Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PROTES ramai-ramai sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi tak boleh dianggap angin lalu. Baru pertama kali inilah mereka berani menghadap Ketua Komisi Abraham Samad, seraya menyatakan keberatan atas pemulangan lima kolega mereka ke instansi asal masing-masing. Empat penyidik dikembalikan ke Markas Besar Kepolisian dan seorang penyidik ditarik pulang kandang ke Kejaksaan Agung.
Peran penyidik di lembaga antirasuah ini jelas vital. Selain menetapkan barang bukti, mereka bisa menaikkan perkara ke tahap penuntutan. Karena itulah keputusan memulangkan kembali mereka kudu taat prosedur dan tidak boleh gegabah. Dasar pertimbangannya harus benar-benar obyektif dan rasional. Keputusan itu juga diambil bukan atas kehendak individual, apalagi personal, melainkan melalui forum rapat pimpinan. Pendeknya, menarik mereka dari kantor Kuningan semestinya dilakukan secara profesional.
Boleh jadi para penyidik tadi berbeda pendapat dengan Abraham, yang banyak dinilai terburu-buru menetapkan Angelina Sondakh, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat, sebagai tersangka kasus suap Wisma Atlet. Mungkin juga mereka berseberangan dengan Abraham ketika menjadikan Miranda S. Goeltom sebagai tersangka perkara cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004. Perbedaan pandangan ini sangatlah tidak adil kalau dijadikan pertimbangan untuk mengembalikan para penyidik. Jika ada yang diduga melanggar kode etik karena punya kedekatan dengan Nunun Nurbaetie, tersangka kasus cek pelawat, hal ini kudu diklarifikasi di dalam rapat pimpinan.
Kebenaran anggapan itu tak boleh diputuskan secara sepihak dan sekehendak hati seorang Ketua KPK. Bukankah Komisi pernah memulangkan penyidik dengan cara yang benar, melalui proses berjenjang yang sejatinya tak susah dilakukan. Inilah yang akhirnya dilakukan Komisi tiga pekan sebelumnya, ketika mengembalikan direktur penyidiknya, Yurod Saleh, ke kepolisian karena terekam CCTV cipika-cipiki dengan Muhammad Nasir, kakak tersangka kasus suap Wisma Atlet, M. Nazaruddin. Tak jadi soal meski Nasir membantah dugaan kedekatan ini.
Satu-satunya harapan melegakan di balik keputusan ini adalah garansi Abraham. Ia menjamin pengusutan perkara Wisma Atlet atau cek pelawat tak akan terganggu dengan dikembalikannya para penyidik tadi. Sungguh menarik dinantikan benarkah jaminan Abraham bahwa korupsi kakap tersebut akan diusut sampai ke otak pelaku utamanya. Jaminan ini akan lebih mantap jika Abraham dan komisioner lain benar-benar kompak dalam setiap proses pengambilan keputusan. Kekompakan itu tak cukup ditunjukkan melalui adegan tos-tosan antara Abraham dan Busyro Muqoddas di depan para wartawan.
Seluruh pimpinan Komisi harus solid dan seia-sekata. Hubungan baik ini harus dijalin tak cuma antara Abraham Samad dan komisioner lain, tapi juga hubungan Pak Ketua dengan para penyidik. Sebagai ujung tombak pengusutan perkara, jelas mereka akan bekerja tak maksimal jika hubungan dengan pimpinan tidak harmonis. Tatkala mereka tak kompak, kinerja Komisi niscaya amburadul. Target pemberantasan korupsi, ibarat pepatah, akan jauh panggang dari api.
Jika kondisi buruk ini tetap dibiarkan terus-menerus, yang bertepuk tangan justru para koruptor dan mereka yang menghendaki KPK dibubarkan atau dilemahkan. Kalau ini sampai terjadi, upaya pemberantasan korupsi kembali terancam berada di titik nadir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo