R. William Liddle *)
*) Profesor ilmu politik, The Ohio State University, Columbus, AS
Pengantar: surat ini saya tulis untuk seorang kenalan di Indonesia. RWL.
M. yang baik,
KEPUTUSAN Wali Kota New York Rudolph Giuliani menolak bantuan Pangeran Al-Walid yang berjumlah US$ 10 juta itu saya tanggapi agak lain dari Anda. Anda mengaku heran bahwa uang itu dikembalikan "hanya karena Al-Walid mengkritik kebijakan Amerika terhadap Palestina". Anda mengecap Giuliani arogan dan mencaci-maki dia sebagai "seorang budak yang bersedia memberi servis tuan-tuannya, para konglomerat Zionis Yahudi yang memang menguasai New York".
Bagi saya, justru Al-Walid yang kurang peka ketika dia bilang bahwa Amerika harus menilai kembali kebijakannya dan mengambil sikap yang lebih berimbang terhadap masalah Palestina. Dengan serangan 11 September, masyarakat New York dan Amerika pada umumnya merasa dipukul sangat keras oleh Al-Qaidah. Lebih dari 5.000 orang yang tidak berdosa dibunuh dalam sekejap mata ketika dua gedung World Trade Center roboh. Seluruh dunia seharusnya merasa ikut berkabung karena di antara 5.000 orang itu ada yang berasal dari puluhan negara, termasuk negara-negara Islam dan Indonesia.
Sebagai wali kota, Giuliani hadir di World Trade Center setiap hari untuk memimpin dan membantu para petugas dan sukarelawan yang mencari orang-orang yang masih hidup, meskipun sebenarnya sudah tidak ada harapan lagi. Giuliani melihat dengan matanya sendiri bagian-bagian tubuh manusia yang ditemukan di reruntuhan gedung-gedung itu. Dia mencium sendiri bau mayat yang terbakar.
Dalam suasana itu, apakah tidak lebih politis, lebih diplomatis, kalau Al-Walid hanya mengatakan di depan umum bahwa ia sangat menyesalkan apa yang terjadi? Sebagai seorang Saudi yang mengenakan jubah tradisional ketika dia berdiri di samping Giuliani, itu simbol yang bagus sekali. Ia menunjukkan bahwa Al-Qaidah bukan mewakili Islam, melainkan merupakan sebuah distorsi besar kepada pengajaran Islam yang mulia. Setelah itu, di belakang layar, dengan orang lain yang bersimpati pada pandangannya bahwa serangan itu harus diletakkan dalam konteks sejarah, khususnya sejarah hubungan Amerika dengan Timur Tengah dan dunia Islam setelah Perang Dunia II, dia bisa mulai mempengaruhi pendapat umum dan kebijakan pemerintah Amerika selanjutnya.
Selain itu, harus saya akui bahwa nada surat Anda agak mengecewakan. Anda berkesan lebih mencari sengketa daripada mencari penyelesaian. Anda menggunakan kata-kata keras seperti "arogansi", "budak", "hard liner", dan seterusnya. Anda bilang bahwa Giuliani tidak adil, tidak demokrat, tidak menjunjung prinsip-prinsip kebebasan berbicara dan berpendapat ketika dia "pernah mengusir Presiden Palestina Yasser Arafat dari sebuh konser di New York".
Memang Giuliani salah dulu, kurang peka menurut saya, kira-kira seperti Al-Walid kini, ketika dia tidak mau menerima Arafat di New York. Kota itu saya anggap—mungkin Anda akan setuju, kalau Anda pernah berkunjung ke sana—sebagai kota yang dimiliki seluruh dunia, bukan hanya Amerika. Tetapi hal itu tidak ada hubungan dengan kebebasan orang untuk berbicara dan berpendapat. Kata-kata Arafat dan pendukung negara Palestina di Amerika belum dibendung oleh siapa pun.
Hal itu tidak berarti bahwa demokrasi Amerika sudah sempurna. Seperti Anda tahu, Presiden Bush sedang mencoba membatasi penyebaran ucapan Usamah bin Ladin melalui media massa dengan alasan yang (setidaknya menurut saya) tidak masuk akal. Tetapi kebijakan Bush dilawan oleh banyak orang, dan mudah-mudahan pada akhirnya akan ditolak oleh para penyiar televisi dan sebagian besar masyarakat Amerika.
Mengenai peran Yahudi Amerika, saya setuju dengan Anda bahwa orang Yahudi, yang sebagian besar bersikap pro-Israel, berpengaruh dalam politik Kota New York. Mereka juga berpengaruh dalam pembentukan kebijakan luar negeri Amerika, khususnya kepada Timur Tengah. Tetapi kebijakan itu dibentuk dan didukung oleh kebanyakan orang Amerika, jelas mereka merupakan mayoritas yang percaya bahwa Israel berhak hidup dan negara ini senantiasa diancam dengan pemusnahan oleh negara-negara Arab dan Islam. Harap diingat pula bahwa jumlah orang Yahudi di Amerika tidak melebihi dua persen dari seluruh masyarakat. Peran mereka dalam ekonomi Amerika, termasuk di persuratkabaran dan pusat keuangan Wall Street, juga tidak besar.
Secara pribadi, saya yakin bahwa Israel dan Palestina sama-sama punya hak hidup. Dan saya melihat adanya hikmah, secercah cahaya di belakang awan gelap, pada perang yang dinyatakan oleh Al-Qaidah dengan serangannya pada 11 September. Yaitu, bahwa kita semua, mungkin khususnya masyarakat dan pemerintah Amerika, akan didorong lebih keras untuk mencari penyelesaian pada masalah Palestina dan masalah-masalah pelik lain yang sudah lama meracuni hubungan Amerika dan dunia Arab/ Islam.
Yang saya harapkan, sebetulnya, pada akhirnya adalah suatu pullback from a too forward position, penarikan Amerika dari posisinya yang sekarang terlalu terlibat dalam urusan-urusan yang seharusnya diselesaikan oleh orang-orang Arab dan muslim sendiri. Untuk mencapai tujuan itu, saya kira kami perlu dibantu, bukan dicemooh, oleh semua orang yang bercita-cita membangun bersama sebuah dunia modern yang adil dan demokratis. Termasuk Anda?
Salam,
Bill Liddle
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini