel pada tahun 2018. Tingkat pengangguran di Kamboja telah turun menjadi 0,3 persen sementara tingkat kemiskinan yang parah telah dihilangkan pada tahun 2018.

Semua itu dicapai dengan inflasi tetap rendah sementara nilai valuta asing masih stabil. Seiring dengan ini, aliran uang yang dikirim dari luar negeri oleh para pekerja jumlahnya cukup besar, yaitu sekitar US$560 juta di tahun ini, dan akan mencapai US$600 juta tahun depan. Hal ini telah membawa faktor positif bagi neraca pembayaran negara sehingga cadangan devisa Kerajaan dapat menunjang enam setengah bulan impor, dibandingkan sebelumya yang hanya cukup untuk tiga bulan.

Perekonomian Kamboja pada tahun 2018 diperkirakan tumbuh 7 persen. Pertanian diperkirakan akan tumbuh 1,8 persen. Sektor industri akan terus mempertahankan pertumbuhan pada tingkat 10 persen dengan didukung oleh sektor konstruksi. Industri garmen mempertahankan pertumbuhan dalam kisaran 5 persen karena status ekonomi dunia, terutama ekonomi negara-negara yang bermitra dengan Kamboja, telah lebih baik dari yang diharapkan.

Perlu dicatat bahwa prestasi Kamboja dan prospek pengembangan yang kuat pada tahun 2018, dan tahun-tahun mendatang, bisa didapat karena kepemimpinan politik yang benar, kemauan yang kuat dan keberanian kepala Pemerintah Kerajaan dan CPP, yang dipimpin oleh Samdech Akka Moha Sena Padei Techo Hun Sen.

Bersama dengan ini, ada juga dukungan dan pengorbanan dari orang-orang Kamboja secara keseluruhan dalam membela perdamaian, stabilitas politik, keamanan, dan ketertiban umum untuk memelihara dan mendorong pembangunan nasional lebih lanjut.

Berdasarkan semangat inilah, setiap warga Kamboja yang memenuhi syarat di seluruh negeri menunaikan hak pilihnya: memilih anggota Majelis Nasional pada 29 Juli 2018. Mereka memenuhi hak warga negara mereka guna menentukan takdir mereka sendiri. (*)

Penulis adalah Duta Besar Kerajaan Kamboja untuk Republik Indonesia

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus