Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Jika KPU Menyalahi Mandat

KPU mengajukan anggaran Pemilu 2024 setara dengan empat kali anggaran pemilu sebelumnya. Menyalahi mandat pemilu serentak.

16 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPU mengajukan anggaran Pemilu 2024 sebesar Rp 86 triliun.

  • Jumlah dana pemilu ini setara dengan empat kali anggaran pemilu sebelumnya.

  • Bukankah pemilu serentak ditujukan untuk menghemat biaya?

MEMALUKAN bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan anggaran Rp 86 triliun untuk Pemilu 2024. Tujuan pemilihan kepala daerah berbarengan pada 14 Februari 2024, disusul pemilihan presiden dan legislatif pada 27 November di tahun yang sama, adalah efisiensi. Jika anggarannya setara dengan empat kali anggaran pemilu sebelumnya, KPU gagal menerima mandat pemilu serentak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisi Pemilu DPR mesti menolak usulan anggaran KPU ini. Bukan hanya karena ini masa sulit akibat pandemi, anggaran besar itu juga tidak jelas peruntukannya. Apa yang disebut KPU membangun infrastruktur dan sarana operasional kantor jelas mengada-ada. KPU bekerja secara musiman, tak perlu mereka punya kantor megah nan besar untuk menampung pegawai yang tidak akan bekerja rutin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika yang disebut infrastruktur adalah pembangunan berbasis digital, anggaran Rp 86 triliun makin tidak masuk akal. Tugas menyediakan sinyal untuk koneksi digital bukanlah urusan KPU, melainkan pemerintah dan penyedia telekomunikasi. Lagi pula, infrastruktur digital menuju pemilu elektronik tidak terserak di daerah, melainkan di pusat, karena memerlukan penyimpanan data besar. Dan ongkosnya tak sampai puluhan triliun rupiah.

Para komisioner KPU mesti melihat munculnya gerakan relawan tiap kali pemilu. Mereka bergerak secara sukarela membangun basis data pemilu dan rekapitulasi suara secara digital. Tanpa ongkos negara, tanpa anggaran puluhan triliun rupiah, mereka bisa membangun pusat data pemilu yang tepercaya. Data mereka menjadi acuan, bahkan lebih cepat dibanding versi KPU.

Di masa sulit pandemi, KPU sebaiknya tak ikut-ikutan memanfaatkan kesempatan untuk mengeruk uang negara. Pemerintah sedang kesulitan menekan penyebaran virus corona. Pemerintah juga sedang memulihkan ekonomi dengan kelonggaran defisit memakai utang. Jangan pula KPU ikut-ikutan meminta uang besar seperti Presiden Joko Widodo hendak membangun ibu kota baru.

Alih-alih meminta anggaran besar, KPU sebaiknya menghemat biaya pemilu karena ini merupakan mandat pemilu serentak. Sementara anggaran Pemilu 2019 yang tak serentak saja hanya Rp 27 triliun, pemilu 2024 seharusnya lebih kecil karena berbarengan.

Tugas utama KPU adalah menyelenggarakan pemilihan yang jujur, terbuka, dan adil. Jika jujur dan adil dimaknai dengan ongkos besar, sampai kapan pun pemilihan politik tak akan menghasilkan kualitas demokrasi yang bagus. Politik akan terus dikuasai para oligark yang memakai uang untuk mengendalikan kekuasaan dengan memanfaatkan celah pemilu berbiaya besar.

Lebih baik KPU berpikir jauh ke depan. Pemilu akan lebih efektif dan efisien jika memakai sistem elektronik. Ini memang perlu anggaran, tapi tak sebesar yang mereka ajukan. Karena itu, Komisi Pemilu DPR mesti berfokus pada pembangunan sistem elektronik dengan merinci anggarannya yang masuk akal.

Para komisioner KPU juga mesti ingat bahwa tugas mereka separuh pengabdian, demi tegaknya demokrasi. Tanpa semangat pengabdian, tiap pemilu akan menghasilkan komisioner lancung yang tertangkap tangan karena korupsi—entah korupsi anggaran pemilu, entah kongkalikong mengatur suara. Dengan anggaran superbesar, bukan tidak mungkin dorongan untuk korupsi muncul kembali.

Kualitas demokrasi tak hanya ditentukan oleh para pemainnya, yaitu partai politik, tapi juga wasitnya. Kita bisa merasakan permainan sepak bola dunia sebagai pertunjukan peradaban, karena ada wasit yang tak menonjol di lapangan tapi tegas menegakkan aturan, paham tentang seni olahraga, lalu dilupakan tiap kali satu tim merayakan kemenangan. 

KPU juga seperti itu. Tugas terpenting mereka adalah menjaga agar pemilu berjalan demokratis, bukan sibuk memoles dan menonjolkan diri dengan gedung megah dan biaya operasional mahal.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Bagja Hidayat

Bagja Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Alumni IPB University dan Binus Business School. Mendapat penghargaan Mochtar Loebis Award untuk beberapa liputan investigasi. Bukunya yang terbit pada 2014: #kelaSelasa: Jurnalisme, Media, dan Teknik Menulis Berita.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus