Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pendidikan tak manusiawi

Kursus prauniversitas yang diadakan rmit di jakarta dengan biaya rp 8 juta dianggap tidak manusiawi, pemborosan. padahal meski tanpa rekomendasi dari rmit calon mahasiswa indonesia diterima di luar negeri.

10 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO merupakan majalah berita mingguan. Bila ada berita yang cocok ditampilkan, TEMPO cepat-cepat menge-trend-kan untuk konsumsi para pembacanya. Berita kursus Rp 8 juta (TEMPO 18 Juli, Pendidikan) memang berita menarik. Terlepas dari pro dan kontra, uang Rp 8 juta merupakan onggokan rupiah tidak sedikit. Itu merupakan impian jutaan manusia Indonesia, yang semasa hidup belum pernah memegang, apalagi mempunyai duit sebanyak itu. Berapa gaji seorang pegawai kelas bawah? Berapa hasil per kapita kita? Uang Rp 8 juta lebih hanya untuk prauniversitas, tak manusiawi. Bila ditengok hasil orang per orang, 75% bangsa Indonesia tentu uang jutaan tersebut hanya dipergunakan segelintir manusia sok. Kursus macam itu hanya untuk gagah-gagahan. Pemborosan. Mempertajam gap antara si kaya dan si miskin. Jenius seseorang dikesampingkan. Otak brilyan seakan terbentur lampu merah: setop! Kursus mahal tersebut tak bernada positif. Intermeso gemerlap. Lebih dari itu, tak pandai pun asalkan berduit dan ditunjang dapat berbahasa Inggris, berhak bergelut dengan kursus Rp 8 juta itu. Yang kalau sudah lulus pun, saya yakin ilmunya tak akan sememadai orang-orang yang benar-benar cerdas, pandai, lulusan universitas produk dalam negeri. Produk nasional. Pembangunan manusia seutuhnya memang sulit. Perguruan tinggi kita cukup andal. Apalagi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi kita sudah meragukan kelas prauniversitas itu. "Tanpa rekomendasi dari The Royal Melbourne Institute of Technoloy (RMIT) selama ini, calon mahasiswa kita pun bisa driterima di mana-mana," kata Ir. Oetomo Djojonegara, Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi. Nah, karau Ditjen PT sudah memberikan lampu hijau kepada mahasiswa yang terpilih dan berotak komputer, eh, berotak mampu membuat komputer untuk studi di luar negeri, sebaiknya jalur tersebut yang terbaik dan dapat dilalui dengan aman. RMIT, lembaga yane cukup laris, dan di antara alumninya Pangeran Charles dari Inggris. Pangeran Charles tentu bukan lambang ilmuwan, tetapi anak ratu Inggris, yang notabene, asal tak berubah ingatan, otomatis menjadi raja pada saatnya nanti. Bahkan di bawah umur pun bila orangtuanya yang raja ratu mati, bocah cilik penggantinya dapat naik takhta. Turunan, jabatan turun-temurun. Berbeda jauh dengan seorang doktor, meski, misalnya, hanya anak petani gurem. Ia dapat menduduki jabatan (bukan raja/ratu), karena menyandang keahlian. Otaklah yang menampilkan kedoktorannya, bukan uang yang Rp 8 juta. Atau RMIT yang akan membuka kursus prauniversitas, yang katanya laris dan luar negeri. Memang, meskipun nantinya bisa kuadrat drop-out-nya, 'kan sudah jebolan luar negeri. Inilah gengsi yang harus dibayar dengan jutaan, tanpa nilai akurat. NY. ELYA MUSIRLAN c/o Swedish Trade Office PO Box 6957, Jeddah 21452 Saudi Arabia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus