Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sayang anak

Ngo forum membahas penyelamatan anak-anak untuk masa depan. indonesia lebih maju dalam menurunkan angka kematian bayi. ada beberapa faktor yang berperan se- perti imunisasi, oralit, mental, sosial, dan ibu.

1 Desember 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI akhir September lalu, PBB mengundang berbagai lembaga swadaya masyarakat dari seluruh dunia dalam pertemuan yang disebut NGO FORUM, untuk berunding di New York. Topik pembicaraan adalah bagaimana menyelamatkan anak-anak demi masa depan. Semacam evaluasi terhadap kemajuan-kemajuan yang dicapai setelah UNICEF mencanangkan Revolusi Kelangsungan Hidup Anak, atau Child Survival and Development Revolution tahun 1980, sepuluh tahun yang lalu. Sasaran utama revolusi ini adalah: 1). Menurunkan angka kematian bayi di setiap negara sampai di bawah 120 per 1.000 kelahiran hidup, sehingga pada tahun 2000 angka itu sudah menjadi 50 per 1.000. 2). Jangka harapan hidup minimum harus mencapai 60 tahun. 3). Keikutsertaan masyarakat secara keseluruhan untuk mencapai sasaran tersebut. Untuk ketiga hal itu Indonesia boleh dikatakan sudah melangkah lebih maju. Angka kematian bayi kita saat ini sudah sekitar 60/1.000, dari 140/1.000 di awal pemerintahan Orde Baru. Jangka harapan hidup juga sudah mencapai rata-rata 60 tahun, bahkan untuk Yogyakarta dan Jakarta sudah jauh di atas itu. Peran serta masyarakat juga dapat dikatakan sudah tinggi. Apa yang disyaratkan oleh P.E. Mandl, redaksi jurnal UNICEF, pada 1984 agar sasaran itu tercapai juga sudah dilakukan di Indonesia. Tiga syarat itu adalah: pertama, perlunya keterlibatan secara pribadi dari pimpinan negara dan menteri, agar revolusi ini juga melibatkan semua departemen dan bukan hanya urusan departemen kesehatan saja. Kedua, mobilisasi sosial di setiap tingkatan. Ketiga, memanfaatkan setiap teknologi yang dimiliki untuk menyelamatkan bayi dan anak-anak. Sering dikatakan bahwa pencapaian Indonesia yang cukup mengagumkan itu adalah berkat tersebarnya dokter dan puskesmas di seluruh pelosok tanah air. Pernyataan itu belum tepat karena peranan peningkatan taraf pendidikan, terutama kaum wanita, peningkatan sarana komunikasi, peningkatan sarana hidup sehat, sebenarnya lebih besar peranannya daripada sekadar kehadiran dokter dan puskesmas. Artinya, biarpun ada dokter di desa, jika hal-hal yang pertama tadi masih buruk, sulit diharapkan kematian bayi dan anak akan menurun. Tetapi pernyataan tadi akan benar jika cakupan imunisasi yang mampu menangkal penyakit-penyakit yang banyak membunuh anak juga tinggi. Tetapi saat ini harus diakui bahwa cakupan imunisasi kita masih sedang-sedang saja. Dalam hal cakupan imunisasi inilah peranan dokter dan puskesmas akan besar. Maka, jika cakupan imunisasi tinggi, dapatlah dikatakan bawah memang kehadiran dokter dan puskesmas mempunyai andil yang sangat besar terhadap penurunan angka kematian bayi. Selain cakupan imunisasi, juga tingkat penggunaan oralit yang tinggi di kalangan penduduk menunjukkan bahwa kehadiran dokter dan puskesmas memang sangat membantu menyelamatkan anak-anak. Sebab, pada awalnya, hanya dokter dan petugas kesehatan puskesmas yang dapat meyakinkan ibu-ibu tentang pentingnya penggunaan oralit untuk melawan kehilangan cairan akibat mencret-mencret. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986, diare masih merupakan penyebab kematian terbesar bagi anak-anak Indonesia. Tetapi sebaliknya, jika kehadiran dokter dan puskesmas hanya meningkatkan penggunaan antibiotik untuk melawan diare, maka kontribusi mereka terhadap angka kematian bayi justru jadi negatif. Karena, sebagai dokter, seyogyanya mereka tahu bahwa sebagian besar penyebab diare pada anak-anak adalah virus yang tidak mempan oleh antibiotik. Masalah lain yang dihadapi Indonesia kini, dengan menurunnya angka kematian bayi adalah bagaimana menjabarkan "revolusi kelangsungan hidup dan perkembangan anak" itu lebih lanjut. Penjabaran yang tidak hanya melihat perkembangan dari segi kemontokan dan pertumbuhan fisik lainnya, tetapi juga pertumbuhan mental, psikologis, dan sosial mereka. Di masa depan, ketika angka kematian bayi sudah rendah, hal-hal inilah yang akan lebih menentukan mutu bangsa Indonesia kelak. Pertumbuhan mental, psikologis, dan sosial anak akan menentukan kemampuan mereka kelak untuk hidup kreatif, produktif, dan bermakna bagi masyarakat sekitarnya. Mental depreviation akibat hilangnya asuhan dengan kasih sayang akan menjadikan anak-anak itu tumbuh sebagai manusia yang justru merugikan bagi masyarakat. Mereka mungkin akan menjadi manusia-manusia yang justru asosial, mudah melakukan tindak kriminal, dan mudah menyimpang dari norma-norma sosial. Gejala ini belakangan makin banyak muncul di kalangan remaja kita, malahan juga dari kalangan yang secara ekonomis mampu. Mungkin mereka dibesarkan dalam penafsiran kasih sayang yang berupa penyediaan materi yang cukup, tetapi perhatian yang minim. Masalah lain yang juga berkaitan dengan penyelamatan anak-anak adalah keselamatan ibu. Saat ini angka kematian ibu akibat kehamilan dan persalinan di Indonesia masih menduduki tempat teratas di Asia. Masih banyak ibu yang mati di sekitar saat melahirkan karena hal-hal yang sebenarnya dapat dicegah. Tidak jarang mereka meninggalkan anak yang baru dilahirkannya begitu saja, sehingga menjadi pertanyaan apakah anak yang ditinggalkan itu akan tumbuh kembang menjadi anak Indonesia yang bermutu. Ataukah untuk ini juga diperlukan turun tangan dari Presiden secara pribadi, seperti halnya dalam hal penyelamatan anak? Atau mungkin prestasi di bidang ini juga dikaitkan dengan pemberian Pra-Samya Nugraha, agar para gubernur, bupati, camat, dan lurah berlomba-lomba untuk menyelamatkan ibu dan dengan demikian juga menyelamatkan anak?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus