Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pikirkan Korupsi, Jangan Rok Mini

Presiden membentuk gugus tugas antipornografi. Pemerintah seakan-akan bekerja tanpa prioritas.

19 Maret 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH sedemikian parahkah urusan syahwat warga negeri ini sampai-sampai pemerintah begitu antusias membuat peraturan dan unit kerja khusus? Bila alasannya meluasnya material porno, sebutlah peredaran video mesum, semestinya itu cukup diatasi dengan mengaktifkan kerja polisi. Kalau pemerkosaan wanita di dalam angkutan kota yang jadi isu, itu masalah keamanan dan bukan pornografi semata. Tapi Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi yang dibentuk lewat peraturan presiden pekan lalu, misalnya, menunjukkan ada sesuatu yang urgen untuk secepatnya mengatur gejolak libido ini.

Presiden bahkan merasa perlu menugasi enam menteri dan seorang Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat untuk menjalankan gugus tugas itu. Dasar hukum gugus tugas memang jelas, yakni Undang-Undang Nomor 44/2008 tentang Pornografi. Tapi kesan mendesak tak terhindarkan ketika gugus tugas dibentuk sebelum semua peraturan pelaksanaan undang-undang itu selesai dibuat. Sampai sekarang, baru satu peraturan pelaksanaan yang terbit, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 40/2011 tentang pendampingan anak pelaku atau korban pornografi.

Kesan bahwa perhatian pemerintah tengah tertuju pada cara mengatasi gejolak syahwat ini cukup kuat. Sebab, sepekan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat juga menerbitkan peraturan baru dengan tujuan sama: melarang staf anggota Dewan mengenakan rok mini. Ketua DPR Marzuki Alie, yang berasal dari partai pemerintah, sepertinya tak mau ketinggalan bicara tentang citra negeri. Dia yang sering melontarkan gagasan "aneh" itu—umpamanya pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi jika tak ada pemimpin yang kredibel—kali ini berkata bahwa banyak kasus pemerkosaan dipicu oleh pakaian perempuan yang kurang pantas. Argumentasi yang dipaksakan alias tidak dipikirkan matang-matang.

Masalah pornografi jelas tak bisa dianggap angin lalu. Barangkali Indonesia sedang mengalami paceklik moral. Presiden atau siapa saja tentu malu mendengar fakta bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga—setelah Cina dan Turki—di antara negara yang masyarakatnya paling banyak mengunggah situs porno. Namun menempatkan masalah syahwat sebagai prioritas di atas soal korupsi, misalnya, mendorong orang berpikir buruk: jangan-jangan pikiran elite legislatif dan eksekutif terlalu sering tertuju pada hal-hal yang membangkitkan libido.

Yang terang, belum seorang politikus pun masuk penjara gara-gara keliaran syahwatnya, sementara semakin banyak politikus masuk bui akibat korupsi. Kalau fakta ini saja disadari, niscaya pemerintah akan mendudukkan korupsi di atas masalah pornografi. Boleh jadi Presiden akan membaca bahwa konsekuensi politis yang ditimbulkan pemberantasan pornografi lebih kecil daripada pemberantasan korupsi. Namun dunia akan tertawa apabila kita begitu banyak mengerahkan energi dan waktu untuk mengenyahkan pornografi, sedangkan korupsi tak juga bisa diusir dari negeri ini.

Pornografi tak akan pernah mati, karena bersangkut-paut dengan naluri dasar manusia. Untuk menekannya, perlu waktu panjang dan melibatkan banyak kalangan, termasuk lembaga pendidikan, tokoh agama, dan anggota masyarakat lain. Ketergesa-gesaan "menumpas"-nya lewat gugus tugas hanya akan sia-sia. Lebih baik pemerintah memompa semangat membasmi korupsi ketimbang menyulut gairah mengatur gejolak libido warga negeri ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus