Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pengalaman (Pahit) Menyelamatkan Bank

7 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Chudry Sitompul*

DI tengah persidangan terhadap kasus Bank Century yang sedang berlangsung pada hari-hari ini, menarik menengok kembali apa yang terjadi pada 2008. Bermula dari Amerika Serikat, krisis keuangan yang dipicu oleh kontraksi pasar perumahan (subprime mortgage) di negara dengan ekonomi terkuat tersebut menjalar ke penjuru dunia dan mengakibatkan krisis keuangan global.

Menghadapi ancaman krisis keuangan global itulah pemerintah Indonesia kemudian menerbitkan tiga peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). Pertama, Perpu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Tujuan perpu ini adalah membantu bank yang mengalami kesulitan likuiditas dengan mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia untuk memperoleh Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Persyaratan memperoleh FPJP semula sangat ketat sehingga sulit dipenuhi oleh bank pada masa krisis.

Kedua, Perpu Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Peraturan ini bertujuan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan dengan cara meningkatkan jumlah simpanan nasabah yang dijamin oleh LPS. Ketiga, Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Tujuannya agar bank dan lembaga keuangan nonbank yang berdampak sistemik dapat memperoleh bantuan dari pemerintah, bila mengalami kesulitan keuangan. Dua yang pertama dari tiga perpu itu disetujui Dewan Perwakilan Rakyat menjadi undang-undang.

Kebijakan yang diambil pemerintah tersebut tidak jauh berbeda dengan kebijakan The Federal Reserve dalam menghadapi krisis. The Fed melakukan tiga hal, yakni melunakkan kebijakan moneter untuk memperbaiki kondisi kreditdan perekonomian, menyediakan likuiditas untuk sektor swasta dengan memberikan pinjaman secara tunai yang dijamin dengan aset yang relatif tidak likuid, serta mem-bail out lembaga keuangan yang memiliki dampak sistemik.

Keseluruhan kebijakan tersebut bertujuan menyelamatkan dan memperkuat institusi perbankan serta melonggarkan likuiditas. Kebijakan tersebut sejalan dengan pendapat bahwa risiko sistemik terkait erat dengan kegagalan institusi perbankan.Sejalan pula dengan pengalaman penanganan krisis baik pada era Great Depression dan setelahnya, seperti bangkrutnyaLong Term Capital Management pada 1999, yang fokus penyelesaiannya adalah institusi. Penyelamatan Bank Century oleh Lembaga Penjamin Simpanan pada November 2008 juga dalam rangka penyelamatan institusi. Kegagalan suatu bank dapat menular kepada bank lain.

Bagi industri perbankan, kepercayaan adalah segala-galanya. Untuk mengukur tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industriperbankan dapat dilakukan dengan melihat keinginan masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan perbankan, seperti menyimpan atau meminjam uang untuk memulai atau memperluas usaha. Peran dan partisipasi masyarakat merupakan faktor krusial bagi industri perbankanataupun untuk kesejahteraan masyarakat. Membangun kepercayaan tidaklah mudah. Kepercayaan hanya mungkin diperoleh jika bank dapat membuktikan diri sebagai institusi sehat lewat kemampuan ganda yang dimilikinya: sebagai penyedia likuiditas dan penyandang dana bagipenyediaan aset jangka panjang.

Sebagai penyedia likuiditas, bank harus mampu menyediakan dana bagi nasabah penyimpan setiap saat. Dengan syarat,penarikan danaitu tidak dilakukan oleh nasabah penyimpan secara bersama-sama (rush). Jika hal itu dilakukan, bank akan terpaksa mencairkan aset tidak likuid mereka-sudah pasti dengan harga di bawah harga pasar. Akibatnya, bank bisa menghadapi kebangkrutan.

Untuk itu, perlu diupayakan agar masyarakat tetap berkeinginan menyimpan dananya di bank. Meskipun begitu, sering kali posisi penyimpan dana, terutama penyimpankecil, terhadap bank agak lemah. Hal ini terlihat dari penyelesaian hak-hak penyimpan dana pada suatu bank yang telah dilikuidasi yang sering kali tidak memuaskan. Hal itu terjadi karena biasanya dana masyarakat milik penyimpan telah dibawa lari oleh pengurus bank, dan kekayaan bank tidak cukup untuk menutupi utang bank tersebut.

Sebagai konsekuensi posisi nasabah penyimpan yang lemah tersebut,nasabah penyimpan sangat mudah terpengaruh melakukan rush, sehingga mengakibatkan bank bangkrut. Rush merupakan suatu hal yang menakutkan. Itu sebabnya mengapa pencegahan rush sering kali dianggap lebih penting untuk segera diatasidibandingkan dengan persoalan lain,termasuk mencegah dan menghukum pelaku kejahatan perbankan, yang diletakkan sebagai prioritas kedua setelah upaya meningkatkan kepercayaan terhadap sistem perbankan dilakukan.

Kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan dimaksudkan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya rush. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan secara eksplisit menetapkan jumlah simpanan masyarakat di bank dijamin maksimal sebesar Rp 100 juta. Jumlah ini kemudian diperbesar menjadi Rp 2 miliar dengan diterbitkannya Perpu Nomor 3 Tahun 2008, yang kemudian disetujui menjadi UU Nomor 7 Tahun 2009.

Jaminan LPS tersebut telah terbukti cukup efektif mencegah terjadinya rush, terutama oleh nasabah penyimpan kecil. Hanya, rush yang dilakukan nasabah penyimpan besar tidak dapat dicegah dengan skema penjaminan LPS. Karena itu, LPS juga diberi tugas menyelamatkan bank melalui skema penyertaan modal sementara (PMS).

Rush yang dilakukan nasabah besar, yang umumnya dilakukan lewat alat elektronik, memang kurang menakutkan secara politik karena tidak akan terlihat adanya antrean panjang nasabah yang marah di depan pintu bank. Namun akibatnya bagi bank tetap sama, yaitu akan membangkrutkan bank. Lebih dari 80 persen dari total simpanan di bank adalah simpanan nasabah besar.

Pengalaman mengajarkan bahwa kecepatan mengambil tindakan pencegahan akan mempercepat meredam dampak dari krisis dan biaya yang dikeluarkan bakal jauh lebih sedikit. Pengalaman Swedia dan Jepang pada krisis awal 1990-an mengajarkan hal ini. Swedia, yang cepat mengambil keputusan, pulih lebih cepat dibandingkan dengan Jepang, yang terlalu lambat melakukan upaya korektif.

Fasilitas lender of last resort dari bank sentral serta skema penjaminan dana nasabah penyimpan dan penyertaan modal sementara oleh LPS merupakan dua jaring (net) utama dari jaring pengaman sistem keuangan. Jaminan ini diperlukan agar sistem keuangan dapat berfungsi dengan efektif.

Sayangnya, ketika dua jaring tersebut digunakan oleh otoritas untuk menyelamatkan sistem keuangan dan perekonomian, timbul masalah politik dan kemudian menjadi masalah hukum. Badan Pemeriksa Keuangan, misalnya, menyatakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek merupakan wujud dari lender of last resort serta penyertaan modal sementara oleh LPS dinyatakan sebagai kebijakan yang merugikan negara. Pendapat BPK tersebut digunakan oleh penegak hukum dalam proses pengadilan pidana.

Alasan mengapa penggunaan kedua jaring pengaman tersebut dinyatakan sebagai perbuatan merugikan negara adalah adanya perubahan ketentuan yang dilakukan. Padahal perubahan peraturan tersebut harus dilakukan karena telah terjadi perubahan situasi dan kondisi yang tadinya digunakan sebagai landasan peraturan tersebut.

Dalam kaitan dengan ini, perlu direnungkan pendapat Aristoteles berikut: "Even when laws have been written down, they ought not always to remain unaltered. As in other sciences, so in politics, it is impossible that all things should be precisely set down in writing; for enactments must be universal, but actions are concerned with particulars." Selalu ada situasi khusus ketika diperlukan "kebijaksanaan" untuk mengambil keputusan yang diperlukan pada saat itu. l

*) Staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus