Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Indonesia diprediksi menjadi salah satu negara adidaya di dunia.
Prediksi ini berbasis pertumbuhan ekonomi di era Presiden Joko Widodo.
Namun kepentingan ekonomi sering kali ditempatkan di atas hak asasi manusia.
Soe Tjen Marching
Dosen Senior di Departemen Languages, Cultures and Linguistics, SOAS University of London
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika Jokowi pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden, salah satu janjinya adalah menegakkan hak asasi manusia dan mengusut tuntas pelanggaran hak asasi manusia masa lalu. Ternyata, setelah Jokowi menjadi presiden, janji itu seolah-olah dilupakan atau dirancukan. Dalam beberapa hal yang menyangkut penuntasan kasus hak asasi, Jokowi bahkan kehilangan suara. Misalnya waktu menanggapi Pengadilan Rakyat Internasional untuk peristiwa 1965 (IPT’65). Yang terdengar adalah suara Luhut Binsar Pandjaitan dan terkadang juga Kivlan Zen. Keduanya mengecam keras IPT’65.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesatlah yang terus dibanggakan Jokowi. Memang, beberapa prediksi menyatakan Indonesia akan menjadi salah satu negara adidaya di dunia karena kekuatan ekonominya. Menurut Standard Chartered, pada 2030, ekonomi Indonesia akan menjadi yang terkuat keempat di dunia. Hal ini membuat berbagai pejabat Indonesia bangga. Apa yang dimaksudkan dengan adidaya ini? Ini menyangkut ekonomi dan yang dimaksudkan dengan ekonomi adalah yang produk domestik bruto (PDB)-nya tertinggi.
Di Indonesia, kepentingan ekonomi memang sering kali ditempatkan di atas hak asasi manusia. Memang ada kepercayaan, kalau mau menuntaskan hak asasi, ekonomi sebuah negara harus kuat dulu. Jadi, ekonomi harus diurusi dulu, barulah hak asasi ikut kemudian karena perkembangan ekonomi dipercaya akan menunjang ditegakkannya hak asasi. Ada pula keyakinan bahwa mengurusi hak asasi akan mengurangi kemajuan ekonomi. Atau, ada lagi keyakinan kalau kemajuan ekonomi sudah dicapai, HAM akan ikut meningkat.
Kalau kita simak lebih lanjut, sebutan kekuatan negara yang berdasarkan ekonomi sering kali merupakan kemajuan semu. Hitungan kekuatan ekonomi ini diukur dari tingginya PDB, total nilai produksi dan jasa yang dihasilkan semua orang atau perusahaan dalam satu negara selama setahun. Tapi PDB hanya menghitung produksi pasar tanpa memperhatikan dampak pada manusia secara keseluruhan. Misalnya, sepeda motor yang didayagunakan sebagai ojek akan menambah nilai PDB. Tapi bagaimana dengan emisi dan dampaknya terhadap lingkungan?
Begitu juga dengan pendayagunaan cengkih dan tembakau untuk rokok kretek. Kontribusi pabrik yang menghasilkan kretek ini terhadap PDB jelas akan naik bila pembelian rokok tinggi. Tapi dampak kesehatan pada masyarakat perokok tidak dihitung oleh PDB dan inilah yang akan menghantam masyarakat itu sendiri dalam jangka panjang.
Jarang sekali dibahas oleh mereka yang membanggakan PDB bahwa perkembangan ekonomi ini sebenarnya untuk siapa. Namun pembuktian bahwa hak asasi dan kesadaran lingkungan menunjang perkembangan ekonomi biasanya memang makan waktu lama. Paling tidak 30 atau 50 tahun. Karena itu, ada beberapa peneliti yang mengecam kemajuan ekonomi jangka pendek dan menyatakan pentingnya degrowth. Degrowth adalah proses ketika ekonomi yang dianggap membahayakan ekosistem dikurangi dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup manusia dan bumi secara menyeluruh dengan mengurangi konsumsi. Termasuk dalam hal ini mengurangi jumlah manusia.
Degrowth tidak sama dengan resesi, yang mengakibatkan pengangguran dan kemiskinan. Ini adalah sistem yang direncanakan sehingga ada pengurangan konsumsi, pengurangan kekayaan yang saat ini masih didominasi sekelompok kecil manusia, dan perlawanan terhadap sistem ekonomi kapitalis.
Salah satu strategi penting dari agenda degrowth adalah pemerataan kekayaan di dunia. Jadi, negara-negara yang dianggap kaya seharusnya mulai menekan ekonomi dan konsumsi untuk memberikan kesempatan bagi negara yang lebih miskin. Bisa dibilang, tumbuhnya ekonomi di beberapa negara, seperti Indonesia, merupakan bagian dari degrowth ini juga. Maka, para pejabat jangan keburu bangga dulu akan pertumbuhan ekonomi di negeri ini.
Kalau sudah ada proyek degrowth dan ekonomi Indonesia menjadi maju tapi tidak memperhatikan isu hak asasi, usaha degrowth ini akan sia-sia.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo