Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Duo Ratu memang lagi top. Maia Ahmad dan Mulan Kwok selalu atraktif beraksi di panggung, bahkan cenderung centil. Selama ini penggemar Ratu selalu hiruk-pikuk karena karakter musiknya berbeda, riang, manja, dan energetik. Celetukannya pun "gaul", begitu bahasa anak muda.
Tapi, apa jadinya kalau Ratu manggung di depan Kepala Negara dan undangan yang sarat dengan aturan protokoler? Mungkin tidak ada pengarahan yang cukup sebelumnya, apalagi tak ada gladi resik, insiden kecil pun terjadi. Insiden muncul ketika Ratu mengawali pentasnya pada malam penutupan Rakernas Partai Demokrat, Jumat malam dua pekan lalu, di arena Pekan Raya Jakarta.
Kecentilan Ratu yang pertama adalah ketika Mulan menyapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan sebutan terbalik, Bambang Susilo Yudhoyono. Mulan tak meralatnya atau segera minta maaf, mungkin tak tahu bahwa ia melanggar etika protokoler. Ratu terus menyanyi dan kita juga tak tahu bagaimana perasaan Presiden Yudhoyono. Yang jelas, hadirin menyaksikan Presiden mengalihkan perhatiannya pada majalah News Demokrat dan tidak mengarahkan pandangan ke panggung.
Kecentilan Ratu kedua, ketika mantan presiden Abdurrahman Wahid datang dan Mulan menyapanya dengan "Selamat datang, Saudara Gus Dur". Kita juga tak tahu apakah Gus Dur senang disapa dengan "saudara" atau cuek. Namun, ketika kecentilan berlanjut saat Mulan "menyapa penontonnya" dengan ucapan "Oh, ternyata ada juga Bapak Sutiyoso, mungkin juga sama istrinya", para undangan pun kaget. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso memang hadir dengan istrinya, bukan "mungkin" lagi. Menebak perasaan Susilo Bambang Yudhoyono, Abdurrahman Wahid, dan Sutiyoso tentu saja sulit, namun petugas protokol Istana dan Paswalpres segera melakukan "pengamanan". Duo Ratu, yang harusnya menyanyikan enam lagu, dihentikan ketika berakhir lagu kedua. Aliran listrik ke keyboard Maia diputus dan kedua penyanyi diminta turun.
Insiden ini memang tak diperpanjang. Duo Ratu sudah meminta maaf lewat Ibu Ani Yudhoyono, dan Ibu Negara menyebutkan persoalan itu tak usah dibesar-besarkan dan tak ada masalah lagi. Namun, kasus ini bisa jadi pelajaran buat para artis yang manggung di depan Kepala Negara dan tamu-tamu kehormatan, yang tata caranya dibingkai aturan protokoler kenegaraan. Busana, aksi, celetukan, tak bisa bebas seperti ketika manggung di Pantai Festival Ancol, misalnya. Manajer para artis mestinya tahu hal itu.
Pada masa Orde Baru, acara yang dihadiri Presiden Soeharto harus melewati gladi resik yang ketat. Pihak protokol Istana dan Paswalpres meneliti dengan rinci apa saja isi acaranya, dari pidato, lagu, busana, bahkan termasuk cara-cara berjalan. Belum lagi durasi yang harus pas, menit per menit. Para artis langganan Istana tentu paham masalah itu. Sekarang, keadaan lebih longgar. Presiden sudah bisa (sedikit) diolok-olok. Singkatan nama Presiden Yudhoyono, SBY, misalnya, sudah menjadi ikon dagelan di televisi swasta (Santai Bareng Yuk di ANTV). Bahkan pada acara Republik Mimpi (Metro TV), jelas presidennya adalah SBY, yaitu Si Butet Yogya. Meski ini singkatan mengada-ada, toh Presiden Yudhoyono tak menampakkan keberatannya.
Jadi, insiden ketika duo Ratu dipaksa turun panggung mungkin bukan permintaan Yudhoyono, Abdurrahman Wahid, ataupun Sutiyoso. Siapa tahu ini hanya ulah protokol dan Paswalpres yang masih "ketat" menjalankan tugasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo