Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Amerika, Usamah, Kita

21 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahmad Sahal*) *)Aktivis Jaringan Islam Liberal SUDAH selayaknya kita mengecam serangan Amerika ke Afganistan, karena perang hanya akan menyebabkan rakyat Afganistan yang tak berdosa jadi korban. Sudah selayaknya kita mengecam jawaban militer, karena perang bukanlah pilihan yang jitu dalam melawan terorisme. Perang justru akan menyemaikan tanggapan balik dalam bentuk radikalisme, dan dari sini tersedia bahan bakar terorisme. Terorisme bukannya dipangkas, malah diperpanjang mata rantainya. Tapi tidak selayaknya kita buru-buru melihat apa yang terjadi sebagai perang Barat melawan Islam. Tidak selayaknya kita membaca perang Amerika yang didukung Inggris itu sebagai ekspresi kekuatan konspirasi Kristen-Yahudi untuk menghancurkan Islam. Di hari-hari ini, melihat arogansi Amerika yang begitu bersemangat menggempur Afganistan, banyak kalangan Islam marah dan merasa ikut diserang. Bahkan beberapa hari setelah Tragedi WTC pun mereka sudah marah begitu mengetahui bahwa di Amerika dan juga di Australia ada orang Islam dianiaya, ada masjid dan sekolah Islam dirusak, ketika ingatan kolektif umat Islam masih merekam sikap Amerika yang selalu membela Israel. Resultante semua itu adalah sebuah kesimpulan bahwa di balik Tragedi WTC ada skenario anti-Islam yang dilancarkan oleh kaum Zionis-salibis. Tapi, meskipun data yang ada mengandung unsur kebenaran, kesimpulan yang ditarik terlampau buru-buru dan gegabah. Kesimpulan semacam itu terkesan hanya mengelap-elap teori konspirasi, yang dasar asumsinya melihat dunia dalam kerangka dikotomi tajam antara Islam dan anti-Islam. Dan sebagaimana lazimnya teori konspirasi, kesimpulan sudah dipatok sebelum ada data, bukan sebaliknya. Teori konspirasi memang cenderung melihat apa yang ingin dilihat. Yang dianggap nyata hanya data yang mendukung atau bisa ditekuk sesuai dengan teori konspirasi itu. Adapun data-data yang membatalkan teori itu akan diabaikan begitu saja. Demikianlah, kalau memang serangan ke Afganistan adalah perang melawan Islam, bagaimana menjelaskan demo antiperang di Berlin yang notabene diikuti oleh ribuan orang Barat Kristen dan Yahudi? Atau demo serupa di taman Union Square New York City, yang pesertanya lintas agama dan bersama-sama memekikkan peace-salam-shalom? Bagaimana pula menjelaskan perasaan komunitas Islam di Amerika dan Eropa, yang bersama komunitas agama lain tidak hanya mengutuk terorisme WTC tapi juga merasa terluka olehnya? Bahkan sikap Organisasi Konferensi Islam (OKI) pun tidak melihat serangan ke Afganistan sebagai serangan terhadap Islam. Pembelaan terhadap Islam yang dibarengi dengan cara pandang konspirasi akan berujung pada fanatisme buta. Hanya karena Taliban mengaku menerapkan syariah, kita lantas tidak kritis bahwa penafsiran Taliban terhadap syariah sangatlah jumud (beku) sehingga malah merepresi rakyat muslim Afgan sendiri. Hanya karena Usamah bin Ladin dan jaringan Al-Qaidah mengklaim membela Islam dan melawan Amerika, kita langsung menokohkannya. Padahal, lepas dari apakah Usamah pelaku terorisme WTC atau bukan, track record-nya selama ini menunjukkan bahwa ia menjalankan aksi teror. Jadi, sungguh absurd kalau kita menentang terorisme tapi mengidolakan Usamah. Fanatisme seperti itu mudah sekali dimanfaatkan oleh kaum teroris. Ingatlah bahwa kaum teroris juga menggunakan cara pandang konspirasi dalam melihat dunia. Retorika mereka: Islam sedang diancam dan diserang oleh kekuatan Zionis-Kristen. Hanya, di sini mereka mempraktekkan semacam Machiaveliisme dalam beragama. Dengan tujuan membela Islam, mereka menghalalkan cara apa saja, termasuk terorisme. Dengan tujuan membela Islam, mereka beranggapan bahwa kejahatan kemanusiaan akan segera dimaklumi dan tidak dianggap sebagai kriminalitas. Padahal tiap orang haruslah dihukum bila bertindak kriminal, meski mengaku bertujuan mulia. Fanatisme buta menjadikan kita tidak waspada ketika kaum teroris menjadikan klaim membela Islam sebagai dalih, bukan dalil. Saya setuju dengan pernyataan K.H. Mustofa Bisri dalam wawancara TEMPO minggu lalu bahwa Amerika haruslah melakukan introspeksi diri. Betapa banyak kebijakan dan langkah standar ganda Amerika di Timur Tengah selama ini yang memang merugikan dan menyakiti umat Islam. Tapi saya mengusulkan agar kita umat Islam harus mawas diri juga. Artinya, kita tidak bisa menutup mata terhadap adanya unsur teror dalam tubuh masyarakat Islam, sebagaimana hal yang sama juga bisa ditemukan di agama lain. Kesediaan untuk mengakui inilah yang masih sulit. Seakan-akan pengakuan kita membikin agama yang kita anut menjadi ternoda. Padahal keberanian mengkritik penganut agama sendiri yang salah justru merupakan diagnosis yang perlu. Teror adalah semacam penyakit bagi tubuh umat yang kalau tidak disembuhkan malah akan menggerogoti kesehatan tubuh secara keseluruhan. Menghadapi hal semacam itu, kita tidak bisa lagi membiarkan kosakata agama dibajak dan ditafsirkan untuk membenarkan tindak kekerasan. Sudah saatnya memang mayoritas diam, yang umumnya moderat, bersuara vokal untuk mengisolasikan atau membuat sunyi mereka. Dunia saat ini terlalu kompleks untuk hanya dilihat dengan cara pandang konspirasi, untuk hanya dipetakan dalam dua kategori: Islam dan kafir. Mempertahankan cara pandang semacam ini akan sangat kontraproduktif bagi perjuangan kita membela rakyat Afganistan. Ia hanya mempersempit, bukan memperluas solidaritas. Padahal kita tahu bahwa solidaritas untuk rakyat Afganistan datang tidak hanya datang dari kaum muslimin, melainkan komunitas agama lain di seluruh dunia. Ia bisa datang dari MUI, tapi bisa juga dari Angelina Jolie.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus