SELAMA ini apa yang dinamakan 'perubahan strukturak' seolah-olah
sudah menjadi monopoli kaum Marxis.
Maka menjadi ramailah suasana sebuah seminar, yang notabene
diselenggarakan oleh sebuah lembaga pemerintah diingkat
nasional, ketika ada paper yang menuntut keharusan perubahan
struktural dalam kehidupan bangsa kita. Apa kuping tidak salah
dengar dan mata tidak salah baca'?
Ternyata tidak, memang kata struktural itu sendiri berulang kali
muncul. Apakah seminar sudah kesusupan eks-PKI? Juga tidak,
karena yang membawakan paper adalah agamawan yang jelas tidak
komunistis dalam pandangan hidup. Terlebih-lebih, mereka tidak
pernah mengakui kebenaran ajaran Marx.
Ternyata di balik pernyataan itu ada sebuah proses penalaran.
Masalahnya begini: Marx harus diikuti analisanya terhadap
keadaan, tetapi jangan begiti saja dituruti dalam kesimpulan.
Dengan kata lain, Marxisme haruslah dipahami sebagai kenyataan
sejarah, tetapi belum tentu memiliki kebenaran transendental.
Kita sendiri harus berani melakukan kritik atas Marxisme, jika
tidak ingin dijajah olehnya.
Dalam proses itu, kita semua akan dewasa. Betapa tidak, kalau
dengan pemahaman analisa Marx kita akan mampu memahami hakikat
keadaan yang berkembang? Lalu, dengan keberanian melakukan
kritik atas cara metode Marx diterapkan (sebuah masalah
metodologis), bukankah kita lalu akan mampu mencari pemecahan
bagi majalah kita dengan 'penemuan-penemuan yang sesuai dengl
kondisi kita sendiri?
Taruhlah kita terima kebenaran asumsi Marx, bahwa perilaku warga
masyarakat sangat ditentukan oleh struktur masyarakat mereka
sendiri. Dikenal dengan nama paham determinisme ekonomis,
pendapat Marx ini akhirnya berujung pada perlunya penggulingan
sebuah struktur kekuasaan untuk melakukan perbaikan keadaan
masyarakat secara mendasar. Cara lain tidak akan membawa
pemecahan.
Dirumuskan dengan kata lain, yang dituju adalah transformasi
struktur kehidupan masyarakat. Sedangkan struktur hanya dapat
ditransformasikan, kalau kekuasaan telah direbut dari tangan
pemegang kekuasaan. Ini adalah inti ideologi Marxisme-Leninisme,
yang dikenal dengan istilah Komunisme.
Pertanyaannya, haruskah selalu demikian caranya? Teryata tidak.
Menurut kaum Sosial Demokrat: perubahan dapat dilakukan melalui
cara damai, kekuasaan dapat diraih mclalui demokrasi
parlementer. Artinya, setiap struktur memiliki kelengkapan untuk
melakukan perubahan.
Dalam transformasi model Marx, atau lebih tepat model
Marxisme-Leninisme, transformasi dimulai ketika kekuasaan telah
direbut. Apa yang terjadi sebelum itu hanyalah persiapan ke arah
transformasi, bukan transformasinya sendiri. Dan setelah
kekuasaan direbut, masih diperlukan semacam 'pengawal revolusi'
untuk menjaga kemurnian transformasi yang dii. hasilkan agar
tidak diselewengkan.
Bagi yang menolak ajaran Marxisme--Leninisme, walaupun menerima
analisa sosial-ekonomisnya, perubahan terjadi justru sebelum
kekuasaan 'berubah kelamin'. Transformasi terjadi dalam sikap
dan perilaku masyarakat secara keseluruhan, melalui proses
pendidikan berjangka panjang.
Misalnya melalui perjuangan menegakkan keadilan melalui bantuan
hukum struktural. Atau melalui kesadaran berperilaku politik
yang menjunjung asas kebebasan dan persamaan hak, atau melalui
penubuhan dan pengembangan organisasi ekonomi yang benar-benar
demokratis di tingkat bawah.
Hanya mengkhayal? Lihat saja kiprah Lembaga Bantuan Hukum. Atau
Yayasan Lembaga Konsumen. Juga organisasi-organisasi yang
bergerak di pedesaan untuk menyadarkan warganya akan kemampuan
penuh mereka sebagai manusia guna perbaikan kualitas hidup
mereka. Termasuk juga media massa kita yang berfungsi edukatif.
Apalagi kalau diingat adanya pejabat yang jujur dan tulus, yang
mencoba menegakkan birokrasi yang memang benar-benar diperlukan
bangsa kita, di tengah-tengah kebalauan hidup di kalangan
pemerintahan secara keseluruhan.
Semuanya itu struktural, karena akan mematangkan pandangan kita
tentang, apa yang harus dilakukan di tempat masing-masing. Juga
akan mengubah keseluruhan watak kehidupan dalam jangka panjang,
tanpa memakai Marxisme dalam pemecahan pokok masalah yang
dihadapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini