Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Rekonsiliasi Sia-sia

Pemerintah lepas tangan dari pengusutan tragedi Trisakti dan Semanggi. Rekonsiliasi tak menuntaskan masalah.

6 Februari 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Langkah pemerintah mengambil jalan rekonsiliasi atas tragedi Trisakti serta Semanggi I dan II sungguh keliru. Rujuk seharusnya dilakukan setelah proses pengadilan. Rekonsiliasi semacam apa yang diharapkan jika kita tak tahu siapa dalang rentetan peristiwa berdarah pada 1998 itu.

Upaya rujuk yang dirintis Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto itu juga mengandung konflik kepentingan. Saat peristiwa Trisakti dan Semanggi terjadi, ia menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI. Wiranto diduga kuat tahu ¡±rahasia¡± di balik huru-hara itu. Sampai kini publik heran mengapa pada 14 Mei 1998dua hari setelah penembakan mahasiswa di Universitas TrisaktiWiranto berada di Malang, padahal penjarahan mengepung Jakarta.

Rekonsiliasi lewat Dewan Kerukunan Nasional yang akan dibentuk pemerintah hanya menghabiskan tenaga dan anggaran negara. Keluarga 33 korban tewas akibat tragedi sebaiknya berhati-hati menyambut ajakan rukun itu. Rekonsiliasi tanpa pengungkapan dalang peristiwa tak akan menyembuhkan luka.

Tak hanya pemerintah yang salah langkah, sikap Komnas HAM pun amat disesalkan. Lembaga yang bertugas melindungi hak asasi manusia ini terkesan menyerah bahkan mendelegitimasi keputusannya sendiri. Komnas semula tampak berusaha keras menuntaskan kasus dengan membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM Tragedi Trisakti serta Semanggi I dan II. Pada Maret 2002, Komisi Penyelidik menyatakan tiga kejadian itu bertautan dan terjadi pelanggaran kejahatan berat (extraordinary crime) secara sistematis. Komnas merekomendasikan penyidikan terhadap petinggi Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian RI yang diduga terlibat.

Rekomendasi itu seharusnya dihiraukan oleh Kejaksaan Agung. Banyak saksi dan pelaku masih hidup. Tapi selama ini Kejaksaan terkesan mengabaikan temuan Komnas HAM. Kejaksaan selalu memakai asas nebis in idem-satu kasus tidak dapat diadili dua kali-sebagai dalih.

Kasus Trisakti dan Semanggi memang telah diproses oleh Pengadilan Militer. Tapi peradilan ini sama sekali tidak menyentuh dalang peristiwa sebagaimana lazimnya pengungkapan kasus kejahatan kemanusiaan. Sikap Kejaksaan juga tak sesuai dengan norma yang berlaku internasional, seperti dimuat dalam Statuta Roma 1998, yang mengabaikan prinsip nebis in idem dalam pengusutan pelanggaran berat hak asasi.

Presiden Joko Widodo pernah berjanji menuntaskan tragedi Trisakti dan Semanggi. Janji ini semestinya diwujudkan dengan memerintahkan Kejaksaan Agung menyidik kasus itu, lalu membawanya ke Pengadilan HAM. Proses ini bisa dilakukan karena sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi dalam uji materi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM pada 2008. Kini Dewan Perwakilan Rakyat tidak berwenang lagi mengusulkan pembentukan Pengadilan HAM ad hoc berdasarkan "dugaan pelanggaran hak asasi manusia". Peradilan pelanggaran hak asasi harus berdasarkan pengusutan secara hukum atau bergantung pada dua lembaga: Komnas HAM dan Kejaksaan.

Rekonsiliasi yang akan digelar pemerintah dan Komnas HAM jelas merupakan langkah mundur. Tak ada dasar hukum untuk rujuk karena Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsilisasi telah dibatalkan oleh MK. Langkah ini hanya membuang-buang waktu. Tragedi Trisakti dan Semanggi akan terus membebani republik ini selama belum ada pengusutan tuntas dan pelakunya diadili secara terbuka dan obyektif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus