Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Selamat Tinggal Babinsa

TNI terus melaksanakan reformasi. Kali ini, Babinsa ditarik dari desa.

21 Mei 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AWAL pekan ini tepat dua tahun tumbangnya Orde Baru. Itu berarti reformasi juga sudah bergulir selama dua tahun ini. Siapa yang paling siap melaksanakan reformasi? Ternyata, salah satunya, adalah militer. Kita harus mengakui hal itu. Apakah itu karena tekanan gencar pihak-pihak di luar militer, atau tumbuh dalam kesadaran sendiri, tidaklah penting lagi dikatakan di sini. Bisa karena kedua-duanya. Kalau kita lihat sektor lain, supremasi hukum atau pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, misalnya, gerak reformasi tersendat dan bahkan macet, biarpun tekanan datang bertubi-tubi. Militer terus melancarkan reformasi. Polisi disapih dari ABRI, dan karena itu ABRI menjadi TNI. Bakorstanas dihapus, sistem penelitian khusus (litsus) juga ditiadakan. Peran sosial politik TNI berangsur-angsur dikurangi. Anggota TNI yang menjabat pada jabatan sipil harus ”keluar” dari TNI, misalnya pensiun. Entah apa lagi yang lainnya. Sedangkan yang paling baru, TNI mulai menarik Bintara Pembina Desa (Babinsa) secara bertahap. Langkah penarikan Babinsa ini tentu saja menggembirakan. Sebab, peran Babinsa selama Orde Baru lebih banyak berurusan dengan penggalangan massa untuk memenangkan Golkar, sebagai alat pemerintah, ketimbang memantau keamanan di desa-desa. Tak jarang, Babinsa justru menjadi masalah di desa jika penduduk di sana berseberangan dengan penguasa. Dalih Babinsa untuk memonitor kondisi sosial di desa dan untuk mencegah secara dini tindak kejahatan sudah disalahgunakan untuk memata-matai rakyat yang tidak sepaham dengan pemerintah yang berkuasa. Padahal, untuk memantau keamanan itu sendiri, polisi juga menaruh aparatnya di desa, sementara perangkat desa itu sendiri sudah punya Pertahanan Sipil (Hansip). Yang menjadi pertanyaan sekarang, kenapa penarikan Babinsa itu sendiri membutuhkan waktu lama, bahkan perlu uji coba segala? Tidak jelas, apakah ini pertanda adanya keraguan di kalangan TNI untuk meninggalkan peran teritorialnya sehingga membutuhkan uji coba, atau karena masalah-masalah teknis seperti ke mana harus menyalurkan personel bintara itu. Kemudian, kalau Babinsa dihapus, bagaimana dengan Komando Rayon Militer (Koramil), yang berada di kecamatan. Apakah dihapus juga? Kalau tidak, peran teritorial macam apa yang dibebankan pada aparat militer di kecamatan ini. Tidak cukupkah kalau hanya polisi yang ada di kecamatan? Ini yang seharusnya juga dijelaskan oleh para petinggi TNI, sehingga semakin transparanlah reformasi di kalangan militer ini—yang memang kita akui sudah berjalan selama dua tahun ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus